Memantik Rezeki Lewat Rancangan Pengeluaran Permanen

Suara puji-pujian mengalun keras saat kami memarkirkan kendaaran yang tak jauh dari Mesjid Ponpes ini, tepatnya di Desa Langgongsari, Grumbul Bulakan, Kec.Cilongok, Kab. Banyumas. Dari dalam kendaraan, kami bisa melihat dengan jelas bagaimana para santri dan santriwati muda berbaris rapi ber shaf-shaf mengalunkan kalimat serupa dalam alunan nada yang begitu mendamaikan di telinga. Suasana kebathinan pun berada di kenyamanan seketika. Kebetulan suhu udaranya juga tidak terlalu dingin walau musim kemarau sudah mulai sejak beberapa minggu lalu, sehingga berada diluar terasa hangat. Serasa sedang berada di alam yang benar-benar berbeda. Mungkin kunjungan kali ini lebih tepat didefenisikan sebagai wisata rohani atau spiritual refreshing.
Setelah beberapa saat berdiri diluar, Herry mengajak penulis masuk ke sebuah rumah yang kemudian saya ketahui ternyata rumah tinggal Sang Pemimpin Ponpes. Tampak sekali sahabat satu ini begitu familiar dengan Ponpes ini, mengucapkan salam dan langsung masuk walau sang kyai masih berada di mesjid. Saya pun mengikuti jejaknya setelah Herry menjelaskan kebiasaan dia dan temen2nya sesama anggota kelompok pencari Tuhan kalau berkunjung kemari. Mereka terbiasa masuk saja dan langsung duduk di kursi yang tersedia walau salam belum berjawab.
Sambil menunggu Sang Kyai selesai dari mesjid, Herry yang memang sudah tahu banyak seluk beluk Ponpes ini menceritakan sekilas tentang sejarah ponpes ini. "Perintisan Ponpes ini ternyata dimulai Tahun 1987 oleh Kyai Syamsul Ma'arif. Setelah Sang Perintis meninggal dunia, pengelolaan ponpes diserahkan kepada anak barebnya yang bernama Ustadz Abror, tepatnya tahun 1995. Dalam usia yang relatif masih mudah, Ustadz Abror mulai berfikir untuk mengemban amanah dari sang ayah tercinta. Pada awalnya, tak mudah bagi seorang Ustadz Abror. Disamping sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, Ustadz Abror juga harus memikirkan kelangsungan ponpes. Berdagang menjadi pilihan cara yang diambil saat itu. Ketekunan, keuletan, kesabaran dan keyakinan akan keberpihakan Allah membimbing Ustadz Abror untuk tabah melalui segala rintangan yang mewarnai perjalanan ponpes ini".
Dari tempatku duduk, aku menyaksikan bagaimana para santri tertib keluar dari masjid menuju poskonya masing-masing. Tak lama sesudahnya, Sang Kyai pun datang dan menyambangi dengan permulaan salam. "Alaikum salam Warahmatullahi Wabarokatuh", serentak jawab kami. Perbincangan pun mengalir santai mulai dari seputar pesantren sampai dengan obrolan ringan tentang keterjebakan beberapa kyai dalam pengkultusan.
Tak bisa ku sembunyikan kekagumanku terhadap apa yang kusaksikan. 500-an santri yang berasal dari kaum dhuafa, yatim dan piatu bermukim disini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana Sang Ustadz menghidupi keseharian segenap penghuni ponpes ini. "it's a amazing", mungkin kalimat itu yang tepat mewakili kekagumanku. Mengurus 500-an santri bukanlah perkara mudah. Saya tak tahu kesabaran dan kebijaksanaan apa yang dititipkan Allah pada Ustadz ini. Padahal, usianya baru memasuki 40 tahun.
Bersama adik kandungnya dan beberapa staff pengajar lainnya, kegiatan pendidikan setingkat MTs terselenggara secara reguler di ponpes ini. Bahkan, saat ini ponpes sedang membangun gedung yang rencananya untuk menyelenggarakan pendidikan tingkat Aliyah (setara SLTA). Saat ini, ponpes baru menyelenggarakan tingkat Tsanawiyah (setara SLTP). sementara anak-anak usia dibawah 12 tahun bersekolah di SD negeri yang letaknya tidak terlalu jauh dari pondok.
Semua dari Allah SWT, begitu singkat cerita tentang kepasrahan Sang Ustdz dalam memperjuangkan nasib 500-an penghuni ponpes. Suatu waktu beberapa tahun lalu, beliau menolak sebuah program bantuan sebuah institusi dengan alasan prinsip. Ragam keajaiban mewarnai perjalanan pondok ini. Terkadang tiba-tiba saja ada yang mengantarkan beras saat stok benar-benar habis. Tak jarang pula beberapa hamba Tuhan yang memberi uang secara rutin untuk menunjang keberlangsungan ponpes. Satu hal yang menjadi prinsip beliau adalah "tidak akan meminta sumbangan" kepada siapapun dalam bentuk apapun. Beliau hanya mau menerima sumbangan atau sedekah bila beliau memiliki kayakinan yang cukup bahwa sang pemberi melakukannya karena Allah SWT. Beliau tidak ingin para hamba Tuhan yang datang memberi karena niat yang salah, sebab hal ini dikahawatirkan akan menimbulkan permasalahan atau semacam kerikil di keseharian ponpes. Beliau meyakini bahwa Allah SWT maha penyayang dan setiap anak yang dititipkan ke pesantren ini pasti membawa rezeki nya sendiri. Hal inilah yang membuat Ustadz Abror tidak pernah merasa takut tentang hari esok. Beliau meyakini Allah mengalirkan rezki dari ribuan arah dan para santri tidak akan pernah kelaparan. Sebuah keyakinan yang memerlukan ketauhidan yang dalam.
Teringat saran seorang sahabat (cq.Suroto) di saat
perjalanan kereta Purwokerto-Jakarta. Beliau menyarankan; “jangan memikirkan tentang
pendapatan, tetapi rancanglah pengeluaran-pengeluaran baik dan bijaksana”.
Waktu itu saya terpancing bertanya nalar
nalar sara aneh itu. Kemudian beliau mengatakan dengan rancangan
pengeluaran yang baik, maka secara alamiah fikiran akan terpacu kreatif dan
energi otomatis berlipat demi keterpenuhan pengeluaran-pengeluaran baik yang
direncanakan. Penjelasan ini sungguh bertabrakan dengan nalar pada umumnya,
tetapi kalau diresapi secara bijaksana, maka akan terbentuk sebuah keberpihakan
atas kalimat bijak itu. Disamping itu, pendefenisian pengeluaran baik identik dengan pembahasaan keinginan pada
alam bawah sadar, pada alam dan juga sebagai bentuk permohonan terhadap Tuhan.
Kalau demikian adanya, adalah sebuah kerugian pribadi-pribadi yang hanya
mementingkan dirinya sendiri sehingga menedefenisikan pengelurannya sebatas kebutuhan
dirinya saja. Berbeda ketika didalam perencanaan pengeluaran baik itu terdapat
ragam kepedulian, maka potensi tambahan do’a dari orang diluar diri kita akan
mempertinggi peluang untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas rezeki
seseorang.
Kalau paragraf diatas penggiringan perubahan mindset tentang
pengeluaran dan pendapatan, maka apa yang dilakukan oleh Ustadz Abror mungkin
adalah contoh radikal, sebab setiap penambahan satu santri identik
pendefenisian pengeluaran baik yang bersifat tetap alias permanen sepanjang
santri tersebut menjadi bagian dari barisan ponpes. Dengan demikian, keputusan
yang dilakukan Sang Ustadz mendefenisikan “pengeluaran yang baik” tanpa melalui
tahapan uji coba yang memberi peluang untuk merevisi keputusan diberikutnya. Mungkin,
hal ini hanya bisa difahami dari sisi ketauhidan yang kuat. Pendefenisian ini
bukan berarti hilangnya peluang mencoba hal sama bagi setiap orang yang ingin
menduplikasikan kegilaan vertikal Ustadz Abror. Fakta atas stabilnya iklim
ponpes dan tetep terselenggaranya kegiatan rutin proses belajar mengajar
menandaskan bahwa semua baik-baik saja. Artinya, keyakinan kuat dan keberanian mendefenisikan
pengeluaran-pengeluaran baik nan permanen telah menjadi satu kebenaran baru
tentang bagaimana rezeki melimpahi seseorang. Kalau demikian, bukankah kerugian
besar bagi mereka yang belum meyakininya.
Sekelumit Tentang Hadirnya Berbagai Karomah
Keimanan yang kuat dan keyakinan terjaga atas ragam keberpihakan
telah menyatu pada alam dalam setiap upaya Ustadz Abror mengoptimalkan energi,
fikiran dan bakat yang dititipkan Tuhan untuk kemakmuran Ponpes Nurul Huda. Saat saya menelisik tentang muasal
keberadaan satu mobil box yang terparkir , ternyata itu adalah pemberian
seorang hamba Allah yang tergerak menyumbangkan sebuah mobil untuk mendukung
operasional ponpes. Kisah serupa juga atas hadirnya sebuah mobil ambulace yang
bisa dimanfaatkan siapa saja (baca: segenap masyarakat) yang membutuhkan. Suatu
ketika Sang Ustadz kedatangan seorang tamu yang kemudian membelikan lahan untuk
pembangunan sekolah di ponpes dan bahkan berikut denganpembangunan gedungnya.
Uniknya lagi, tamu ini tidak mau dipublikasikan karena khawatir akan muncul ria
sehingga sodaqoh yang beliau lakukan sia-sia di hadapan Allah SWT. Beberapa
kisah bernuansa karomah semacam itu selalu berulang dan mewarnai hari-hari
ponpes Nurul Huda. Pertanyaan menarik adalah hal apa yang membuat insan-insan
Tuhan itu merelakan sebagian hartanya guna untuk menstabilkan dan atau
menumbuhkembangkan ponpes tersebut. Dari sisi ponpes, kala niat itu terbangun didalam
diri mereka mengapa pula ponpes Nurul Huda menjadi tempat yang mereka tuju?.
Siapakah yang memperdengarkan tentang keberadaan Ponpes Nurul Huda pada
mereka?. Banyak pelajaran untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak
hikmah yang akan diperoleh ketika mata hati dan keimanan dilibatkan
meng-intrepretasikannya.
Apakah ponpes ini akan tetap berlangsung?. Melihat
keterjagaan semangat,keterpeliharaan keyakinan atas keberpihakan dan kepasrahan
Sang Ustadz, maka dengan keyakinan 1000% layak untuk berkesimpulan bahwa Ponpes
itu akan terus tumbuh dan berkembang.
Dari sudut mana kemudian rezeki itu akan mengalir ke ponpes?. Wallahu A’lam dan biarlah itu
menjadi rahasia Allah SWT. Bisa saja rezeki para dhuafa, yatim dan piatu yang
bermukim di ponpes itu dititipkan Allah melalui anda. Andai itu benar adanya,
bukankah sebuah kerugian besar kalau anda tidak pernah menyadarinya?. Bahkan, bisa
pula rezeki itu berawal dari kepedulian anda menyuarakan tentang peluang
kebaikan yang luas di popes tersebut kepada orang-orang disekitar anda.
Jadi, siapapun sesungguhnya memiliki peluang sama untuk memanfaatkan
keberadaan ponpes ini sebagai media perbaikan kualitas keimanan dan akhlak. Mereka tidak akan pernah meminta kepadamu, sebab hanya pada Allah lah tempat meminta dan bekeluh kesah.
Andai sekali saja memikirkan mereka makan dengan lauk apa saat anda asik melahap menu berselera di sebuah meja makan, mungkin akan meginspirasi tambahan kebijakan tentang hidup....akan KAH?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
.