Senin, 03 Februari 2025

KEMULIAAN GURU dan NILAI STRATEGIS SEKOLAH

MENILIK KEMULIAAN GURU  dan  NILAI STRATEGIS SEKOLAH
(Dari Perspektif Sang Pembelajar)


A. Prolog
Guru adalah sebutan yang begitu mulia karena kata “guru” men-simbolkan satu aktivitas hebat dan keren yaitu, “berbagi ilmu”. Keseharian guru selalu disibukkan dengan ragam aktivitas yang mencerdaskan murid-muridnya melelaui proses pemelajaran. Hebatnya lagi, disatu sisi guru men-transfer ilmu pengetahuan kepada murid-nya dan disisi lain guru pun terus mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta pengayaan metode  demi kesuksesan muridnya menjadi insan berkualitas.

Guru adalah pribadi yang ditempa oleh keadaan untuk selalu siap dengan siswa/i yang memiliki karakter beragam dan berasal dari keluarga ber-latarbelakang beragam secara ekonomi, sosial dan budaya. Dalam kepiawaian berbalut kesabaran dan kebijaksanaan, guru tidak pernah menyerah dan berhenti pada satu cara sampai murid-muridnya benar-benar bisa, mengerti dan memahami semua yang diajarkan. Bahkan, tak jarang guru memberi jam tambahan khusus bila mendapati sebagian siswa/i nya mengalami kesulitan mengikuti pelajaran.Semua dilakukan dengan tulus dan didorong keinganan kuat mendapati murid-muridnya tumbuh menjadi insan berkualitas dan bermartabat.

Adalah tidak berlebihan untuk berkesimpulan bahwa semua insan yang memiliki kemampuan baca, tulis dan hitung  (balistung) adalah produk para guru. Dengan kata lain, siapapun tidak akan pernah memiliki kompetensi tanpa sentuhan seorang guru. Guru adalah kunci memasuki gerbang dinamika kehidupan. Demikian besar peran guru sehingga mereka sangat layak disematkan “pahlawan” walau itu pun belum sebanding dengan hal-hal hebat yang telah guru lakukan demi kemajuan sebuah generasi.  


B. Menjadi Guru adalah tentang jiwa
Tidak mudah berada di lingkaran siswa/i dengan karakter unik yang melekat pada diri masing-masing.  Itulah realitas keseharian yang dijalani oleh para guru. Dengan segala kreativitas dalam menciptakan iklim yang berpihak pada proses pemelajaran, satu per satu mata pelajaran dididikkan. Sesekali ada murid yang tidak masuk, terkadang ada murid yang ber-ulah di kelas dan bahkan ada pula murid yang bertingkah aneh. Bahkan, disamping harus mengurus kelas,  tidak jarang sang  guru pun masih harus menghadapi complain orang tua  yang kurang berkenan dengan keadaan tertentu yang melibatkan anaknya. Namun demikian, apapun keadaannya.... “everything must go on”.

Menjadi guru bukan-lah sekedar berangkat  jam 18.30 wib dan kemudian pulang jam 17.00 Wib. Menjadi guru juga bukan sekedar meyelesaikan tanggungjawab mengajar.  Sekilas, semua itu memang terlihat sebagai bentuk tanggungjawab profesi.  Namun demikian, mencoba memerankan guru untuk satu hari saja mungkin akan mendatangkan pemahaman utuh dan memperoleh data valid  untuk berkesimpulan bahwa betapa sulitnya menjadi seorang guru.

Andai disana tidak ada kesabaran guru, maka bisa jadi ulah satu orang siswa membuat sekelas menjadi korban amarah sang guru. Andai disana tidak ada ketelatenan  guru, maka dipastikan murid yang kurang mampu akan tetap dikebelum-mampuannya. Andai berhenti di satu cara, maka pelajaran kelas dipastikan akan sering berakhir sebelum bel pergantian mata pelajaran berbunyi. Menjalan peran guru sungguh membutuhkan pen-jiwa-an. Pen-jiwaan-lah yang meng-inspirasi energi kreatif dalam mencari solusi atas setiap situasi yang mengganggu. Penjiwaan tulus pun memantik lahirnya imajinasi indah dan optimisme tentang kecerahan masa depan segenap siswa/i-nya di mendatang. Penjiwaan  yang begitu dalam telah memantik energi untuk selalu selalu ada untuk terus menyemangati  murid mengikuti dalam mebgikuti setiap jam pelajaran.    

Singkatnya, ini bukan sekedar persoalan menggugurkan tanggungjawab atau menghabiskan jam pelajaran lewat aktivitas transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang membangun karakter dan akhlak sebuah generasi. Guru hanya tepat bagi mereka yang direstui Tuhan. Artinya, guru adalah insan terpilih untuk mengerjakan hal-hal sangat mulia berupa pengajaran dan pembentukan karakter peserta didiknya.


C. Anak guru dan kasih Sayang Allah SWT
Kalau guru sibuk dari pagi sampai sore mendidik seluruh siswa/i, bagaimana dengan kualitas penjagaan anak guru yang juga memerlukan perhatian?. Ini mungkin pertanyaan menggelikkan namun layak menjadi bahan kontemplasi yang berujung semakin meningkatnya  pemahaman dan keyakinan kita tentang luasnya kasih sayang Allah SWT.   

Pada jiwa yang terjaga untuk senantiasa berbuat baik tanpa mengenal lelah, Allah SWT pun kemudian menggenapi apa yang terlewat olehnya karena disibukkan dengan urusan-urusan kebaikan untuk orang lain dan juga zaman. Demikianlah Allah SWT menjaga hamba-hambanya yang istimewa, termasuk guru. Penjagaan setiap orang tua pada anaknya hanya sesungguhnya hanya sebatas pandangan dan jangkauan tangannya, selebihnya menjadi urusan Allah SWT dengan kekuasaannya yang tidak terbatas.

Pada pemaknaan yang demikian, tidak perlu lagi ada keraguan sedikitpun  dalam melakukan segala sustau bernama kebaikan. Bahkan, berbuat baik pada orang lain merupakan tiket menghadirkan kebaikan dalam hidup. Artinya, ketika seorang mencurahkan sebagian besar waktunya dengan segudang aktivitas men-cerdaskan anak orang lain, maka hal itu  menjadi tiket putera/i guru dicerdaskan Allah SWT. Singkatnya, berbuat baik sesungguhnya kebutuhan siapapun sebab hal tersebut menjadi tiket hadirnya kebaikan dalam hidup.Oleh karena itu, ber-syukurlah ketika terpilih berada diruang kebaikan yang luas, sebab hal itu menandaskan begitu luasnya kasih sayang Allah SWT.  Demikianlah keistimewaan yang dihadirkan Allah SWT bagi kehidupan para guru.


D. Men-Soal Guru Idola
Realitas membuktikan bahwa sebagian dari guru sangat diidolakan oleh murid, orang tua/wali murid dan masyarakat.  Setidaknya ada 3 (tiga) ciri yang melekat pada “guru idola”, yaitu : (i) Dicintai dan selalui dirindukan murid; (ii) dicintai orang tua murid/wali murid ; (iii) di cintai oleh masyarakat; (iv) Meng-energi orang lain untuk berbuat kebaikan; (v) membangun percaya diri siapapun untuk berani memiliki gagasan/mimpi dan memperjuangkan perwujudannya; (v) dsb.

Setiap orang sesungguhnya berpeluang menjadi guru idola, sehingga tidak perlu dijadikan sebagai target sebab berpotensi terjebak pada narsisme yang tergolong ria (baca: sombong). Di idolakan adalah imbas dari semua ucapan, sikap dan tindakan yang disertai penjiwaan tulus dan ikhlas. Dengan kata lain, diidolakan adalah sebentuk respon jujur dan alamiah dari sederetan kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain dalam berinteraksi. 


E. Hakekat Sekolah
Ada 2 (dua) fungsi dasar sekolah, yaitu (i) sebagai pusat ilmu pengetahuan dan; (ii) sebagai pusat peradaban. 2 (dua) fungsi ini telah menempatkan sekolah sebagai institusi yang syarat dengan nilai-nilai moral. Sebagai pusat ilmu pengetahuan, sekolah adalah tempat generasi ditempa, mulai dari ilmu pengetahuan, pembentukan karakter, pengembangan bakat,  sampai dengan pembentukan akhlakul karimah. Disisi lain, sebagai pusat peradaban, sekolah adalah referensi obyektif bagi masyarakat dalam men-cerna dan men-sikapi ragam dinamika hidup kedalam pandangan bijak demi melahirkan peradaban berkualitas. 

2 (dua) nilai strategis ini pula yang menempatkan sekolah sebagai ruang ibadah yang begitu luas. Setidaknya ada 4 (empat) ruang ibadah yang pasti terbuka dan hadiri di keseharian sekolah :
1.   Meida  transfer ilmu pengetahuan kepada seluruh siswa/i.
2.   Media pembentukan akhlakul karimah para pembelajar.
3. Perserta didik yang memiliki akhlakul karimah sebagai hasil berproses di sekolah merupakan agen potensial menyuarakan dan men-contohkan nilai-nilai kebaikan di lingkungan masyarakat.
4. Media strategis meng-campaign nilai-nilai kebaikan, baik dalam konteks menawar realitas zaman maupun memperbaiki peradaban melalui upaya-upaya bertahap dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, optimalisasi sekolah sebagai sarana ibadah yang luas perlu terus di gelorakan. Ruang suci bernama sekolah harus dijaga agar aura kewibawaannya berlangsung efektif yang ditandai dengan keterbentukan generasi berkualitas dan hadirnya ragam ketauladanan yang menjadi referensi masyarakat dalam membangun hidup yang bermartabat.


F. Kolaborasi dan Sinergi Sebagai Kunci Efefktivitas
Men-sekolahkan anak bukan berarti urusan pendidikan anak selesai. Untuk mencapai efektivitas, proses pendidikan memerlukan sinergitas antara sekolah dan orang tua. Sekolah bukanlah tempat menggugurkan tanggungjawab orang tua dalam membentuk anak yang soleh/solehah, tetapi menjadi bagian penting dari pendidikan keseluruhan yang dimulai dari rumah.

Untuk itu, intensitas komunikasi antara sekolah dan orang tua mutlak dibutuhkan. Hal ini tidak saja akan meng-efektifkan proses pemelajaran, tetapi juga meng-akselerasi terbentuknya karakter dan akhlakul karimah segenap siswa/i. Bagaimanapun juga, orang tua adalah pihak yang paling mengerti tentang putera/i nya. Tersampaikannya hal-hal detail tentang seorang anak kepada pihak sekolah akan sangat  mempermudah para guru merumuskan pola pendekatan kepada para siswa/i.

Satu hal yang menjadi pengingat bahwa setiap orang tua  berkepentingan terhadap terbentuknya anak soleh/solehah, sebab seorang anak adalah salah satu dari 3 (tiga) yang bisa jadi penolong saat usia di dunia dicukupkan oleh Allah  SWT. Oleh karena itu, setiap orang tua harus berkomitmen untuk memberi daya dukung maksimal bagi keterselenggaraan proses pemelajaran di sekolah.


G. Nilai Strategis Komite Sekolah
Hakekat komite sekolah adalah wadah berhimpunnya orang tua yang men-sekolahkan anaknya pada satu sekolah. Dari sisi fungsi, Komite Sekolah memiliki 2 (dua) agenda besar, yaitu: (i) sebagai tempat orang tua menyampaikan aspirasinya seputar proses kegiatan pemelajaran yang diselenggarakan sekolah dan; (ii) sebagai lembaga yang menyampaikan informasi sekolah kepada segenap orang tua. Singkatnya, komite sekolah merupakan partner strategis sekolah dalam mewujudkan visi besarnya sebagai lembaga pendidikan (baca: pusat ilmu pengetahuan) dan juga pusat pengembangan peradaban.

Sebagai tempat berhimpunnya para orang tua siswa/i, maka soliditas dan kualitas organisasi Komite Sekolah menjadi begitu relevan dengan keterbentukan daya dukung keberlangsungan aktivitas sekolah dalam arti luas. Sebagai satu catatan, pada orang tua siswa/i terdapat ragam potensi yang sangat mungkin dimobilisasi dan disinergikan satu sama lain untuk keperluan syiar Islam. Potensi-potensi itu perlu diidentifikasi dan kemudian diberdayakan dengan pola yang terkonsep secara komprehensif. Dalam tujuan ini, peran komite sekolah menjadi begitu signifikan.  


H. Penghujung
Hidup adalah kesempatan membentuk rekam jejak inspiratif yang mendatangkan kemanfaatan bagi diri sendiri dan juga orang lain.  Cara men-terjemahkan hidup menjadi referensi  Allah SWT dalam menempatkan seorang hamba di yaumil akhir nanti apakah menjadi penghuni sorga atau neraka.  Oleh karena itu, marilah terus berusaha meningkatkan kapasitas dengan menjadi pribadi pembelajar dan sekaligus memperbanyak amal baik  yang dimulai dari hal-hal sederhana dan berkelanjutan. Dengan demikian, kita akan tergolong menjadi manusia yang baik dihadapan Allah SWT karena kemanfaatan yang nyata.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.