di “Sempitnya Waktuku” | ARSAD CORNER

di “Sempitnya Waktuku”

Minggu, 23 Februari 20250 komentar

di “Sempitnya Waktuku”

Bagian 02 dari novel berjudul “Penantian Takdir Cinta” yang mulai di susun 


Mungkin waktuku tak lama lagi dan semalam tadi aku sengaja menyibukkan diri mengerjakan sesuatu yang pasti kamu butuhkan beberapa minggu ke depan. Kamu memang belum memintanya, bahkan mungkin belum memikirkannya karena padatnya agendamu yang tak pernah mengenal sabtu atau minggu. Aku khawatir saat kamu meminta di saat aku sudah tak mungkin bisa memenuhinya lagi karena keterbatasan kondisiku. Jadi , aku ingin kamu tidak panik saat kamu sedang membutuhkannya beberapa minggu ke depan.

Terlepas amarahmu yang menyebabkan kondisi komunikasi kita yang buruk sampai saat ini, aku tetep memikirkanmu sama seperti hari-hari sebelumnya saat semua baik-baik saja. Tak pernah ada yang berubah, karena rasa ini sealu tetap di posisi yang sama. Setiap pagi, yang terbersit adalah “support apa” yang sekiranya kamu butuhkan. Namun, aku memilih passif dan menunggu permintaan darimu datang. Aku tak ingin terlihat terlalu agressif dan juga khawatir mengganggu kenyamanan dan ketenangan fikiranmu. Namun, untuk support yang satu ini, aku memilih menyiapkan sebelum kamu memintanya.

Sekitar jam 10.00-an aku berhasil menyelesaikannya dan siap kirim ke WA-mu. Sempet ragu beberapa saat apakah langsung mengirimkannya saat ini atau menunggu batas waktuku itu benar-benar datang. Dengan segala pertimbangan, ku putuskan untuk mengirimkannya saja. Aku pun tak mau menyesal kalau kemudian tiba-tiba aku tak sempet mengirimkannya padamu. Sebab, kalau itu terjadi kamu pasti akan sangat bingung walau mungkin bisa menyelesaikannya sendiri. Akhirnya aku mengirimkan sekitar 10 (sepuluh) file. Saat kudapati centang dua di WA ku, kusimpulkan data-data itu sudah terkirim. 

Seperti dugaanku, kamu tak akan merespon apapun. Aku pun tak berharap peroleh ucapan “terima kasih”darimu, karena kulakukan semua atas nama kebaikan dan kemanfaatan bagi banyak orang. Aku masih ingin mendengar  karyamu yang satu ini menemukan titik wujud mimpinya. Saat itu nyata, maka demikian banyak orang akan terbantu perekonomiannya.  Jadi, aku pun tak berharap kamu merespon layaknya seseorang yang memperoleh sesuatu yang dibutuhkannya. Aku menghormati sikap yang kamu pilih sebagai hal terbaik menurut kamu untuk dilakukan. Kamu memang unik dan selalu punya carasendiri yang kadang sulit di duga dan ditafsir dengan takaran normal. Tak lupa aku memberi caption hal yang melatarbelakangi aku men-segerakan menyusun dan mengirimkannya walau kamu belum memintanya. Ku tandaskan kekhawatiran tentang “sempitnya waktuku”, sebuah penjelasan singkat yang pasti kamu faham maknanya. 

Tentang “sempitnya waktuku”, mungkin bagimu itu sudah tidak penting lagi karena kamu hanya akan kehilangan salah satu sumber support. Aku yakin kamu sudah memiliki sayap kiri kanan depan belakang yang siap mem-backup semua strategi dan langkahmu. Kamu pasti sudah mengkalkulasi segala sesuatunya akan baik-baik saja walau tanpa support ku lagi. Disamping itu, aku juga sudah kesulitan mengikuti dan menalar agenda2mu yang sudah memasuki high level, sehingga kehadiran support lain mungkin lebih relevan. 

sempit waktuku” memang hanya menjadi urusanku. Aku harus menghadapinya sendiri tanpa lipatan semangat darimu seperti sebelumnya. Aku tak berfikir hal itu layak kuharapkan lagi darimu. Bahkan, realitas rumitku menggiring untuk merasa tidak pantas bermohon seperti sering kulakukan tanpa malu saat kamu memilih membisu.Titik percaya diriku benar-benar menge-nol dan bahkan minus. Deretan fakta beberapa minggu terakhir sejak puncak amarahmu membuktikan kamu sudah tak tertarik membicarakan apapun kecuali hal-hal yang berkaitan dengan support terhadap pekerjaanmu. 

Tak ada satu hal pun yang mewajibkan aku untuk melakukan semua itu, namun rasa yang tetap sama dan nilai-nilai kebaikan dari segala hal yang kamu kerjakan, menjadi 2 (dua) hal yang selalu mendorongku memenuhinya dengan semangat 45. Terkadang syaitan menggodaku untuk berfikir betapa eosinya kamu memanfaatkanku, namun ku buang jauh-jauh fikiran itu dan kemudian menandaskan dalam hati, “ini tentang caraku membangun hubungan erat dengan Tuhanku.”. Pembacaan semacam ini yang kemudian meneguhkan komitmenku untuk tetap melayanimu, walau tak jarang air mata menyertainya karena perang bathin tak semudah membuang kotoran untuk menemukan titik damai dan nyamannya. Aku tetap berfikir positif kalau kamu sedang fokus 1000% membangun masa depan seperti impian yang pernah dan selalu kamu ceritakan ke aku. 

Aku tak tahu kapan batas waktuku benar-benar tiba. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik di sisanya, terutama untukmu. Aku ingin melakukan yang terbaik dari apa yang bisa kupersembahkan untukmu walau mungkin kamu tak melihat dari sisi selain keterpenuhan kebutuhanmu. Aku terus menge-nolkan egoku dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Sang Kuasa yang telah mempertemukan dan menghadirkan rasa diantara kita, rasa yang berhasil membuatku tak ingin melirik wanita manapun selain kamu. 

Kini, aku dengan kenyataanku dan kamu dengan segenap capaian dan agendamu yang selalu berkejaran antara satu dengan berikutnya. Aku harus membiasakan diri memposisikan kenyamanan terletak diketidaknyamanan itu sendiri.  Aku hanya menguatkan dan menenangkan diriku dengan do’a, tak terkecuali do’a tentangmu dan do’a untukmu.


NB :

gambar hanya sebagai illustrasi dan merupakan hasil searching di google

Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved