KETIKA NU (NAHDATUL ULAMA) CILONGOK
MEMBANGUN MIMPI BARU

Tepat jam 22.00 wib, penulis sampai di lokasi bersama
seorang sahabat, sebut saja namanya Herry 99”, yang dalam setahun terakhir ini sedang
melakukan pencarian relevansi hidup dan ber-ketuhanan. Awalnya ada perasaan
canggung mendapati seisi ruangan memakai kupluk/kopiah. Nuansa keagamaan terasa
kental disetiap kalimat yang keluar dalam sambutan dari beberapa peringgi
organisasi NU Kec. Cilongok, Kab. Banyumas, Propinsi Jawa Tengah.
Akhirnya, tiba saatnya memasuki agenda diskusi seputar
pemberdayakan ekonomi warga NU. Dalam pengantarnya, moderator (cq.Pak Ikhsan)
menegaskan kembali apa pointer sambutan Pak Ketua dimana NU berkeinginan kuat
membangun ekonomi jama’ah NU yang pada akhirnya juga akan memperkuat
organisasinya. Sebuah visi besar yang perwujudannya tentu tidak semudah
membalikkan tangan. Setelah dipersilahkan moderator, penulis mulai mengemukakan
beberapa pemikirannya tentang pemberdayaan ekonomi ummat.
Pemaparan dimulai dengan memantik fikiran peserta tentang
relevansi antara kualitas keimanan dan kesejahteraan. keimanan yang diyakini
dengan hati, diucapkan dengan lisan dan diwujudkan dengan perbuatan, menjadi
muasal untuk menakar apakah kemiskinan (dalam arti luas) persoalan nasib
ataukah persoalan pilihan. Dalam konsep keadilan Tuhan, manusia perlu bergerak
dan melakukan upaya sebagai dasar logis datangnya rezeki. Artinya, tidak layak
bermohon kebaikan Tuhan untuk mengkaruniai rezeki bila manusia itu sendiri
tidak berusaha mengoptimalkan energi, waktu dan potensi yang dititipkan Tuhan
padanya. Pada titik inilah terdapat PR besar bagaimana pembinaan kualitas
keimanan berimplikasi nyata pada terdorongnya ummat bergerak mengubah nasibnya.
Bila hal ini belum mewujud, berarti ada ke-belum efektifan metode pembinaan keimanan ummat. Dalam bahasa
semangat, tidak berlebihan kalau berkesimpulan bahwa kemiskinan ekonomi
(materil) dan kemiskinan pengetahuan dan
awasan (im-mmateril) adalah akibat dari kebiasaan untuk bermalas-malasan.
Dengan demikian, berlebihankah untuk kemudian mengatakan kemiskinan itu adalah pilihan?.
Mendapat rangsangan demikian, audience tampak bersemangat untuk mengambil
kesimpulan bahwa :
1.
Ada relevansi kuat
antara kualitas keimanan seseorang dengan kesejahteraan hidupnya. Untuk itu,
penting membangun kesadaran bahwa pola edukasi peningkatan keimanan
ummat perlu dikaji tingkat efektivitasnya sehingga berpengaruh besar pada
perubahan perilaku ummat, khususnya dalam membudayakan hidup produktif.
2.
Kemiskinan dalam arti
luas sesungguhnya adalah persoalan pilihan. Dalam bahasa lain, miskin
adalah akibat dari malas belajar sehingga berada di kebodohan dan juga malas
berusaha sehingga terjebak dalam kemiskinan materi.
2 (dua) kesimpulan awal ini menjadi dasar penting untuk memasuki
tahap perumusan formula efektif pemberdayaan ekonomi ummat. Adanya
semangat kolektif disegenap warga nadhiyyin untuk “membentuk perubahan”,
merupakan modal terbesar untuk melahirkan harapan-harapan baru yang layak
diimpikan.
Rangsang pemikiran berlanjut....

Tanya akhir yang membangkitkan adrenaline..
Setelah membiarkan sekejap ragam “mimpi indah” merasuki segenap audience yang terdiri dari para
pengurus ranting NU Cilongok, kemudian dibangunkan kesadaran kembali dengan
satu pertanyaan; mengapa sampai detik ini karya-karya spektakuler itu tak mewujud?.
Adakah kebelum-wujudan karya-karya itu karena pesoalan ketidak-bisa-an? Ataukah
ini sesungguhnya hanya persoalan “kemauan” dan “keadaran” untuk mendorong
kolektivitas warga Nadhiyyin ke ruang-ruang produktif multy makna?.
Setelah dibombardir dengan ragam pertanyaan diatas,
kemudian penulis menanyakan ulang kembali satu pertanyaan kunci, yaitu: “apakah
ke-belum wujudan semua mimpi itu persoalan ketidakmampuan atau persoalan
kemauan?. Segenap audience serentak menjawab bahwa ini semata-mata persoalan “kemauan”.
Well...semangat terbakar. Bayang indah menjadi inspirasi
berenergi. Kemudian di penghujung penulis memantik adrenalin dengan satu tanya
menggugah...”siapkah untuk melakukan perubahan?”. Serentak semua menjawab
“siap”. Untuk meyakinkan semangat tersebut, pertanyaan sama diulang sampai 3
(tiga) kali. Jawaban “siap” pun semakin menggema keseluruh kawasan SMP Ma’arif
NU itu. Setelah mendapati kesiapan yang dipenuhi semangat luar biasa, sebelum
penulis menutup pembicaraan di malam itu, dengan sedikit berkelakar penulis
mengingatkan bahwa salah satu dari tiga ciri orang munafik itu adalah “bila
berkata kemudian dusta”. Akhirnya, segenap audience terhenyak sesaat
dengan kesadaran akan tanggungjawab dari berkata “siap”, kemudian diikuti
dengan senyum tawa yang membuat ruangan sesaat bergemuruh.
Celetukan Yang Melahirkan Tanya Baru

Rencana Tindaklanjut
Semangat sudah terbangun, persoalan muncul kemudian
bagaimana menjaga bara api semangat ini tetap menyala. Perlu tindaklanjut
sehingga gagasan ini tidak sebatas mimpi atau tematik dalam pertemuan rutin
saja, tetapi akan mewujud menjadi aksi nyata yang mendekatkan NU dengan
mimpinya memberdayakan ekonomi ummat.
Pasca pertemuan, beberapa pengurus inti sempat berdiskusi
singkat tentang tindaklanjut. Dari berbagai pendapat yang ada, disepakati untuk
segera menggelar lokakarya dengan maksud tersusunnya “formulasi efektif yang aplicable”
. Terbersit saran untuk terlebih dahulu melakukan mapping terhadap realitas waga Nadhiyyin di sekitar
Kecamatan Cilongok sehingga tersusun analisa
sosial (ansos) sederhana dan menjadi inspirasi dalam menata langkah-langkah
efektif untuk sebuah mimpi besar.
Harapan baru pun mulai muncul tepatnya menjelang pukul
24.00 Wib...semoga Allah SWT berkenan dan meng-hidayah-i mimpi baik yang baru
saja terbangun. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Awal Bulan yang menginspirasi...
Cilongok, 01 September 2014
Posting Komentar
.