KETIKA SI BUNGSU MENGERTI ORANG LAIN
Jakarta 6/3/19. WA Call bunyi di HP Ku saat tengah
asik berbindang dengan seorang sahabat di Stasiun Kereta Gambir. Kulihat telepon itu dari anak keduaku. Aku izin mengangkatnya kepada
sahabatku yang sudah sengaja menyusulku ke stasiun hanya untuk bisa bertemu
sambil memanfaatkan waktu tunggu jadaual keretaku di jam 22.05 Wib. Atas izinnya
aku pu menjawab WA Call itu. “Assalamu ‘Alaikum Pah..ini adek mau ngomong”,
ujar kakak (demikian biasa kami memanggilnya di rumah). Tak lama berselang,
anak bontotku yang biasa kami panggil dengan “adek” pun mulai bicara. “ Pah..tolong
bilang sama mas Bagyo ya kalau Dek Deva sudah
sampai rumah. Tadi Dek Deva dijemput sama Pak Deddy..soalnya kasihan kalau Mas
Bagyo ke sekolah dan menunggu...tolong kasih tahu segera ya Pah”. ..”siapp..papah
akan segera kasih kabar ke Mas Bagyo kalau adek sudah sampai rumah...”,
sahutku.
Beberapa
detik kemudian, aku mengirim capture perbincanganku
dengan mas bagyo tentang pembatalan penjemputan Dek Deva karena khawatir hujan
seperti pagi tadi. Sebenarnya, pengkondisian itu sudah kulakukan sejam sebelum
adek telepon. Namun, karena aku menghormati dan mengapresiasi sikap antisipatif
dan empati-nya, ku biarkan Dek Deva melanjutkan apa yang ingin disampaikan.
Apalagi Dek Deva pasti sedang sangat lelah karena hari ini ada jam tambahan
sampai malam untuk siswa kelas VI yang sebentar lagi ujian akhir nasional.
Setidaknya, ini caraku memberinya ruang ekspresi walau harus via telephone
karena aku sedang tugas luar kota. Mama-nya pun tidak bisa menjemput seperti
biasa karena juga sedang ikut rombongan studi banding Komite Sekolah SD Al
Irsyad Al Islamiyyah 02 Purwokerto ke SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta. Atas
kondisi itu, aku pun meminta tolong Mas Bagyo untuk berkenan antar jemput Dek
Deva khusus untuk hari itu. Saat berangkat pun Dek Deva batal dianter Mas Bagyo
dan terpaksa naih grab karena pagi itu Purwokerto tengah diguyur hujan. Untuk
antisipasi kondisi serupa, aku pun meminta tolong sahabat yang juga rekan
kerjaku, Pak Deddy. Bahkan, sebenarnya aku pun sudah merepotkan Pak Deddy sejak
istriku harus berangkat ke sekolah dini hari untuk bergabung dengan rombongan
studi banding.
Mungkin
hal ini bukanlah sesuatu yang istimewa, tetapi cukup menarik perhatianku hingga
tergoda untk mendokumentasikannya dalam tulisan. Titik tekanku adalah pada “sikap
antisipatif dan empati-nya pada orang lain”.
Pilihan sikap yang dia ambil malam ini mencerminkan apresiasinya atas perkenan Mas Bagyo menjemputnya, Kekhawatirannya
bila mengecewakan Mas Bagyo pun merupakan bentuk empati dan mengerti terhadap
orang lain. Ini bisa dikategorikan sebagai bentuk kesetiakwanan. “Semoga hal ini cerminan akhlak baik dari bontotku
yang hari ini masih duduk di kelas VI”, pintaku dalam hati sebelum
melanjutkan obrolan dengan Om Pendi, Putera kelahiran Bandung yang juga Ketua koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo).
Dek
Deva memang tergolong anak yang unik. Sebagai bocah bontot tentu alam bawah
sadar seisi rumah selalu memposisikannya istimewa dan selalu disayang. Hal ini
lah yang kemudian membuatnya tak jarang bersikap manja walau sifat kelelakiannya
sering muncul dalam tindakan iseng yang selalu mengundang jengkel dan bahkan
amarah Kakak dan Mas nya. Namun, seringkali si bontot ini tiba-tiba mengeluarkan
celetukan yang mengundang gelak tawa dan bahkan sering mengagetkan seisi rumah kala mengeluarkan
statemen layaknya orang dewasa. Kadang kala Dek Deva pun mengambl ilnisiatif
atas persoalan kecil dirumah seperti membenarkan kran air yang bocor, memperbaiki
pintu yang bautnya longgar dan lain sebagainya. Dek Deva selalu memiliki
kepenasaran tinggi bila sesuatu yang ingin diperbaikinya tak kunjung menemukan
solusi. Hal ini pun terkonfirmasi dari Ustadzah-nya di sekolah dimana Dek Deva
sering berinisiatif memperbaiki perangkat kelas yang rusak atau macet. Namun,
kala bad mood nya sedang tune in, maka seketika dia pun
memerankan sebagai penguji kesabaran dan kebijaksanaan.
Itulah
Dek Deva, seorang generasi “Z” yang tentu masih labil. Namun sikap anisipatif
dan empatinya hari ini sungguh menarik perhatianku sebagai seorang ayah. Andai sikap-sikap
semacam ini menubuh dalam dirinya, setidaknya Dek Deva sudah mulai punya modal untuk
berinteraksi dengan teman, sahabat dan atau lingkungannya.
Tulisan
sederhana inipun sengaja ku tunjukkan padanya agar dia semakin faham
sikap-sikap seperti apa darinya yang inspiratif dan layak dipertahankan dan
bahkan ditumbuhkembangkan. Semoga apresiasi-apresiasi semacam ini memotivasinya untuk terus mengembangkan sikap-sikap positif dikeseharian, sebab hak ini akan
menjadi bekalnya saat sudah dewasa dan mewarnai hidupnya secara mandiri.
Semoga
bontotku ini tumbuh menjadi manusia yang komit memanusiakan lainnya serta
memiliki kebijaksanaan pada alam dan seisinya. Aaamiin Ya Robbal ‘Alamin.
Posting Komentar
.