Keluarga Besar dr Soeko Marsetiyo Menguatkan Ke-relaan
di Hari Ke-40
di Hari Ke-40

Dalam pengantarnya, Sang Pemimpin tahlil malam
itu memberikan beberapa nasehat yang sangat menyentuh, baik bagi yang hadir
maupun tuan rumah dan segenap keluarga. “Hari ini kita duduk disini dan secara
berjama’ah akan membacakan Surat Yasin yang akan dilanjutkan dengan kalimat-kalimat
Toyyibah yang kita khususkan untuk Almarhum dr. Soeko Marsetiyo yang sudah
lebih dulu dipanggil Sang Khaliq. Kepergian almarhum mengingatkan kita pada satu
ketetapan Allah SWT tentang ajal yang apabila tiba waktunya tidak bisa
dimajukan atau ditundakan untuk sesaat pun. Oleh karena itu, setiap dari kita
perlu senantiasa meningkatkan ketaqwaan dan meluaskan amalan agar memiliki
bekal yang baik saat giliran kita tiba waktunya. Kepergian almarhum juga
mengingatkan kita semua pada satu pepatah yang mengatakan “gajah mati meninggalkan gading,
harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama”. Almarhum dr.Soeko
Marsetiyo meninggal saat sedang menjalankan tugas negara nan mulia, yaitu tugas kemanusiaan sebagai dokter di Tolikara,
wamena, Papua. Kepergian almarhum merupakan sebuah akhir jejak hidup yang sangat
inspiratif dan semoga Allah SWT menempatkannya di sisi yang mulia. Hal ini juga
menjadi kebanggaan bagi anak dan keluarga besar alamarhum dan juga meng-inspirasi begitu banyak orang.
Semoga hal ini juga akan membangunkan
dan menguatkan kerelaan dan keikhlasan anak, istri dan keluarga besar alamarhum
atas semua hal yang terjadi. Semoga kita semua yang hadir disini dan masih
diberi Allah SWT kesempatan hidup juga
diberikan kesempatan luas dan kemudahahan dalam melakukan hal-hal mulia yang
menandaskan kita sebagai hamba yang selalu menjunjung tinggi semangat ber-ibadah
dalam arti seluas-luasnya dan mendatangkan manfaat bagi banyak orang”,
demikian prolog Sang Pemimpin tahlilan yang keseharian beliau adalah seorang dosen
di Kampus UIN Walisongo, Semarang.

Keluarga pun bertekad untuk tidak meratapi dan terus
menerus larut dalam kesedihan yang seolah tidak mengakui kalam Tuhan yang
menjelaskan dari mana manusia berasal dan akan kembali. Mengingat pernah hidup
dan tumbuh bersama, kebiasaan-kebiasaannya, caranya tersenyum dan tertawa, gaya
tenangnya dalam memakna diamika hidup, keunikannya men-tafsir kesempatan hidup,
bhaktinya kepada orang tua, sayangnya terhadap saudara, cintanya terhadap
keluarga dan komitmennya terhadap persoalan kemanusiaan, menjadi serangkaian
bahan penyejuk hati kala sabar seperti akan menyentuh batasnya.
Meng-hardik kenyataan tak pernah merubah
keadaan, sebab menghardik hanya memberi
asupan energy syaitan untuk semakin bergelayut dan menjauhkan diri dari Tuhan.
Mempersalahkan pilihan almarhum semasa hidupnya untuk tinggal dan mengabdi di
Tolikara atas nama kemanusiaan pun tidak-lah bijak, sebab itu sama saja
menyudutkan semua hal baik yang sudah dilakukannya. Menyambangi para
peng-khilaf yang telah menghilangkan nyawa almarhum dan kemudian
meng-ekepresikan amarahpun tak elok, karena hal itu hanya mengulangi keburukan
serupa.
Hari ini, di hari ke-40 kepergian almarhum,
keluarga besar dr. Soeko Marsetiyo menguatkan ikhlas dan kerelaan. Memaknainya
sebagai ketetapan Tuhan yang terbaik bagi almarhum lebih menentramkan dan
mendekatkan diri pada Sang Khalik. Lafal Yassin dan kalimat-kalimat toyyibah itu
benar-benar menguatkan kesabaran,ketabahan dan kerelaan yang dengan susah payah
dibangun dan disusun hingga berbuah ketegaran. Senyum ramah para pen-tahlil
disaat hadir dan berpamitan seolah berpesan untuk menjadikan kemuliaan dan
kebaikan alamarhum sebagai penguat tekad untuk bangkit dan tidak berhenti
melakukan dan menciptakan kebaikan-kebaikan baru berbekal kesempatan hidup yang
masih diberikan Tuhan.
Saatnya mencukupkan airmata dan menemukan
kekuatan untuk melangkah. Saatnya berfikir ke depan melanjutkan hidup dan sekaligus
mengukir jejak inspiratif sebagaimana yang telah ditorehkan almarhum. Saatnya
keluarga besar mempertebal keyakinan dan semangat istri dan anak-anak almarhum
untuk melanjutkan hidup berbekal semangat berbuat baik yang pernah dicontohkan.
Membangkitkan keyakinan akan kasih
sayang Tuhan yang selalu memberi jalan dari setiap kesulitan terus
diperdengarkan.
Secara kasat mata dr.Soeko Marsetiyo sudah tiada, namun semangat dan gairah
juangnya untuk kemanusiaan akan senantiasa hidup dan hadir dalam diri keluarga,
istri dan khususnya anak-anaknya. Kenangan itu mungkin tidak bisa hilang dalam
memory istri dan anak-anaknya, namun meng-hikmah lebih dipilih ketimbang
melanggengkan kekecewaan dan amarah. Dengan demikian, arah fikir bukan bernada
berontak “kok bisa begini” dan juga arah rasa bukan pada satu tanya“mengapa
harus ayahku”, tetapi menjadikan semua kebaikan dan semangat juang yang
ditauladankankan almarhum sebagai sumber energy yang tidak berkesudahan dalam
membangun jejak hidup yang baik dihadapan Tuhan dan layak dikenang karena meng-inspirasi
bagi banyak orang. Kiriman do’a pun tak akan pernah luput setiap kali mengingat
dan atau sedang berdiri atau sujut digelaran sajadah.
Alhamdulillah, ada perasaan bahagia yang amat
sangat keesokan harinya saat mendapati layar kaca TV memperlihatkan 1000-an
lebih orang pengungsi kembali ke wamena untuk melanjutkan hidupnya. Hal ini
menandaskan keadaan disana sudah kondusif dan kehidupan telah normal berjalan
kembali. Semoga tidak ada celah bagi siapapun yang ingin menorehkan jejak buruk
di Wamena, sebab damai itu menentramkan dan senyum itu meng-energi siapapun
untuk merangkai kebaikan yang sekaligus menandaskan indahnya kebersamaan dan
hidup berdampingan dikeberagaman. Saatnya anak-anak merasa merdeka kembali
untuk bermain di halaman rumah dan tumbuh dalam kenormalan dengan jejak memory
indah di Wamena. Saatnya orang tua tidak perlu lagi khawatir sehingga bisa
konsentrasi penuh membangun ekonomi keluarga demi kecerahan masa depan
anak-anaknya.
Krapyak, Semarang, 31 Oktober 2019
Salam Cinta Damai Untuk Wamena
Posting Komentar
.