“Assalamu ‘alaikum
Pak Arsyad. Saya dari mahasiswa Beasiswa Kader Surau Unsoed YBM BRI. Jadi kita
ada program kunjungan dan silaturahim tokoh. Kira2 bapak berkenan atau tidak ya
jika kita mengunjungi bapak untuk silaturahmi sekaligus minta saran, masukan,
motivasi untuk kami pnerima beasiswa dari YBM BRI ini pak”, demikian WA dari
seorang mahasiswa yang kemudian saya tahu namanya Tulus sesudah nge-klik
profile nya.
Berselang beberapa menit kemudian WA itu baru ter-respon
karena datang-nya saat saya sedang melayani tamu di kantor. Perbincangan via
chatting itu pun akhirnya menemukan kata sepakat untuk menggelar perjumpaan
tanggal 18 Oktober 2019 ba’da Isya tepatnya 19.45 Wib.Pertemuan pun berlangsung dan diawali dengan
perkenalan. 7 (tujuh) mahasiswa dari berbagai fakultas di lingkungan Kampus Unsoed Purwokerto menjelaskan sedang mengikuti program
kerjasama antara Kampus Unsoed dan YBM BRI (Yayasan Baitul Mal Bank Rakyat
Indonesia).
Tiba-tiba hadir perasaan tidak siap pada awalnya ketika disampaikan
maksud dan tujuan kehadiran mereka untuk menjalankan tugas “bertemu tokoh”. Alasan perasaan tidak siap itu sederhana
saja, karena saya merasa belum layak dikategorikan sebagai seorang tokoh.
Mungkin lebih tepat dikatakan seorang pembelajar yang masih berproses. Atas
dasar itu pula, positioning dalam
perbincangan pun di format dalam suasana santai dengan pola sharing layaknya senior dan junior. Disamping untuk memecah
kekakuan, pemilihan format ini memnjadikan suasana lebih cair dan membuat perbincangan lebih asik, hangat dan
lebih memungkinkan tertemukannya hikmah
dan ibrah yang lebih luas.

“Dalam pandangan saya, di duni ini ada
2 (dua) kelompok manusia, yaitu kelompok yang bisa diajak berfikir dan kelompok
yang harus di fikirkan. Saya berharap kalian mendeklarasikan dalam diri sendiri
sebagai kelompok pertama sehingga terbangun spirit dan gairah untuk terus
memproduksi fikiran dan tindakan inspiratif yang meng-energi orang lain
melakukan kebaikan-kebaikan baru yang mendatangkan manfaat luas”, lanjut Bung
Arsad untuk lebih menyemangati.
2 (dua) kalimat itu menjadi pemantik berlangsungnya
diskusi seputar hidup yang sesekali menyentuh sisi ke-tauhidan yang
dihubungkan dengan dinamika kehidupan horizontal. Terbangun komitmen untuk “belajar bersama”
menghadirkan kalam Tuhan dalam keseharian hidup sehingga terbangun
ketauladanan-ketauladanan kecil yang terus bertumbuh yang kian hari kian me-makna.
Ketujuh mahasiswa yang tergabung dalam “kader surau”
ini merupakan potensi keren yang sangat berpeluang memobilisasi
kebaikan-kebaikan baru berbasis ilmu pengetahuan. 2 (dua) kata “kader surau”
yang melekat pada mereka setidaknya me-refresentasikan komitmen memupuk ketaatan dan ketawaddu’an. Disisi lain. Label
mahasiswa yang tersemat menjadi penegas bahwa mereka merupakan insan-insan
berpengetahuan.

Posting Komentar
.