Kamis, 25 September 2014

INVESTASI dan MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)





A.  Prolog

Berawal dari penelitian, FGD ini diselenggarakan untuk ke-2 (dua) kalinya, sehingga  FGD ini bersifat tindaklanjut dan FGD Awal yang dilaksanakan setahun yang lalu. Penelitian yang diangkat adalah tentang membangun masyarakat ramah investasi. Tema ini menjadi penting bagi semua pihak, mengingat “investasi” adalah salah satu dari “free flow” dari kesepakatan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang akan dilaksanakan mulai Januari 2015.  



Investasi sesungguhnya bukan saja persoalan teralokasikannya sumber daya ekonomi untuk men-drive satu potensi usaha, tetapi investasi juga memiliki hubungan erat dengan persoalan sosial dan budaya. Implikasi yang luas menjadikan tema ini perlu menjadi perhatian cermat segenap stake holder sehingga kehadiran sebuah investasi akan bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat baik secara ekonomi, juga secara sosial dan budaya.

  

 B. Processing FGD

FGD ini diselenggarakan di 2 (dua) tempat, yaitu Kecamatan Ajibarang  dan Kecamatan Sumpiuh. Pemilihan lokasi ini mengingat dua kecamatan ini adalah bagian dari obyek penelitian disamping obyek lainnya seperti rawalo dan wangon.



B.1. Processing  FGD Sesi 01 : di Kecamatan Ajibarang

Bertempat di rumah makan Selera Roso depan pom bensin ajibaran, FGD malam ini tergelar jam 19.00 Wib sampai dengan Jam 22.30 an. FGD diawali dengan pembukaan dari koordinator Tim peneliti (cq.Bu Tunjung Linggarwati) yang sehari-harinya menjabat sebagai Ketua Jurusan HI (Hubungan Internasional) Fisip Unsoed. Dalam sambutannya beliau menekankan bahwa FGD kali ini merupakan tindaklanjut dari penelitian tentang “membangun masyarakat ramah investasi” di lingkungan Kab. Banyumas. Namun, kalau FGD pertama fokus pada mempresentasikan hasil penelitian, FGD kali ini fokus pada pencarian model yang efektif sehingga terbangunnya masyarakat ramah investasi bisa mewujud. Beliau juga mengkaitkan dengan akan diberlakukan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) mulai Januari 2015. Kemudian, acara dilanjutkan dengan presentasi Ketua tim peneliti Riset Unggulan, Bu Renny Miryanti. Dalam presentasinya beliau menekankan ada 4 (empat) unsur yang berpengaruh, yaitu : (i) kaum akademisi; (ii) pengusaha; (iii) pemerintah dan; (iv) masyarakat, yang secara singkat sinergitas diantara 4 (empat) pihak tersebut digambarkan dalam tabel berikut ini :

No
Unsur
Aksi
Output
1
Akademisi
Penelitian
Data potensi investasi
2
Pengusaha
Entrepreneurship/mentalitas yang mewujud dalam usaha
1.         Open minded
2.        manajemen profesional
3
Pemerintah
Infrastruktur dan kebijakan
Fasilitas, kemudahan, insentif, prosedur yang simpel dan modal
4
Masyarakat
Penguasaan teknologi
1.       Akses pasar
2.      Mengetahui kebutuhan konsumen



Berkaitan dengan pemberlakuan MEA, Bu Renny juga menyitir pendapat salah seorang profesor dari Korea yang menyatakan “ Pemberlakuan ASEANEconomic  Community’ tidak hanya akan melahirkan persaingan antar negara, tetapi juga antar kabupaten dan juga  propinsi)”. Statemen ini menekankan bahwa iklim persaingan semakin sengit diantara para pelaku usaha.  



Dari sesi diskusi terungkap kekhawatiran, ketidakpercaya diri dan pesimisme masyarakat terhadap kemampuan untuk bisa bertahan dan apalagi mengembangkan usahanya kala MEA benar-benar diberlakukan. Atas kondisi ini, nara sumber dari Kadin Kab. Banyumas mencoba menyemangati agar MEA dipersepsikan sebagai peluang dan penuh semangat. Untuk itu, disemangati untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri, pengelolaan usaha, kapasitas usaha dan perluasan networking.



Setelah diskusi panjang berlangsung dan dirasa cukup oleh segenap peserta, kemudian FGD di sudahi jam 22.30 Wib.





B.2. Processing  FGD Sesi 02 : di Kecamatan Sumpiuh

Berbeda dengan malam sebelumnya, kali ini FGD dilaksanakan siang menjelang sore hari dengan mengambil tempat di Aula Kantor Kec. Sumpiuh. Suasananya juga sangat berbeda. Begitu turun dari kendaraan, penulis, yang  kebetulan menjadi salah satu nara sumber, disambut oleh staff dan langsung mempersilahkan duduk. Saat bersamaan, tersaji pula aksi menghibur Sang Bapak Camat yang tengah asik melantunkan lagu yang di iringi dengan musik keyboard yang dioperasikan beliau sendiri. Ternyata Pak Camat satu ini cukup lihai memainkan alat musik satu ini dan
suaranya juga cukup merdu.  Pak Camat ini memang di kenal luas memiliki  sifat yang ramah dan juga idealis. Setidaknya, hal ini terlihat dari cara beliau menata staff di lingkungannya dalam melayani. tata layout aula kecamatan juga dibuat minimalis dan melahirkan kesan kuat tentang sebuah modernisasi. Demikian juga gedung-gedung disekitarnya terkesan bersih dan penuh perawatan. Keramahan cara menyambut, kehangatan suasana peserta yang juga mengikuti alunan setiap lagu yang dibawakan Pak Camat menggambarkan keguyuban luar biasa. Hal ini tampaknya
merefresentasikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah Kecamatan Sumpiuh memang paling siap dan ramah terhadap investasi dibanding kecamatan-kecamatan lain yang menjadi obyek investasi.



Pukul 15.30 wib acara dimulai.  Dalam sambutannya , koordinator peneliti (cq. Bu Tunjung)  menekankan bahwa mereka ingin menawarkan model dalam mendorong terwujudnya masyarakat ramah investasi. Untuk kesempurnaan model yang ditawarkan, FGD ini diharapkan mendapatkan masukan-masukan positif sehingga  dihasilkan penyempurnaan atas konsep  model yang digagas.



Sementara itu, dalam sambutannya Pak Camat  menyampaikan komitmen tinggi terhadap pembangunan masyarakat ramah investasi. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini, pemerintah kecamatan sumpiuh memang concern pada pembangunan branding keramahan terhadap investasi. Pak Camat juga akan mengungkapkan beberapa potensi sumpiuh yang mungkin bisa dijadikan materi investasi di Kecamatan sumpiuh, antara lain : pertanian pangan, gula kristal dan  peternakan.  Beliau juga berharap, FGD semacam ini akan melanggengkan kemitraan strategis yang berkelanjutan antara pemda, akademisi, pengusaha dan masyarakat. Pak Camat juga  sempat mempromosikan bahwa Kec. Sumpiuh sedang berbenah dalam hal pariwisata dengan mengangkat nilai-nilai tradisional yang merupakan bagian dari kekayaan budaya masyarakat Banyumas. Disamping itu, saat ini mereka juga sedang mempelajari tentang kemungkinan mengembangkan government tourism yang sudah dilaksanakan beberapa negara.   



Sambutan-sambutan sudah usai dan kemudian dilanjutkan dengan presentasi tim peneliti dari Kampus Unsoed. Disamping mempresentasikan hal sama sebagaimana di FGD sesi 01, peneliti juga menekankan perlunya interaksi produktif  antara ke-4 (empat) faktor, yaitu ; (i) akademisi; (ii) entrepreneur/pengusaha; (iii) pemerintah; (iv) masyarakat. Khusus pemerintah, peneliti menyarankan agar dalam men-design regulasi investasi, disamping   bisa memotivasi tumbuhnya investasi,  juga harus memperhatikan fungsi proteksi (perlindungan) terhadap masyarakat. Tentang efektivitas sosialisasi seputar MES, beliau juga menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti yang lain menunjukkan dari penelitian di 5 (lima) kota besar  di Indonesia  menunjukkan bahwa masyarakat kota medan sebagai masyarakat yang paling mengerti tentang sosialisasi pemberlakuan  MEA.  



Belajar dari FGD Sesi-01, Kadin Banyumas lebih menekankan untuk memandang MEA dalam perspektif optimis, sebab MEA juga memberi peluang kepada pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya di negara-negara anggora ASEAN. Semangat itu harus diikuti dengan keasadaran untuk mengembangkan kapasitas diri, kapasitas pengelolaan usaha dan peningkatan kualitas out put (barang dan jasa) sehingga mendapat respon yang lebih baik dari masyarakat ASEAN. Dalam presentasinya, disampaikan beberapa kiat-kiat untuk membangun dan mempertahankan asemangat dalam dinamika dalam menjalankan dinamika usaha. Kadin juga menyarankan agar para pelaku usaha di lingkungan Kecamatan Sumpiuh membentuk organisasi-organisasi usaha sebagai salah satu cara untuk memperkuat diri. Digambarkan secara singkat bahwa berorganisasi bisa menjadi ajang silaturrahmi, tukar informasi, penyelenggaraan diklat yang efisien dan juga media penjajakan kemitraan mutualisme. Hal ini menjadi penting sekali mengingat bahwa bila para pengusaha bergabung akan melahirkan satu lompatan kapasitas yang membuat usaha lebih cepat berkembang.



Respon dari masyarakat peserta FGD kali ini cukup menggembirakan. Optimisme terpancar dari wajah-wajah mereka. Hal ini terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh segenap peserta FGD.  



C. Materi Kadin Banyumas

MENUMBUHKEMBANGKAN INVESTASI dan MENYONGSONG PEMBERLAKUAN MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)



Disampaikan dalam agenda Focus Group Discussion (FGD) “Menumbuhkembangkan Budaya Investasi”, yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti Fakultas ISIP Jurusan HI Unosed Purwokerto di Kec. Ajibarang dan Kec. Sumpiuh Kab. Banyumas, Tanggal 25 dan 26 September 2014

A. Pendahuluan
Tema investasi selalu menarik untuk didiskusikan. Disamping sebagai peluang terciptanya peluang kerja baru sehingga bisa menekan angka pengangguran, investasi juga berimplikasi luas seperti teroptimalkannya potensi sebuah daerah, meningkatkan geliat  perekonomian masyarakat, peningkatan PAD, peningkatan penerimaan pajak negara dan lain sebagainya. Multiplier efek dari sebuah investasi menjadi spirit untuk terus menggalakkan investasi. Berbagai upaya dilakukan, seperti merangsang para pelaku usaha lokal, pelaku usaha nasional dan bahkan negara luar.

Sebagai satu catatan penting, sebentar lagi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akan diberlakukan. Artinya, arus barang/jasa, SDM, investasi akan menjadi bebas di kawasan ASEAN. Hal ini bisa bermakna peluang dan juga bisa bermakna sebagai ancaman. Pada konteks pembacaan hal ini sebagai peluang, akan terbuka lebar bagi pelaku usaha Indonesia meng-ekspansi (memperluas) usaha yang dijalankan, sebab pasar kita terbuka dan hampir tanpa
hambatan. Dengan demikian, MEA ini berpotensi meningkatkan kapasitas produksi sebab wilayah penyerapan market meluas. Demikian juga dalam konteks investasi, pemberlakuan MEA akan mempermudah para pelaku usaha Indonesia untuk berinvestasi dengan mendirikan dan menjalankan usaha di negara-negara ASEAN. Namun demikian, hal ini menjadi ancaman serius, bila kemudian para pelaku usaha lokal tidak siap bersaing dengan produk-produk sejenis yang datang dari luar. Kalau hal ini yang terjadi, bukan tidak mungkin kalau kemudian perusahaan-perusahaan lokal akan mengalami gulung tikar dan hal ini bisa berdampak pada meningkatnya angka pengangguran. Namun demikian, pengangguran juga bisa ditekan bilamana kemudian investasi-investasi negara lain juga berdiri di negeri ini. Akan tetapi, apa indahnya menjadi buruh di negeri sendiri?.       

Fakta menunjukkan bahwa MEA akan diberlakukan pada tahun 2015. Artinya, dalam waktu yang dekat apa yang disebut free trade area (area perdagangan bebas) untuk kawasan ASEAN itu benar-benar terjadi. Banyak pihak yang menilai bahwa Indonesia sesungguhnya masih jauh dari siap, walau sebagian kecil yang lain memiliki optimisme kalau Indonesia benar-benar siap. Namun demikian, apapun yang kemudian terjadi, perjalanan waktu menunjukkan keinginan untuk tetap hidup dan ancaman kuat sering menjadi lipatan energi untuk maju. Artinya, lompatan capaian bisa lahir dari kuatnya keterhimpitan. Hal ini bisa difahami dari perspektif semangat yang selalu berfikir optimis dan siap dengan segala situasi.

Dalam tinjauan domestik, pemberlakuan MEA sesungguhnya tidak hanya menjadi persoalan ekonomi saja, tetapi juga berkaitan dengan persoalan lainnya seperti persoalan sosial dan budaya. Oleh karena itu, perlu persiapan komprehensif dari segenap stake holder, sehingga kehadiran MEA berimplikasi positif bagi kehidupan masyarakat Banyumas. Untuk itu, kemitraan strategis antara Pemerintah, Dunia Usaha/Dunia Industri dan Pihak Universitas sangat diperlukan guna terbentuknya lompatan kesiapan untuk menghadapi MEA. 

B. Peta Potensi dan Keberpihakan Pemerintah Daerah Sebagai Stimulan
     Investasi.
Investasi dalam bisnis merupakan satu pilihan kegiatan untuk memfokuskan sumber daya pada aktivitas tertentu. Setiap pengambilan keputusan, tentu selalu berdasarkan pada 2 (dua) faktor penting, yaitu : (i) Keamanan dan; (ii) kenyamanan. Keamanan yang dimaksud disini adalah dalam arti luas, sebab investor manapun tidak akan mau berinvestasi pada kondisi kemanan yang tidak terjamin, seperti kepastian hukum, daya dukung masyarakat dan juga regulasi pemerintah. Sementara itu, kenyamanan yang dimaksud adalah terukurnya nilai harapan ekonomis atas  investasi yang dilakukan.

Oleh karena itu, sebagai bagian dari upaya merangsang laju investasi, perlu disusun satu peta komprehensif yang memaparkan tentang peta potensi, daya dukung masyarakat dan juga ragam keberpihakan pemerintah dalam bentuk regulasi dan pelayanan yang nyaman. Ketika Hal-hal tersebut dikemas dalam fomat yang marketable, maka hal ini akan mengundang perhatian dan minat yang lebih untuk berinvestasi. Mungkin sebagian dari hal-hal yang disebutkan diatas sudah tersedia, tetapi packagingnya perlu di kemas dalam format yang lebih inovatif. Dengan demikian, persepsi Banyumas sebagai daerah yang ramah investasi lebih tertegaskan.

Inovasi dalam mencitrakan Banyumas sebagai daerah yang nyaman untuk investasi perlu terus dilakukan sehingga mampu meningkatkan kepercayaan investor dan kemudian menjadikan Banyumas sebagai idola untuk berinvestasi, bila hal ini terwujud, maka akan lahir multiplier efek  yang meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat Banyumas. Namun demikian, implikasi - implikasi negatif dari sebuah investasi juga perlu diperhatikan mengingat bahwa investasi juga memiliki relevansi dengan perubahan karakter sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, ekses negatif dari investasi juga perlu diminimalisir sedini mungkin.

C.  Ego Kewilayahan Yang Produktif
Perasaan tidak ingin dijadikan buruh dinegeri sendiri dan tidak ingin hanya sebatas objek MEA,  layak dijadikan penyemangat untuk memantik kreativitas anak negeri. Harga diri dari sebuah bangsa harus efektif menjadi inspirasi untuk meningkatkan kapasitas diri dan juga kapasitas usaha. Berbenah harus dilakukan dengan cara cerdas sehingga usaha yang dijalankan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan bahkan juga berpengaruh penting di negara lain, khususnya kawasan  ASEAN.

Hal ini memang tentang sebuah pertaruhan dan keadaan hanya menawarkan pilihan menjadi obyek atau menjadi subyek. Berharap pada sentimentil kewilayahan (perasaan sebagai satu bangsa dan tanah air) untuk menjaga loyalitas konsumen tidaklah efektif dalam jangka panjang. Perasaan itu akan tergerus oleh persoalan harga yang lebih murah, produk yang lebih bagus, pelayanan yang lebih prima, kemanfaatan yang lebih luas dan lain sebagainya. Artinya, rasionalitas untuk mengkonsumsi sebuah produk harus melekat pada produk-poduk yang dihasilkan. Oleh karena itu, peningkatan IPTEK harus dilakukan sehingga memiliki kemampuan bersaing secara terbuka dan fair. Berharap proteksi dari pemerintah sudah tidak zamannya lagi. Sekarang zamannya yang unggul yang akan tetap eksis. Kalau kemudian pemberlakuan MEA berakibat pada terdorongnya menjadi obyek, maka hal ini harus diakui secara terbuka bahwa mereka lebih baik.

Sekilas hal ini tampak kejam, tetapi hal ini sesungguhnya fair (baca: adil) sebab kemampuan untuk unggul juga tidak terbentuk seketika, tetapi melalui serangkaian proses panjang dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, adalah sebuah hal logis kalau mereka yang sudah melakukan investasi jangka panjang dengan mengorbankan banyak hal memiliki ruang yang lebih luas untuk berbuat.

Oleh karena itu, tidak ada kata terlambat dan kesiapan diri harus dilakukan di sisa waktu yang tersisa. Hal ini tidak hanya pada insan-insan pengusaha tetapi juga insan-insan yang berprofesi atau bercita-cita jadi karyawan. Pemberlakukan MEA juga menyebabkan terbukanya peluang lebar SDM-SDM luar untuk bekerja di Indonesia disamping SDM-SDM Indonesia pun memiliki peluang yang sama untuk berkerja di luar. Namun demikian, kalau SDM-SDM pencari kerja Indonesia tidak memiliki kualitas dan kalah bersaing dengan mereka, maka peluang untuk bekerja di negeri sendiri maupun di negara lain akan menyempit dengan sendirinya.  Tentu hal ini tidak diinginkan siapapun. Atas dasar ini pula peningkatan kapasitas diri menjadi satu tuntutan keadaan. 


D. Memperkuat Diri Melalui Organisasi Pengusaha
Organisasi-organisasi pengusaha sesungguhnya memiliki peran strategis dalam menumbuhkembangkan laju investasi dan juga kesiapan pelaku usaha itu sendiri dalam menghadapi MEA. Organisasi pengusaha apapun itu, baik yang bersifat spesifik berbasis kesamaan jenis usaha maupun bersifat umum, merupakan simpul komunikasi yang cukup baik untuk membangun silaturrahmi dan sekaligus berjejaring. Lewat organisasi bisa dilakukan peningkatan kapasitas diri khususnya dalam pengelolaan usaha, baik melalui komunikasi yang intensif maupun lewat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Lewat organisasi  juga sangat dimungkinkan bertukar informasi dan sekaligus menjajaki potensi kemitraan. Untuk itu, perlu dibangun kesadaran berorganisasi dilingkungan pelaku ekonomi di lingkungan Kabupaten Banyumas. Segenap pelaku usaha perlu diyakinkan bahwa ada relevansi yang kuat antara organisasi dan akselerasi (percepatan) pertumbuhan dan perkembangan usaha.

Pemerintah memiliki peluang besar untuk mendorong terbangunnya kesadaran para pelaku usaha untuk berorganisasi. Hal ini mengingat bahwa para pengusaha hampir bisa dipastikan berinteraksi dengan pihak pemerintah, baik kaitannya dengan persoalan legalitas maupun persoalan retribusi dan pajak. Disamping itu, dengan kuatnya organisasi - organisasi pelaku usaha akan mempermudah pemerintah dalam mensosialisasikan dan atau mengedukasikan berbagai informasi dan atau regulasi yang berkaitan dengan  dunia usaha dan dunia industri. 
    

E.  Bergabung Sebagai Cara Memperkuat Kapasitas Usaha dan Kemampuan  
      Dalam Mengoptimalkan Potensi Sumber Daya.

Dalam era kekinian dunia usaha, para pelaku usaha cenderung menekan persaingan dengan cara kemitraan mutualisme (saling menguntungkan). Alasannya sederhana, ketimbang energi habis untuk saling mengalahkan, lebih baik bermitra dan memperkuat diri sehingga lebih kokoh dan berpengharapan jangka panjang lebih baik. Hal ini layak menjadi inspirasi bagi para pelaku UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah). Usaha-usaha yang sejenis bisa bersatu sehingga lebih siap untuk menumbuhkembangkan pelayanannya. Hal serupa juga bisa dilakukan antar pelaku UMKM yang saling berhubungan, seperti kemitraan antara pemasok bahan baku, produksi dan perdagangan. Dengan demikian, akan tercipta efisiensi dan juga peningkatan produktivitas dari usaha tersebut. Langkah semacam ini juga akan meingkatkan kesiapan UMKM dalam menghadapi gempuran dari pelaku-pelaku ekonomi pada lini usaha yang sama. Satu hal lagi, melalui kemitraan akan terbentuk lompatan skala usaha sehingga lebih memungkinkan para UMKM melibatkan IPTEK dalam menata pertahanan dan juga menciptakan keunggulannya.

Pola kemitraan juga bisa dilakukan dalam hal mengoptimalkan potensi sumber daya yang besar dan sudah terdeteksi secara valid. Artinya, sistem gotong royong akan membentuk kekuatan permodalan sehingga lebih memungkinkan untuk menggarap usaha yang berskala besar. Dengan pendekatan ini, maka akan sangat dimungkinkan berperannya para pelaku usaha lokal dalam mengoptimalkan ragam potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Satu hal yang menjadi catatan, investasi besar yang ada di lingkungan Banyumas  cenderung sepi dari peran pelaku usaha lokal. Para pelaku bisnis daerah lain ternyata lebih agresif melihat Banyumas sebagai tempat strategis untuk menyelenggarakan investasi. Ini persoalan serius dan para pelaku usaha di Kabupaten Banyumas harus merubah mind-set nya dalam menumbuhkembangkan usaha yang dijalankan. “Saling percaya dan saling memperkuat” harus menjadi bagian dari bahan kampanye untuk mengakselerasi kesiapan dunia usaha dan dunia Industri dalam menyongsong pemberlakuan MEA. Kemitraan strategis dan bersifat jangka panjang (long term agreement)  harus dijadikan model untuk meningkatkan kapasitas usaha.

Untuk tujuan itu, pemerintah sangat bisa memainkan peran strategis dalam terwujudnya kemitraan-kemitraan strategis antar pengusaha di lingkungan Kab. Banyumas. Disamping memediasi, pemerintah juga bisa bergandengan erat dengan organisasi-organisasi pelaku usaha dan juga  mengkomunikasikan dengan pihak perbankan agar terbentuk kesamaan persepsi atas muasal keterlahiran gagasan semacam ini. Disamping perbankan juga adalah bagian dari pelaku ekonomi, keterlibatan pihak perbankan juga diperlukan mengingat bank berposisi sebagai variabel penting dalam urusan investasi. 

Terbentuknya suasana kebathinan kolektif dari segenap pemangku kepentingan akan membuat gagasan ini bisa mewujud dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berpeluang untuk berkembang berikut multiplier effect yang akan ditimbulkannya.   


F. Penutup
Pemberlakuan MEA adalah sebuah kepastian dan kesiapan adalah sebuah kebutuhan. Oleh karena itu, idealnya MEA dipandang sebagai sebuah peluang dan bukan  ancaman sehingga melahirkan semangat dalam merubah mindset dan sekaligus berbenah meningkatkan kapasitas diri dan  pengelolan usaha. Semangat kebangsaan lebih tepat diintrepretasikan dalam bentuk mengambil inisiatif mengembangkan ragam investasi, baik berbasis potensi sumber daya dan pelayanan market lokal, maupun berupa ekspansi usaha ke negara lain, khususnya negara-negara ASEAN. Kemitraan strategis antara pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan pihak universitas sangat diperlukan guna ketersusunan pola efektif dalam menumbuhkembangkan budaya investasi dan juga kesiapan menghadapi pemberlakuan MEA.  

Demikian pemikiran sederhana ini dituliskan sebagai stimulan penyemangat dan sekaligus memantik ragam gagasan brilian dalam sesi FGD (Focus Group Discussion)  seputar menumbuhkan budaya investasi.  Semoga menginspirasi.. Amin.!!!!


lampiran




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.