Pertanda-kah? | ARSAD CORNER

Pertanda-kah?

Senin, 24 Februari 20250 komentar

Pertanda-kah?

Bagian 03 dari novel berjudul “Penantian Takdir Cinta” yang mulai di susun 


Teringat 3 (tiga) kali rencana bertemu tertundakan oleh sesuatu yang menyisakan tanya dan mengundang pencarian hikmah. Diujung lamunan panjangku tentang hal itu, membawaku pada pemaknaan bahwa ini tidak semata-mata persoalan rasionalitas, tetapi ada campur tangan Tuhan bernada pesan yang memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan dalam memandang dan mensikapinya. 

Seperti kebiasaan manjamu, tiap kali sedang dalam perjalanan dari satu kota menuju kota lainnya, kamu selalu minta ditemenin lewat chatting. Kadang sampai kamu tertidur dan berlanjut lagi saat terbangun hingga sampai di tempat tujuan. Kali ini, hal sama kita lakukan saat kereta yang membawamu pulang dari satu agenda di ibu kota, kita chattingan sepanjang jalan. Kali ini kamu tak kunjung ngantuk hingga chatting berlangsung sampai kereta hampir mencapai stasiun kereta di kotaku. Saat itu, aku sedang ada tamu dadakan di rumah. Sebelumnya, saat mereka menuju ke rumah, aku terlebih dahulu minta izin akan melayani mereka sambil chatting. Mereka memahami kondisinya karena mereka pun datang ke rumah mendadak dan tidak ter-schedule sebelumnya.   

Sekitar 20 menitan kereta yang membawamu hampir mencapai stasiun kereta di kotaku, mendadak aku ber-ide memanfaatkan 10 (sepuluh) menit waktu pemberhentian kereta di stasiun kotaku untuk ketemuan. Setelah menimbang segala sesuatunya, ideku itu kamu sambut dengan semangat. Aku pun menyampaikan pada teman-teman yang sedang bertamu apakah mereka ikhlas mensudahi diskusi malam itu. Namun, karena masih ada  yang mau didiskusikan, akhirnya mereka mempersilahkan aku ke stasiun dulu dan mereka siap menunggu untuk melanjutkan diskusi tema berikutnya sepulangku dari stasiun.  

Mengingat waktu ke-tibaa-an keretamu tersisa tinggal 20 (dua puluh) menit, aku pun memacu sepeda motor dengan kecepatan tak biasa agar bisa mencapai stasiun lebih dulu sebelum keretamu berhenti di stasiun kereta kotaku. Waktu yang hampir menunjukkan jam 00.00 Wib memberiku peluang untuk lebih ngebut.  Kreeeeekkkkk….tiba-tiba sepeda motorku mengeluarkan bunyi aneh saat akan memacu kembali gas sesudah melalui belokan berbentuk letter L. Namun, tekanan gas yang mengeluarkan deru keras itu tak membuat kecepatan sepeda motorku melaju dan bahkan perlahan kecepatannya menuju titik nol. Aku baru sadar kalau suara aneh tadi penanda rantai lepas. Seketika aku berhenti dan kemudian berusaha memasang ulang rantai yang lepas dari ringnya, namun upayaku gagal total setelah mencoba berkali-kali. Tiba-tiba, muncul seorang lelaki setengah baya menawarkan diri untuk memperbaikinya. Akhirnya, sepeda motorku di dorongnya ke bengkelnya yang ternyata hanya berjarak 50 meter dari posisi terakhirku. Ku lihat jam sudah tak memungkinkan untuk mencapaimu di stasiun. Aku ceritakan kondisi sepeda motorku dan akhirnya kita sama-sama kecewa saat keretamu sudah siap-siap melanjutkan perjalanan menuju ke kotamu. “ Mungkin Tuhan belum mengizinkan kita bisa bertemu”, ungkapku menghibur kekecewaan kita. “Iya...kita masih ada waktu ketemuan di lain waktu”, ungkapmu sedikit menghibut  

Di waktu berbeda sekita 3 (tiga) bulan setelahnya, Saat “sekat waktu” terbuka untuk sementara, kita bersepakat men-segerakan pertemuan.  Rasa rindu yang sama-sama begitu amat sangat telah mendorong kita untuk bertemu muka. Keterbatasanku membuatmu berinisiatif  mengalah untuk berkunjung ke kotaku. Sayangnya, agendamu yang masih tentatif tak kunjung terkondisikan sehingga rencana itu terpaksa dibatalkan. Ada perasaan kecewa karena semua sudah ku kondisikan, termasuk keluarga besarku yang siap menyambut kehadiranmu untuk pertama kali. Alhamdulillah, akhirnya mereka bisa mengerti ketika aku memberi penjelasan pembatalan yang sangat mendadak itu. 

Beberapa hari setelahnya, kamu sedang merasa kangen yang tengah begitu membuncah dan tak kunjung terkelola. Namun, lagi-lagi agendamu tak memungkinkan untuk datang ke kotaku. Akhirnya, kamu meminta aku mengupayakan semaksimal mungkin agar bisa ke kotamu. Sejak sore itu, aku pun mengupayakan agar bisa memenuhi permintaanmu.Sementara itu, kamu pun berupaya mengkondisikan sela agenda agar esoknya bisa bertemu saat aku sudah sampai di kotamu. Saat menjelang malam, aku sudah bisa memastikan positif bisa berkunjung ke kotamu keesokan harinya. Sementara itu, kamu masih belum berhasil mengkondisikan dan berjanji akan mengabarkan besok pagi.  

Seperti biasa, saat bangun pagi aku menyapamu lewat WA sambil mengingatkan untuk men-segerakan sholat subuh. Namun, sapaku tak kunjung berbalas sampai menjelang jam 08.00. Aku sudah mencoba meneleponmu berkali-kali, juga tidak diangkat. “Mungkin kamu sedang rutinitas pagi”, fikirku. Menjelang jam 08.30 Wib, kamu berkirim WA, “sebentar …ini aku masih mengkondisikan segala sesuatunya”. Aku pun merespon,”oke..semoga bisa terkondisi”. Sambil menunggu kepastian darimu, aku pun bergegas ke stasiun mengantisipasi kalau-kalau kamu mendadak mengabarkan sudah terkondisikan. Saat jadual pemberangkatan kereta hampir tiba, aku berusaha mengkonfirmasi perkembangan pengkondisian agendamu. Sayangnya, kamu tak kunjung merespon hingga jadual pemberangkatan kereta berlalu. Akhirnya, aku kabarkan padamu membatalkan keberangkatan agar kamu bisa fokus menyelesaikan pekerjaan. Setelahnya, aku memacu kembali sepeda motorku, yang tadi sudah kadung terparkir untuk nginep di stasiun, menuju rumah. 

Menjelang Ashar tiba-tiba Wa-mu muncul dan menanyakan aku sudah sampai mana. Awalnya aku kaget dengan pertanyaan itu karena merasa sudah menginformasikan kepadamu tentang pembatalan keberangkatan. Tapi aku berusaha menetralisir kekecewaan ku yang mendadak muncul karena pertanyaan itu. “Mungkin..saking sibuknya, kamu ndak sempet membaca WA ku yang panjang kali lebar. Apalagi kebiasaanmu kalau lagi sedang kesulitan menselaraskan agenda, sering gugup dan mudah emosi”, fikirku sambil menteralisir diri. Akhirnya aku menjawab pertanyaanmu disertai dengan menyemangati agar sedikit meredakan keteganganmu efek agenda yang padat. Akhirnya, kekecewaan yang sama-sama kita rasakan pun berhasil ditutup dengan tertawa bersama lewat candaan yang biasa mengocok perut kita.     

2 (dua) minggu setelahnya, giliran aku yang merasa kangen luar biasa dan kemudian mencoba menanyakan apakah kamu ada waktu senggang bila besok aku beranjak ke kotamu. “padat sampai rabu..”, jawabmu singkat. “Oke deh, kamis mas kabari lagi ya ..”, jawabku singkat. Namun,di kamisnya aku memutuskan untuk tak berkabar lagi setelah melihat update status WA mu beberapa kali yang menunjukkan agendamu masih begitu padat.  

Atas deretan peristiwa unik itu, praktis kita tak bertemu muka hampir 7 (tujuh) bulan. Artinya, tujuh bulan ini kita mencukupkan diri memadu kasih lewat smart phone. Itu pun sambil mengkoordinasikan dan mendiskusikan ragam dinamika aktivitas yang kamu jalani di setiap harinya. Saat kangen sedang terasa begitu menyiksa, kadang kamu yang jengkel dengan kesibukanmu sendiri yang tak memungkinkan untuk ditundakan dan atau ditinggalkan. Saat giliranku yang rindunya ndak ketulungan dan juga jengkel saat tak memungkinkan untuk bertemu, kamu mengingatkanku untuk tetap menjaga kebijaksanaan dan kesabaran.  

Saat duduk menyendiri di sudut ruang tamu, tiba-tiba terfikir rentetan kegagalan rencana pertemuan itu. Ntah kenapa, tiba-tiba aku berfikir deretan ketertundaan itu sebagai sesuatu yang tak biasa dan pasti mengandung hikmah. Adakah ini bentuk intervensi Tuhan dalam arti positif?. Adakah ini cara Tuhan menguji kesabaran dan kebijaksanaan kita?. Ataukah ini cara Tuhan menghindarkan kita dari potensi buruk yang mungkin hadir kala pertemuan itu tergelar?. Ataukah intervensi Tuhan ini pertanda kalau ridho atas cita-cita cinta kita akan segera mewujud?. Akhirnya, aku memilih berfikir positif sambil mengumandangkan do’a.

Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved