MENILIK
KEMULIAAN GURU dan NILAI STRATEGIS SEKOLAH
(Dari Perspektif Sang
Pembelajar)
A. Prolog
Guru
adalah sebutan yang begitu mulia karena kata “guru” men-simbolkan satu
aktivitas hebat dan keren yaitu, “berbagi ilmu”. Keseharian guru selalu
disibukkan dengan ragam aktivitas yang mencerdaskan murid-muridnya melelaui
proses pemelajaran. Hebatnya lagi, disatu sisi guru men-transfer ilmu
pengetahuan kepada murid-nya dan disisi lain guru pun terus mengembangkan diri
dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta pengayaan metode demi kesuksesan muridnya menjadi insan
berkualitas.
Guru
adalah pribadi yang ditempa oleh keadaan untuk selalu siap dengan siswa/i
yang memiliki karakter beragam dan berasal dari keluarga ber-latarbelakang beragam
secara ekonomi, sosial dan budaya. Dalam kepiawaian berbalut kesabaran dan
kebijaksanaan, guru tidak pernah menyerah dan berhenti pada satu cara sampai
murid-muridnya benar-benar bisa, mengerti dan memahami semua yang diajarkan.
Bahkan, tak jarang guru memberi jam tambahan khusus bila mendapati sebagian
siswa/i nya mengalami kesulitan mengikuti pelajaran.Semua dilakukan dengan
tulus dan didorong keinganan kuat mendapati murid-muridnya tumbuh menjadi insan
berkualitas dan bermartabat.
Adalah
tidak berlebihan untuk berkesimpulan bahwa semua insan yang memiliki kemampuan
baca, tulis dan hitung (balistung) adalah
produk
para guru. Dengan kata lain, siapapun tidak akan pernah memiliki kompetensi
tanpa sentuhan seorang guru. Guru adalah kunci memasuki gerbang dinamika
kehidupan. Demikian besar peran guru sehingga mereka sangat layak disematkan “pahlawan”
walau itu pun belum sebanding dengan hal-hal hebat yang telah guru lakukan demi
kemajuan sebuah generasi.
B. Menjadi Guru adalah
tentang jiwa
Tidak
mudah berada di lingkaran siswa/i dengan karakter unik yang melekat pada diri
masing-masing. Itulah realitas keseharian
yang dijalani oleh para guru. Dengan segala kreativitas dalam menciptakan iklim
yang berpihak pada proses pemelajaran, satu per satu mata pelajaran dididikkan.
Sesekali ada murid yang tidak masuk, terkadang ada murid yang ber-ulah di kelas
dan bahkan ada pula murid yang bertingkah aneh. Bahkan, disamping harus
mengurus kelas, tidak jarang sang guru pun masih harus menghadapi complain orang tua yang kurang berkenan dengan keadaan tertentu
yang melibatkan anaknya. Namun demikian, apapun keadaannya.... “everything must go on”.
Menjadi
guru bukan-lah sekedar berangkat jam 18.30 wib dan kemudian pulang
jam 17.00 Wib. Menjadi guru juga bukan sekedar meyelesaikan tanggungjawab mengajar. Sekilas, semua itu memang terlihat sebagai bentuk
tanggungjawab profesi. Namun demikian, mencoba
memerankan guru untuk satu hari saja mungkin akan mendatangkan pemahaman
utuh dan memperoleh data valid untuk berkesimpulan bahwa betapa sulitnya menjadi
seorang guru.
Andai
disana tidak ada kesabaran guru, maka bisa jadi ulah satu orang siswa membuat
sekelas menjadi korban amarah sang guru. Andai disana tidak ada ketelatenan guru, maka dipastikan murid yang kurang mampu
akan tetap dikebelum-mampuannya. Andai berhenti di satu cara, maka pelajaran kelas
dipastikan akan sering berakhir sebelum bel pergantian mata pelajaran berbunyi.
Menjalan peran guru sungguh membutuhkan pen-jiwa-an. Pen-jiwaan-lah
yang meng-inspirasi energi kreatif dalam mencari solusi atas setiap situasi yang
mengganggu. Penjiwaan tulus pun memantik lahirnya imajinasi indah dan
optimisme tentang kecerahan masa depan segenap siswa/i-nya di mendatang.
Penjiwaan yang begitu dalam telah memantik
energi untuk selalu selalu ada untuk terus menyemangati murid mengikuti dalam mebgikuti setiap jam pelajaran.
Singkatnya,
ini bukan sekedar persoalan menggugurkan tanggungjawab atau menghabiskan jam
pelajaran lewat aktivitas transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang membangun
karakter dan akhlak sebuah generasi. Guru hanya tepat bagi mereka yang direstui
Tuhan. Artinya, guru adalah insan terpilih untuk mengerjakan hal-hal sangat
mulia berupa pengajaran dan pembentukan karakter peserta didiknya.
C. Anak guru dan kasih Sayang Allah SWT
Kalau
guru sibuk dari pagi sampai sore mendidik seluruh siswa/i, bagaimana dengan
kualitas penjagaan anak guru yang juga memerlukan perhatian?. Ini mungkin pertanyaan menggelikkan
namun layak menjadi bahan kontemplasi yang berujung semakin meningkatnya pemahaman dan keyakinan kita tentang luasnya kasih
sayang Allah SWT.
Pada
jiwa yang terjaga untuk senantiasa berbuat baik tanpa mengenal lelah, Allah SWT
pun kemudian menggenapi apa yang terlewat olehnya karena disibukkan dengan
urusan-urusan kebaikan untuk orang lain dan juga zaman. Demikianlah Allah SWT
menjaga hamba-hambanya yang istimewa, termasuk guru. Penjagaan setiap orang tua
pada anaknya hanya sesungguhnya hanya sebatas pandangan dan jangkauan
tangannya, selebihnya menjadi urusan Allah SWT dengan kekuasaannya yang tidak
terbatas.
Pada
pemaknaan yang demikian, tidak perlu lagi ada keraguan sedikitpun dalam melakukan segala sustau bernama kebaikan.
Bahkan, berbuat baik pada orang lain merupakan tiket menghadirkan kebaikan
dalam hidup. Artinya, ketika seorang mencurahkan sebagian besar waktunya dengan
segudang aktivitas men-cerdaskan anak orang lain, maka hal itu menjadi tiket putera/i guru dicerdaskan Allah
SWT. Singkatnya, berbuat baik sesungguhnya kebutuhan siapapun sebab hal tersebut
menjadi tiket hadirnya kebaikan dalam hidup.Oleh karena itu, ber-syukurlah
ketika terpilih berada diruang kebaikan yang luas, sebab hal itu menandaskan begitu
luasnya kasih sayang Allah SWT. Demikianlah keistimewaan yang dihadirkan Allah
SWT bagi kehidupan para guru.
D. Men-Soal Guru Idola
Realitas
membuktikan bahwa sebagian dari guru sangat diidolakan oleh murid, orang
tua/wali murid dan masyarakat.
Setidaknya ada 3 (tiga) ciri yang melekat pada “guru idola”, yaitu : (i)
Dicintai dan selalui dirindukan murid; (ii) dicintai orang tua murid/wali murid
; (iii) di cintai oleh masyarakat; (iv) Meng-energi orang lain untuk berbuat
kebaikan; (v) membangun percaya diri siapapun untuk berani memiliki
gagasan/mimpi dan memperjuangkan perwujudannya; (v) dsb.
Setiap
orang sesungguhnya berpeluang menjadi guru idola, sehingga tidak perlu dijadikan sebagai target sebab berpotensi
terjebak pada narsisme yang tergolong ria (baca: sombong). Di idolakan adalah
imbas
dari semua ucapan, sikap dan tindakan yang disertai penjiwaan tulus dan ikhlas.
Dengan kata lain, diidolakan adalah sebentuk respon jujur dan alamiah dari sederetan
kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain dalam berinteraksi.
E. Hakekat Sekolah
Ada
2 (dua) fungsi dasar sekolah, yaitu (i) sebagai pusat ilmu pengetahuan dan;
(ii) sebagai pusat peradaban. 2 (dua) fungsi ini telah menempatkan sekolah sebagai
institusi yang syarat dengan nilai-nilai moral. Sebagai pusat ilmu pengetahuan,
sekolah adalah tempat generasi ditempa, mulai dari ilmu pengetahuan, pembentukan
karakter, pengembangan bakat, sampai
dengan pembentukan akhlakul karimah. Disisi lain, sebagai pusat peradaban,
sekolah adalah referensi obyektif bagi masyarakat dalam men-cerna dan
men-sikapi ragam dinamika hidup kedalam pandangan bijak demi melahirkan
peradaban berkualitas.
2
(dua) nilai strategis ini pula yang menempatkan sekolah sebagai ruang ibadah
yang begitu luas. Setidaknya ada 4 (empat) ruang ibadah yang pasti terbuka dan
hadiri di keseharian sekolah :
1.
Meida transfer ilmu pengetahuan kepada seluruh
siswa/i.
2.
Media
pembentukan akhlakul karimah para
pembelajar.
3. Perserta
didik yang memiliki akhlakul karimah
sebagai hasil berproses di sekolah merupakan agen potensial
menyuarakan dan men-contohkan nilai-nilai kebaikan di lingkungan masyarakat.
4. Media
strategis meng-campaign nilai-nilai
kebaikan, baik dalam konteks menawar
realitas zaman maupun memperbaiki peradaban melalui
upaya-upaya bertahap dan berkelanjutan.
Oleh
karena itu, optimalisasi sekolah sebagai sarana ibadah yang luas perlu terus di
gelorakan. Ruang suci bernama sekolah
harus dijaga agar aura kewibawaannya berlangsung
efektif yang ditandai dengan keterbentukan generasi berkualitas dan hadirnya ragam
ketauladanan yang menjadi referensi masyarakat dalam membangun hidup yang
bermartabat.
F. Kolaborasi dan Sinergi Sebagai Kunci Efefktivitas
Men-sekolahkan
anak bukan berarti urusan pendidikan anak selesai. Untuk mencapai efektivitas,
proses pendidikan memerlukan sinergitas antara sekolah dan orang tua. Sekolah
bukanlah tempat menggugurkan tanggungjawab orang tua dalam membentuk anak yang
soleh/solehah, tetapi menjadi bagian penting dari pendidikan keseluruhan yang dimulai
dari rumah.
Untuk
itu, intensitas komunikasi antara sekolah dan orang tua mutlak dibutuhkan. Hal
ini tidak saja akan meng-efektifkan proses pemelajaran, tetapi juga meng-akselerasi
terbentuknya karakter dan akhlakul
karimah segenap siswa/i. Bagaimanapun juga, orang tua adalah pihak yang
paling mengerti tentang putera/i nya. Tersampaikannya hal-hal detail tentang
seorang anak kepada pihak sekolah akan sangat
mempermudah para guru merumuskan pola pendekatan kepada para siswa/i.
Satu
hal yang menjadi pengingat bahwa setiap orang tua berkepentingan terhadap terbentuknya anak
soleh/solehah, sebab seorang anak adalah salah satu dari 3 (tiga) yang bisa
jadi penolong saat usia di dunia dicukupkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, setiap orang tua harus
berkomitmen untuk memberi daya dukung maksimal bagi keterselenggaraan proses
pemelajaran di sekolah.
G. Nilai Strategis Komite Sekolah
Hakekat
komite sekolah adalah wadah berhimpunnya orang tua yang men-sekolahkan anaknya
pada satu sekolah. Dari sisi fungsi, Komite Sekolah memiliki 2 (dua) agenda
besar, yaitu: (i) sebagai tempat orang tua menyampaikan aspirasinya seputar
proses kegiatan pemelajaran yang diselenggarakan sekolah dan; (ii) sebagai
lembaga yang menyampaikan informasi sekolah kepada segenap orang tua.
Singkatnya, komite sekolah merupakan partner strategis sekolah dalam
mewujudkan visi besarnya sebagai lembaga pendidikan (baca: pusat ilmu
pengetahuan) dan juga pusat pengembangan peradaban.
Sebagai
tempat berhimpunnya para orang tua siswa/i, maka soliditas dan kualitas
organisasi Komite Sekolah menjadi begitu relevan dengan keterbentukan daya
dukung keberlangsungan aktivitas sekolah dalam arti luas. Sebagai satu catatan,
pada orang tua siswa/i terdapat ragam potensi yang sangat mungkin dimobilisasi dan
disinergikan satu sama lain untuk keperluan syiar Islam. Potensi-potensi itu
perlu diidentifikasi dan kemudian diberdayakan dengan pola yang terkonsep
secara komprehensif. Dalam tujuan ini, peran komite sekolah menjadi begitu
signifikan.
H. Penghujung
Hidup
adalah kesempatan membentuk rekam jejak inspiratif yang mendatangkan
kemanfaatan bagi diri sendiri dan juga orang lain. Cara men-terjemahkan hidup menjadi referensi Allah SWT dalam menempatkan seorang hamba di yaumil akhir nanti apakah menjadi
penghuni sorga atau neraka. Oleh karena
itu, marilah terus berusaha meningkatkan kapasitas dengan menjadi pribadi
pembelajar dan sekaligus memperbanyak amal baik yang dimulai dari hal-hal sederhana dan berkelanjutan.
Dengan demikian, kita akan tergolong menjadi manusia yang baik dihadapan Allah
SWT karena kemanfaatan yang nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
.