BELAJAR BERSAMA TENTANG KEWIRAUSAHAAN
“BERAWAL DARI SIAPA”
A. Pendahuluan
Negara sangat berharap pada pertumbuhan
dan perkembangan wirausahawan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Multiplier
effect dari tumbuh kembangnya kewirausahaan menjadi alasan logis
mengapa kemudian negara sangat concern mendorong hal ini. Disamping
terbentuknya insan-insan mandiri (baca: menjadi beban bagi orang lain),
kewirausahaan juga berpotensi menciptakan lapangan kerja sehingga meminimalisir
angka pengangguran yang sering ditengarai sebagai muasal timbulnya persoalan-persoalan
sosial. Secara makro, tumbuh kembangnya wirausahawan juga berpengaruh signifikan
terhadap jalannya roda ekonomi, disamping adanya potensi tambahan pemasukan
negara dan daerah dari aspek pajak maupun retribusi.
Untuk maksud dan tujuan itu, perlu
dimobilisasi serangkaian upaya komprehensif sehingga terbentuk satu gairah atau
keinginan untuk terjun ke dunia wirausahawan. Ragam stimulan perlu didorong
untuk merubah pradigma masyarakat yang sampai detik ini masih melihat “mencari
pekerjaan” sebagai pilihan utama. Apresiasi rendah masyarakat semacam
ini telah menjadi bagian dari faktor penghalang berkembangnya
inisiatif-inisiatif untuk menekuni
wirausahawan. Budaya instan (ingin segera menghasilkan sesuatu secara cepat),
rendahnya daya juang dan sempitnya visi tentang sebuah masa depan, adalah
faktor-faktor lainnya yang semakin melemahkan semangat untuk menjadi seorang
wirausahawan yang mau berproses dari bawah.
Oleh karena itu, pola
pengkampanyean wirausaha perlu pengemasan brilian sehingga efektif dalam meng-eliminasi semua
faktor penghalang dan sekaligus terbangunnya persepsi bahwa berwirausaha adalah pilihan yang mulia
dan patut diacungi jempol. Heroisme (semangat kepahlawanan)
juga harus dijadikan landasan yang di doktrin secara massif . Dengan demikian
wirausahawan tidak hanya difahami sebatas membentuk kemandirian ekonomi pribadi
saja, tetapi juga berjasa besar dalam menciptakan kehidupan bagi orang lain dan
berkontribusi nyata dalam pembangunan nasional. Pengawalan yang konsisten perlu
dilakukan sebagai upaya menjaga efektivitas setiap stimulan yang dilakukan.
Pola-pola pembinaan perlu membangun kesadaran bahwa yang menjadi sasaran adalah
keterbentukan kemandirian dan bukan menciptakan ketergantungan tak
berkesudahan. Bila hal ini terjadi, maka semua langkah-langkah pendekatan
menjadi tidak efektif dan juga tidak mampu menghasilkan out put yang diharapkan.
B. Sekejap Menela’ah “Istilah dan
gambaran” wirausaha
Secara praktis, wirausaha (wira= mandiri
dan usaha: upaya) adalah upaya membentuk kemandirian pribadi dan memperluas
kebermaknaan diri melalui penciptaan nilai manfaat lewat kreasi-kreasi positif.
Karakter kemandirian semacam ini biasanya menginspirasi gairah untuk
menciptakan sesuatu, baik menambah nilai manfaat yang sudah ada maupun
menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan belum terfikirkan oleh orang
lain. Atas dasar itu, wirausaha lebih tepat dikatakan dunia kreatif karena
selalu berupaya menumbuhkembangkan ide-ide baru. Sementara itu, dalam banyak
referensi, wirausaha sering dikaitkan dengan persoalan sikap dan mental. Hal ini bisa difahami mengingat bahwa
dalam memulai, menjalankan dan atas hasil akhirnya memerlukan mentalitas (baca:
keberanian), sebab dalam setiap keberanian yang diambil mengandung unsur
resiko. Oleh karena itu, ada pepatah bijak mengakatakan “kalau takut jangan berani-berani
dan kalau berani jangan takut-takut”.
Hal ini menggambarkan bahwa dunia wirausaha memerlukan keberanian dan
konsistensi komitmen untuk terus bergerak sampai apa yang dicita-citakan
mewujud. Ketika memasuki dunia wirausaha, maka apapun dinamika yang datang
harus dihadapi dengan tenang dan selalu optimis. Ragam hambatan dan rintangan
tidak boleh menyurutkan semangat, tetapi harus dimaknai sebagai tantangan yang
harus diselesaikan.
C. Menilik Ke-Gila-an Dunia
Wirausaha
Banyak pelaku usaha maupun yang
sudah berbalik arah sepakat berkesimpulan bahwa dunia wirausaha itu dunia yang
hanya layak dimasukin oleh orang-orang gila (dalam arti positif). Kesimpulan
ini tidak terlalu berlebihan mengingat bahwa dunia wurausaha penuh
ketidakpastian dan satu-satunya HAL PASTI dalam dunia usaha adalah ketidakpastian itu
sendiri. Sebagai contoh, siapakah yang bisa memastikan omzet yang akan
didapat ketika hari ini memutuskan berinvestasi dalam usaha restoran?. Siapakah
yang bisa menjamin bahwa usaha yang saat ini berjalan lancar akan tetap eksis
di kemudian hari. Kita bisa lihat bisnis
sablon dengan cara manual terpinggirkan oleh kemajuan teknologi. Kita juga
masih ingat bagaimana dulu wartel menjadi bisnis idola, saat ini sulit sekali
mendapati wartel semenjak berkembang pesatnya HP (Hand Phone).
Hidup dan kebutuhan hidup terus
berlanjut dan pembiasaan diri dalam ketidakpastian memerlukan keyakinan tinggi sehingga bisa
enjoy (menikmati) atas dinamika apapun yang mewarnai perjalanan wirausaha. Memupuk
keyakinan tentang hari esok yang indah walau belum terlihat harus dilakukan
oleh para wirausahawan. “Selalu ada harapan ketika mau berusaha”,
kalimat-kalimat semacam ini harus terus
ditanamkan sebab sangat efektif dalam memelihara sikap optimis.
D. “Keterpaksaan” atau “Pilihan”
Mereferensi pada 2 (dua) sub
bahasan sebelumnya, berwirausaha itu
memerlukan penjiwaan (soul) sehingga termantik mejadi pribadi
yang sabar,tangguh dan ulet dalam menekuni dunia kewirausahaan. Fakta lapangan menunjukkan
banyak wirausahawan yang memilih berhenti dan berbalik arah dalam kurun waktu
yang tidak terlalu lama bila dihitung sejak pertama kali terjun ke dunia wirausaha.
Mereka begitu mudah patah arang dan kehilangan kesabaran dalam menata usaha
yang dijalankan. Hal ini biasanya dialami oleh para wirausahan yang terjun
lebih dikarenakan keterpaksaan keadaan
setelah lelah dalam perburuan kesempatan kerja, sehingga selalu berharap
hal-hal instan.
Hal berbeda didapati pada orang-orang yang menjadikan “berwirausaha” sebagai pilihan
terbaik dan keputusan itu diambil dalam keadaan sadar atas ragam peluang dan
memiliki kesiapan atas segala resiko yang mungkin muncul. Semangat dan
keyakinan keterwujudan mimpi akan membuat mereka lebih sabar berproses. Mereka
menyadari bahwa sesuatu yang besar berawal dari kecil. Oleh karena itu, tidak
mengherankan kalau mereka tidak mempersoalkan ketika harus memulai dari hal
sederhana atau kecil sekalipun. Mereka menyadari bahwa semua membutuhkan proses
dan berpandangan bahwa keberhasilan adalah hadiah yang pantas dari akumulasi keuletan,
kesungguhan dan ketabahan.
Satu hal yang menjadi catatan, sikap
dan mental semacam ini tidak dapat diperoleh pada mereka yang tidak bisa menjiwai
atau tidak menemukan feel dari dinamika dan perjalanan sebuah
wirausaha. Oleh karena itu, sekedar menyarankan kepada siapapun yang mau
memasuki dunia wirausaha, hendaklah memasukinya bukan karena terpaksa atau ketiadaan
pilihan, tetapi atas dasar keyakinan dan kesadaran atas segala resiko yang
mungkin mengikutinya. Hal ini perlu ditandaskan agar kesiapan mental sudah
dipupuk sejak awal.
E. Memulai Wirausaha
Semua berawal dari mimpi,
kalimat ini sering dikatakan orang-orang yang meraih sukses dalam bisnis. Mimpi
adalah sumber semangat untuk bergerak. Mimpi adalah sumber energi untuk terus
melangkah. Mimpi adalah imajinasi indah yang bernilai magis yang mendatangkan
keyakinan tersendiri dan menyebabkan tidak
pernah menyerah. Mimpi adalah harapan yang menggiring keterlahiran
keberanian untuk melakukan sesuatu. Mimpi pula yang membuat orang siap dengan
segala resiko yang mungkin mewarnai perjalanannya. Oleh karena itu, mulailah
dengan “bermimpi”. Bangun lah mimpi yang meng-energi dan selalu
menyemangati hari-hari anda. Selanjutnya, mimpi tanpa aksi hanya akan menjadi
“khayalan” saja. Oleh karena itu, mulailah segera dan jangan menunggu atau
terlalu banyak pertimbangan. Bangun fikiran positif dan sikap optimis dan yakini
bahwa Tuhan berpihak pada setiap langkah yang berlandaskan niat baik dan
diwujudkan dengan cara-cara yang disukai-Nya.
Berbicara tentang aksi
alias tindakan dalam wirausaha, mulailah dari kata “siapa” dan bukan dari kata “apa”. Hal ini menandaskan bahwa aksi
wirausaha sesungguhnya adalah melayani. Mungkinkah sang pelanggan memberikan
respon positif dan apresiasi ketika anda menyuguhkan sesuatu yang tidak dia
butuhkan?. Kalaupun iya, pasti itu semata-mata
karena belas kasihan. Terlalu buruk berharap tumbuh dan berkembang dari
akumulasi belas kasihan dan hal itu sangat jauh dari semangat kemandirian yang
menjadi tagline perjuangan seorang wirausahawan. Sebagai contoh,
mungkinkah calon konsumen berusia 65 tahun akan merespon positif saat anda
menawarkan pakaian anak remaja dengan model terkini sekalipun?. Mungkinkah
calon konsumen yang kesehariannya menggunakan jilbab merespon positif saat anda
tawarkan pakaian mini?. Oleh karena itu, aksi pertama yang dilakukan adalah
merumuskan target market (target pelanggan). Selanjutnya, identifikasi apa-apa
yang sekiranya menjadi kebutuhannya, kemudian jadikan hal itu sebagai dasar
anda merumuskan “apa” yang akan anda tawarkan.
Fakta lapangan menunjukkan
kegagalan berawal dari kesalahan pemilihan tahapan dalam memulai. Lihatlah
berapa toko yang tutup karena sepi konsumen. Demikian juga dalam bidang
produksi/industri khususnya di lingkungan industri kecil banyak yang sukses
memproduksi tetapi kebingungan dalam memasarkannya. Hal-hal semacam ini berawal
dari tidak dirumuskannya target konsumen dan terlalu memaksakan menawarkan apa
yang dipunyai dan bukan apa yang dibutuhkan.
F. Paradigma Keliru Tentang Berwirausaha
Banyak orang yang enggan memasuki
dunia wirausaha karena alasan klasik, yaitu “uang”. Oleh karena itu, tidak
mengherankan kalau kemudian muncul pengusaha-pengusaha dadakan kalau mendengar
ada potensi bantuan modal atau pinjaman lunak. Mindset semacam ini kurang
tepat, sebab modal terpenting dari berwirausaha itu adalah keyakinan,
semangat dan mentalitas produktif. Sementara itu, “uang” berposisi sebagai
faktor pembantu dan bukan utama. Sebagai contoh sederhana, anda bisa berjualan
dari sebuah toko pakaian dengan memerankan diri sebagai free lance dan kemudian mendapatkan komisi dari penjualan yang bisa
anda lakukan. Contoh ini menandaskan bahwa berwirausaha itu persoalan kemauan
dan bukan tentang ketidakmampuan. Seorang wirausahawan tangguh tidak akan pernah mengedepankan
kekurangan, tetapi mengoptimalkan segala sumber daya yang mungkin digerakkan. Fakta
menunjukkan bahwa banyak orang punya uang tetapi tidak punya ide dan sebaliknya banyak
yang punya ide tetapi tidak punya uang. Pertanyaannya adalah akankah
tercipta nilai tambah bila mereka berdiri sendiri-sendiri?. Nilai tambah hanya
tercipta bila mereka berkolaborasi satu sama lain dalam judul “kemitraan
mutualisme”. Kalau kolaborasi adalah cara yang anda pilih , 2 (dua) hal penting
yang menjadi kata kunci, yaitu “kepercayaan” dan “kecerdasan berbagi” dan
selanjutnya dijelaskan secara singkat berikut ini :
a.
Kepercayaan. Kepercayaan lahir dari rekam
jejak akumulasi kebaikan atau capaian. Oleh karena itu, jadilah wirausahawan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan komitmen. Tidak ada akhir yang
bahagia dan tenang bagi pengusaha yang memasukkan hal-hal tidak baik dalam
perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, targetkan kepuasan pelanggan dan
posisikan laba adalah imbas. Sebab bisa dipastikan tidak
ada pelanggan yang akan kembali lagi bila sudah merasa tertipu dengan apa yang
anda tawarkan. Semua butuh proses dan pada akhirnya kepercayaan akan membuat
usaha anda tetap eksis dan terus berkembang. Inilah yang disebut branding yang terbentuk dari akumulasi konsistensi
dalam membahagiakan konsumen. Oleh karena itu, jadikan “kepercayaan” sebagai
tiket anda untuk dipercaya konsumen dan juga pemilik modal.
b.
“kecerdasan berbagi”. Fakta
menunjukkan banyak kemitraan yang hancur dan berakhir karena urusan “berbagi”.
Oleh karena itu, kecerdasan dalam berbagi sangat berengaruh dalam kelanggengan
kemitraan. Berbagi yang dimaksud adalah
berbagi dalam hal tugas/tanggung jawab dan berbagi atas hasil yang dicapai.
Penjelasan diatas menunjukkan “kreativitas
cara” menjadi tandem dari sebuah semangat dalam
meraih mimpi. Tidak pernah putus asa dan tidak berhenti mencari solusi adalah
simbol ketangguhan yang nyata. Untuk
itu, singkirkanlah segala bentuk fikiran yang justru menjauhkan anda dari
kewirausahaan itu sendiri. Jangan
mencari-cari alasan yang mempertontonkan diri anda sebagai pribadi pengecut dan
miskin karya. Seorang wirausahawan harus ulet dan tidak berhenti hanya pada
satu cara. Untuk itu, belajar sepanjang waktu adalah bagian dari cara untuk meningkatkan
kapasitas diri dan juga kapasitas kekaryaan. Akan tetapi, tidak akan ada hal
yang bisa anda pelajari hanya dengan bemimpi tanpa aksi. Artinya, ketika anda
memilih diam saja, maka tidak akan pernah lahir karya yang menjadi rekam jejak
yang dapat dibangggakan.
G. Kesimpulan Bernada Saran
Ditinjau dari kadar, wirausaha itu
95% tentang keyakinan, semangat dan mentalitas, dan hanya 5% tentang hal-hal
teknis. Dasar kesimpulan ini sederhana saja, adakah sebuah karya bermula tanpa
adanya keyakinan, semangat dan mentalitas dari sang wirausahawan?. Jika tidak
ada, bagaimana mungkin pekerjaan-pekerjaan teknis terselenggara?. Oleh karena
itu, jika berwirausaha adalah pilihan, maka teruslah memupuk keyakinan,
semangat dan mentalitas. Segera mulai dan nikmati serta ambil hikmah setiap
dinamikanya sehingga terbentuk kapasitas diri secara alamiah. Semua
wirausahawan ingin sukses, tetapi satu hal yang harus disadari bahwa itu
memerlukan proses dan waktu. Oleh karena itu, kesabaran, keuletan, , kebesaran
jiwa, belajar sepanjang waktu, perlu dilatihkan dalam setiap diri wirausahawan
sehingga menjadi pribadi yang tangguh. Sementara itu, keberanian berbeda dari
kebanyakan orang menjadi sumber efektif pembentukan karakter diri yang unik dan
marketable .
Demikian materi ini disampaikan
sebagai pemantik dalam menumbuhkembangkan semangat berwirausaha. Semoga kita
senantiasa dalam arahan Sang Pencipta sehingga bertemu dengan apa yang disebut
Sukses. Amin.
Lampiran
Lampiran 02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
.