MENCARI INSPIRASI PENGEMBANGAN
MELALUI PENDALAMAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
Disampaikan
pada acara : "Sosialisasi Prinsip-Prinsip Koperasi” yang dilaksanakan oleh
Disperindagkop Kab. Banyumas tgl 23-25 September 2014,, di Hotel Atrium,
Purwokerto, Kab. Banyumas, Jawa Tengah
A. Pendahuluan

Dalam tinjauan ideal, ketika
sebuah koperasi patuh dan taat serta menjadikan Konsep Jati Diri sebagai
inspirasi dalam menumbuhkembangkan organisasi dan perusahaannya, maka akan
mewujud sebuah koperasi yang benar dengan 2 (dua) indikator yang melekat yaitu;
(i) mengakar dan; (ii) besar. Merujuk pada hal tersebut, maka bila sebuah
koperasi belum tumbuh dan berkembang, maka ditengarai bahwa koperasi itu tidak
taat dan bahkan abai dengan Jati Diri koperasi. Koperasi itu dikelola menurut
persepsinya sendiri dan cenderung berpraktek sebagaimana organisasi ekonomi
lainnya seperti PT,CV dan lain sebagainya.
Pada koperasi yang demikian,
terlalu sulit didapati iklim organisasi dimana suasana kekeluargaan yang kental
dengan nilai kesamaan (equality), demokrasi dan kegotongroyongan. Akibatnya,
akar organisasi koperasi itu pasti rapuh dan rawan terhadap kehancuran karena
akarnya tidak kuat.
Oleh karena itu, dalam rangka
mendorong koperasi sebagaimana cita-cita besarnya sebagai sokoguru perekonomian
bangsa, koperasi-koperasi seluruh negeri ini di motivasi untuk mentaati Jati
Diri koperasi agar bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana yang diharapkan.
Bahkan, jati diri koperasi juga diyakini menjadi sumber inspirasi dalam
mengembangkan dan juga membentuk keunggulannya dalam bersaing dengan pelaku
ekonomi lainnya.
B. Sesaat Menilik Realitas Koperasi di Indonesia

- Besar dan mengakar. Kondisi ini adalah kondisi ideal dari sebuah koperasi. Pada koperasi semacam ini, besarnya koperasi adalah imbas dari kemengakaran yang terbangun dilingkungan anggota. Pada koperasi yang sukses mencapai hal ini, koperasinya memiliki akar yang kuat karena pertumbuhan dan perkembangannya ditopang oleh pertumbuhan loyalitas anggotanya. Tentu, kemengakaran itu tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi merupakan imbas efektivitas pendidikan yang dilakukan kepada segenap anggotanya.
- Besar dan belum mengakar. Pada kondisi ini, kebesaran koperai relatif karena faktor kreativitas pengurus, pengawas dan manajemen. Anggota diposisikan sebagai konsumen loyal karena pengurus, pengawas dan manajemen mampu mengelola koperasi secara efisien dan efektif. Sementara itu, peran serta anggota dalam mengembangkan gagasan maupun mengembangkan loyalitasnya ke ranah pengembangan koperasi masih tergolong minim. Intinya, anggota lebih ditempatkan sebagai pengamat dan penikmat.
- Belum besar dan mengakar. Kondisi koperasi ini memiliki masa depan yang cerah, mengingat kondisi mengakar akan melahirkan loyalitas dan keikhlasan anggota untuk berkorban demi perkembangan koperasinya.
- Belum besar dan belum mengakar. Kondisi koperasi semacam ini mungkin lebih tepat didefenisikan sebagai koperasi papan nama. Sebab, belum mengakar mengindikasikan belum terbentuknya semangat kolektif diantara segenap unsur organisasinya. Sementara itu, belum besar mengindikasikan 2 (dua) hal; (i) rendahnya kreativitas dan; (ii) akibat dari tidak adanya partisipasi anggota untuk ikut membesarkan organisasi dan perusahaan.
Secara umum, belum
berkiprahnya koperasi sebagaimana idealnya diawali dari terabaikannya jati
diri koperasi. Seperti pertumbuhan uang/modal telah menjebakkan
koperasi pada eksploitasi terhadap anggotanya sendiri. Akibanya, ikatan
emosional antara koperasi dan anggotanya tergolong minim dan interaksi yang
terbentuk lebih ada transaksi rasional ( baca : transaksi berlandaskan
kebutuhan sesaat) dan jauh dari transaksi emosional, yaitu transaksi yang
didasarkan pada rasa kepemilikan yang kuat.
C. Mengenal Konsepsi Jati Diri Koperasi
Untuk lebih meningkatkan
pemahaman terhadap Jati Diri Koperasi, berikut di sajikan Jati Diri hasil rapat
ICA di Manchester, Inggris pada tahun 1995. Secara prinsip, Jati Diri Koperasi
terdiri dari 3 (tiga) hal yaitu defenisi, nilai-Nilai dan prinsip-prinsip yang
secara detail dijelaskan berikut ini:
1. Defenisi.
Koperasi
adalah perkumpulan otonom dari
orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dan aspirasi-aspirasi ekonomi,sosial & budaya bersama melalui perusahaan
yang mereka miliki bersama & mereka kendalikan secara demokratis. Ada beberapa catatan penting dari
defenisi ini, yaitu :
- Koperasi adalah kumpulan orang yang otonom. Hal ini juga penegasan koperasi bukanlah kumpulan uang/modal.
- Koperasi lahir untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya anggotanya.
- Perusahaan, yang mereka miliki bersama dan kendalikan secara demokratis, adalah alat/media untuk mencapai tujuan koperasi.
2. Nlilai-nilai.
Koperasi berdasarkan nilai-nilai ; menolong diri sendiri, tanggungjawab
sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan kesetiakawanan. Anggota koperasi
percaya pada nilai-nilai etis kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial,
serta peduli terhadap orang lain. Dalam operasionalisasi koperasi, nilai-nilai ini hendaknya melekat pada
pribadi segenap anggota dan juga pada pola pengelolaan keseharian organisasi
dan perusahaan koperasi. Dengan terjaganya nilai-nilai tersebut, nuansa
keseharian koperasi akan diliputi dengan harapan dan peluang untuk terus tumbuh
dan berkembang.
3. Prinsip-prinsip.
Prinsip-Prinsip Koperasi terdiri dari 7 (tujuh), yaitu :
a.
.Keanggotaan sukarela dan terbuka
b.
.Pengendalian oleh anggota-anggota
secara demokrasi
c.
.Partisipasi ekonomi anggota
d.
.Otonomi dan kebebasan
e.
.Pendidikan, pelatihan dan
informasi
f.
.Kerjasama antar koperasi
g.
.Kepedulian terhadap komunitas
D. Mengurai Prinsip-Prinsip Koperasi Untuk
Menemukan Inspirasi
Prinsip-prinsip koperasi selayaknya menjadi inspirasi
dalam mengembangkan ide dan gagasan menumbuhkembangkan organisasi perusahaan
bagi penciptaan dan sekaligus perluasan kebermanfaatan koperasi bagi segenap
stake holdernya. Sebagai stimulan, berikut djabarkan pemaknaan terhadap
prinsip-prinsip yang mengarah pada pengembangan ragam gagasan, yaitu :
1.
Keanggotaan sukarela dan terbuka.
Sukarela bermakna bahwa keanggotaan koperasi idealnya berdasarkan satu
keyakinan dan kesadaran bahwa berkoperasi adalah cara efektif untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pribadi dalam bingkai kebersamaan. Dengan prinsip ini, maka
keanggotaan koperasi tidak boleh ada paksaan dari pihak manapun juga. Sementara
itu, keterbukaan
menjadikan koperasi berpeluang memperluas kemanfaatannya, sebab semakin
banyak orang akan semakin besar potensi yang terakumulasi dan bisa dimobilisasi
untuk meng-akselerasi pertumbuhan dan perkembangan organisasi dan perusahaan.
Sebagai contoh, semakin banyaknya jumlah anggota maka akan semakin ringan
biaya-biaya tetap mengingat angka pembaginya kian banyak. Hal inilah yang
kemudian disebut sebagai efisiensi kolektif, yaitu efisiensi yang terbentuk
akibat kebersamaan yang terbangun dalam koperasi. Dengan prinsip terbuka,
seharusnya koperasi tidak bertahan pada ego sektoralnya (seperti kopkar dan
KPRI), tetapi membuka diri pada siapapun yang memiliki keyakinan yang sama
tentang nilai-nilai manfaat sebuah kebersamaan berlabel produktif bernama
koperasi. Satu hal yang menjadi catatan bahwa semakin banyak anggota maka
semakin cepat perusahaan koperasi mencapai titik ekonomisnya, sebab pertumbuhan
anggota bermakna potensi peningkatan modal yang mempermudah koperasi
menyelenggarakan satu unit layanan yang ekonomis. Sebagai contoh, ketika sebuah
unit layanan swalayan berdiri diatas komitmen seribu orang tentu akan lebih
cepat mencapai titik ekonomis dibanding hanya beranggotakan seratus orang. Atas
dasar logika ini, akhir-akhir ini muncul semacam saran amalgamasi
(penggabungan), khususnya bagi koperasi-koperasi yang anggotanya masih kecil (<1000)
2. Pengendalian
oleh anggota-anggota secara demokrasi. Ini menjadi satu cirri yang tidak
mungkin ada pada organisasi dan perusahaan non-koperasi. Adanya kesamaan
kedudukan (baca: equality) di lingkungan anggota menyebabkan semua orang
memiliki hak yang sama dalam bersuara, baik dalam konteks saran maupun dalam
konteks control/pengendalian. Astmosfir demokrasi semacam ini akan menjadi gawang
moral bagi jalannya organisasi dan perusahaan koperasi. Disamping itu,
kritik dan saran sebagai bagian dari pengendalian sangat efektif dalam
mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan dalam arti luas. Oleh
karena itu, ragam kritik dan saran seyogyanya dipandang sebagai bentuk
loyalitas dan kecintaan anggota terhadap koperasinya.
3.
Partisipasi ekonomi anggota.
Koperasi besar dikarenakan adanya kesadaran anggota untuk ikut mengambil
tanggungjawab dalam membesarkan organisasi dan perusahaan koperasi dalam bentuk
partisipasi ekonomi. Ketika segenap anggota menjadikan koperasi sebagai media
untuk pemenuhan ragam kebutuhannya, maka dipastikan bahwa perusahaan koperasi
tidak akan mengalami kebangkrutan. Untuk tujuan itu, maka seharusnya pemilihan
aktivitas perusahaan koperasi harus mereferensi pada aspirasi dari segenap
anggota. Proses pengambilan keputusan seharusnya melibatkan anggota sehingga
semua anggota memiliki tanggungjawab moral terhadap tumbuh kembangnya setiap
layanan yang di selenggarakan koperasi.
4.
Otonomi dan kebebasan.
Koperasi itu adalah kumpulan orang yang bersifat otonom dalam arti tidak bisa
diintervensi siapapun. Atas dasar ini, koperasi menempatkan rapat anggota
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Artinya, tidak ada kekuasaan manapun juga
yang bisa mengintervensi jalannya koperasi kecuali para pemiliknya, yaitu
segenap anggota. Oleh karena itu, kebebasan koperasi tidak boleh di cederai
oleh apapun juga sepanjang koperasi terbut tidak melakukan tindakan-tindakan
yang bertentangan dengan hukum dan kebijakan yang berlaku.
5.
Pendidikan, pelatihan dan
informasi. Tujuan koperasi adalah untuk memenuhi aspirasi
dan kebutuhan
anggotanya. Oleh karena itu, aspirasi yang cerdas akan sangat
berpengaruh pada jalannya organisasi dan perusahaan koperasi. Namun demikian,
aspirasi yang cerdas hanya lahir dari orang yang cerdas pula. Untuk itu,
koperasi perlu menyelenggarakan pendidikan sehingga anggota
mengetahui dan menyadari apa, mengapa dan bagaimana seharusnya ber-koperasi.
Pendidikan ini harus menjadi kebutuhan sebab hal ini muasal dari
terbentuknya pengetahuan dan juga keberpihakan atas segala aktivitas yang
dijalankan koperasi. Secara obyektif, bahwa sampai saat ini kepesertaan individu
menjadi anggota koperasi rata-rata mendasarkan diri pada kemampuan memenuhi
syarat administrative saja seperti usia sudah dewasa dan sanggup membayar
simpanan pokok (SP) dan simpanan wajib (SW). Selanjutnya, anggota dibiarkan
mempersepsikan koperasi menurut fikirannya sendiri-sendiri. Demikian juga dalam
hal ekspektasi, dibiarkan liar sesuai dengan kapasitas masing-masing anggota
memaknainya. Inilah muasal lahirnya benih-benih persoalan karena perbedaan
sudut pandang. Oleh karena itu, disamping membangun pengetahuan terhadap apa,
mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi, pendidikan juga berfungsi
membangun kesadaran dan inisiatif untuk ikut mengambil tanggungjawab
membesarkan organisasi dan perusahaan koperasi. Disamping itu, pendidikan juga
akan melahirkan sikap pembelaan terhadap koperasi itu sendiri. Disamping itu,
koperasi juga perlu menyelenggarakan pelatihan sehingga terbentuk keahlian
dalam mengelola tata organisasi dan juga perusahaan. Bagaimanapun juga, sebagai
sebuah perusahaan, koperasi memerlukan kader-kader yang memiliki keahlian dalam
mengelola sumber daya secara efektif bagi pengembangan kemanfaatan berkoperasi.
Sebagai kumpulan orang, informasi yang menjabarkan tentang
keadaan dan perkembangan koperasi santa diperlukan untuk menjaga keterpeliharaan
kepercayaan dan semangat segenap unsur organisasi. Dengan tersajinya informasi,
segena anggota memiliki keyakinan yang cukup tentang kondisi organisasi dan
perusahaan koperasi. Hal ini juga merupakan bagian dari menjaga nilai-nilai
keterbukaan dan transparansi.
6.
Kepedulian terhadap komunitas
Kerjasama antar koperasi. Hakekat koperasi adalah kerjasama. Oleh
karena itu dalam rangka mempertinggi nilai dari sebuah kebersamaan, koperasi
harus mengembangkan hubungan-hubungan produktif dengan koperasi lainnya, baik
dalam urusan organisasi maupun dalam urusan perusahaan. Dikekinian zaman,
khususnya di dunia usaha, kerjasama dikembangkan untuk menekan kompetisi.
Dengan jalinan kerjasama, energi kompetisi bisa dialihkan untuk hal lainnya
yang akan memperkuat eksistensi pihak yang bekerjasama. Oleh karena itu,
koperasi pun harus kreatif menggagas ragam kemitraan mutualisme sehingga
terbentuk nilai tambah yang akan meningkatkan kemampuan koperasi dalam
membahagiakan anggotanya masing-masing.
7.
Kepedulian terhadap komunitas.
Sebagai kumpulan orang yang mengusung nilai-nilai kesetiakawanan seharusnya
koperasi baik secara organisasi maupun insan-insan didalamnya tidak berdiri
secara egois. Koperasi seharusnya mengembangkan kepekaan terhadap
persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh anggotanya maupun lingkungan
sekitarnya. Persoalan-persoalan yang dimaksud seperti persoalan kemanusiaan,
kemiskinan, kebodohan, kemelaratan, penyakit-penyakit sosial, persoalan lingkungan
seperti global warming, bencana alam seperti banjir, gunung meletus dan
lain sebagainya. Sikap-sikap kepedulian semacam ini akan meningkatkan
kebijaksanaan segenap insan koperasi.
Penjelasan diatas tentang
prinsip-prinsip koperasi menegaskan bahwa koperasi itu memiliki ruang juang
tidak hanya pada persoalan ekonomi saja, tetapi juga menyangkut persoalan
sosial dan budaya dari anggota dan juga lingkungannya. Keluasan ruang juang ini
menjadikan perusahaan koperasi memiliki ciri khas yang sulit didapati pada
perusahaan-perusahaan jenis lainnya. Penjelasan diatas, juga seharusnya bisa
menjadi inspirasi untuk mengembangkan aktivitas koperasi lebih variatif dan
mendorong terbentuknya keluasan manfaat dari sebuah kebersamaan di koperasi.
Oleh karena itu, konsentrasi koperasi dalam urusan pertumbuhan modal seharusnya
menjadi bahan perenungan dan kemudian mengkomparasikan seandainya koperasi concern
pada pembinaan kualitas manusia didalamnya dalam arti luas. Sebab, perusahaan
yang bijaksana hanya lahir dari para pemilik perusahaan yang bijaksana pula.
E. Menohok Kenyataan Untuk Memantik Paradigma Baru
Diatas sudah dijabarkan
tentang jati diri koperasi yang meliputi defenisi, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip. Sebagai catatan, ketika koperasi berkomitmen untuk menjadikan
jati diri sebagai sesuatu yang melekat pada keseharian koperasi, maka bisa
dipastikan koperasi akan memberikan makna nyata tentang dahsyatnya sebuah
kebersamaan.
Realitas saat ini mungkin tampak
baik-baik saja, tetapi kontemplasi panjang berujung dengan tertemukannya “ruang
kosong” yang pada akhirnya “kegotong royongan dan kesetiakawan” berada
dalam tanya besar. Hal ini mungkin sulit
difahami, semoga beberapa tanya yang menohok kenyataan manjur memantik
kebijaksanaan baru dalam nafas keseharian koperasi. Adapun beberapa tanya yang
dimaksud dijelaskan berikut ini:
1.
Apa bangganya akumulasi piutang yang besar
bila ternyata pinjaman yang diberikan kepada anggota membuat hidupnya tidak
lebih baik?.
2.
Apa hebatnya omzet toko atau swalayan yang
banyak bila ternyata hal itu menjadikan anggota berperilaku konsumtif?
3.
Apa berkahnya SHU kalau ternyata
didalamnya terdapat hasil dari akumulasi pendapatan jasa yang berasal dari
anggota yang meminjam karena keadaan darurat seperti sakit mendadak, kecelakaan
dan atau lainnya yang sama sekali tidak diinginkannya?.
4.
Apa hebatnya SHU Koperasi yang besar
kalau kemudian aggota di jadikan sebagai obyek yang di eksploitasi secara terus
menerus?
5.
Sebesar-besar perolehan SHU Koperasi,
adakah mungkin jumlahnya bisa menyerupai total pendapatan anggotanya per bulan
apalagi per tahun?. Kalau ternyata itu tidak mungkin di capai, apa hakekat
berkoperasi sesungguhnya?.
6.
Apa indahnya berkoperasi bila
kemudian perusahaan koperasi berjarak dengan anggotanya?.
7.
Andai setiap anggota menyisihkan 10%
prosen dari total pendapatannya untuk menabung di koperasi, akan kah hidupnya
menjadi menderita?.
8.
Apakah tumbuh dan berkembangnya
koperasi karena persoalan ketidakmauan ataukan tentang ketidakmampuan?.
Ragam tanya diatas layak untuk
menjadi bahan perenungan untuk melakukan kontemplasi untuk tujuan apa
sebenarnya berkoperasi. Pertanyaan-pertanyaan diatas bisa memantik pemilihan
sikap apakah berkoperasi tentang pertumbuhan uang/modal ataukah tentang
pembangunan kualitas insan-insan yang terlibat di dalamnya. Setidaknya,
pemahaman terhadap jati diri koperasi bisa menjadi referensi yang sangat baik
untuk me re-formula persepsi dan ekspektasi setiap unsur organisasi dalam
menjalankan keseharian koperasi. Ada satu hal menarik ketika PBB (Persatuan
Bangsa-Bangsa) menetapkan tahun 2012 yang lalu sebagai Tahun Koperasi Dunia,
yaitu ketika tema yang di pilih adalah “perusahaan koperasi membangun dunia lebih
baik”. Mengapa kata “lebih baik” tertera dalam tema itu?.
Adakah ini sebentuk apresiasi terhadap model perusahaan koperasi yang memiliki
kesan kuat dalam urusan-urusan kebijaksanaan?. Mungkin saja kalimat itu
disimpulkan setelah melihat bagaimana perusahaan-perusahaan koperasi
ber-praktek dibeberapa belahan dunia, tetapi apakah realitas perusahaan
koperasi di Indonesia me-refresentasikan hal serupa?. Semoga tanya ini menjadi
bahan perenungan yang menghasilkan paradigma baru tentang bagaimana organisasi
dan perusahaan koperasi di jalankan.
F. Penutup
Koperasi tidak bisa tumbuh dan
berkembang secara instan, tetapi melalui tahapan-tahapan yang berkelanjutan.
Untuk itu, diperlukan kesabaran berproses dan konsistensi semangat untuk
mentahapi langkah demi langkah bagi terbentuknya kebermanfaatan berkoperasi
bagi segenap anggotanya. Semoga, penjabaran jati diri koperasi dapat memantik
gairah baru dalam menumbuhkembangkan koperasi baik secara organisasi maupun
perusahaan.
Demikian pemikiran-pemikiran
sederhana ini disampaikan, semoga koperasi-koperasi kian berkembang dengan ciri
khasnya sendiri sehingga terbentuk “nilai beda yang nyata” dan kemudian memantik
setiap orang untuk menjadi bagian dari barisan kebersamaan di koperasi. Amin.
lampiran
Sangat menginspirasikan dan membuka wawasan untuk mengoptimalkan arah pengembangan koperasi. Minta izin share ya pak.
BalasHapus