MENALAR ALIRAN REZEKI
DI 3 (TIGA)
KESENGAJAAN YANG MENGINSPIRASI
![]() |
sumber gambar : kaskus.co.id |
Jam menunjukkan pukul 04.00 Wib, Kereta Argo Dwi Pangga
terlambat sekitar setengah jam untuk sampai di Stasiun Jatinegara bila
berpedoman pada tulisan yang tertera di karcis . Saya tidak tahu apa
penyebabnya, apakah tadi di jalan ban kereta nya bocor atau menunggu
dipersimpangan kereta dari berlawanan arah, sebab begitu kereta start dari
purwokerto jam 22.59 wib langsung tidur menghimpun energi agar lebih fit dinas
3 (tiga) hari di Jakarta.
Seperti biasa, para supir taxi, tukang ojek, supir bajay
berderet di pintu keluar stasiun menawarkan jasa. Dengan tas rangsel di
punggung + tas cooper yang ku geret dengan tangan kiri, ku lewati barisan itu sekaligus mengangkat tangan
kananku meng-isyaratkan “tidak” untuk semua tawaran yang terkadang sedikit
bernada paksaan. Aku terus berjalan diantara kerumunan kendaraan dan kemudian
berhenti saat menemukan sedikit ruang kosong
di ruas jalan untuk menge-cek eksistensi nafas dengan menyulut sebatang rokok.
Melihatku berdiri seorang diri dengan lengkap tas cooper+ tas rangsel membuat
para penawar jawa transportasi berburu mendekatiku. Setengah cuek, aku tetap
asik dengan agenda sebatang rokok sambil mengabarkan ke rumah kalau aku sudah
sampai Ibu Kota dengan selamat.
Ter-ide mengulangi 2 (dua) kesengajaan di beberapa tahun
lalu. Aku ingin memperhatikan apa yang akan kuputuskan untuk sampai di Daerah
Selmis, Tebet dimana Musyawarah Kerja Kopindo (Koperasi Pemuda Indonesia) akan
di gelar. Aku ingin tahu siapa diantara mereka yang akan di tetapkan Tuhan
mendapat bagian rejeki dari isi dompetku yang tidak seberapa. Aku ingin belajar
bagaimana Tuhan memberi rezeki kepada salah satu diantara para barisan penawar
jasa transportasi ini. apakah akan sopir taxi, bajay, tukang ojek atau mikolet.
Aku pun ingin mecari hikmah ketika pada akhirnya nanti aku berketetapan salah
satu dari mereka.
Untuk niat ini, ku ambil aba-aba bergerak dengan terlebih
dahulu berdo’a. Kubiarkan fikiranku mengarahkan kaki ini melangkah ke arah mana.
Sambil berjalan, kujawab sekenanya ke para barisan supir taxi kalau aku akan naik
mikrolet aja. Sepertinya mereka kecewa dan satu diantaranya nyeletuk “bawa
cooper kok naik mikrolet”. Seketika aku membalikkan badan dan mencari
suara itu berasal. Ku tatap tajam penuh kewibawaan salah satu dari supir taxi
itu. Sepertinya dia langsung kehilangan nyali, tertunduk dan kemudian berbalik arah melangkah gontai.
Kemudian aku melanjutkan langkah menyeberang jalansambil menggeret tas cooper menuju
tempat bisa mikrolet jurusan tebet mangkal. Aku melewati barisan taxi lengkap
dengan supirnya yang terus menawarkan jasa pada siapapun yang berlalu dihadapan
mereka, sampai kemudian aku di sapa seorang laki-laki berperawakan sedang dan
memakai kupluk. Dia tanya dengan penuh sopan dan nada rendah. “mau kemana dan bapak mau naik apa?”.
“Mau ke tebet dan sedang nunggu mikrolet”, jawabku tegas. Dia kemudian
mengatakan dengan nada rendah pula, “kalau
bapak nunggu mikrolet datangnya setengah
jam lagi Pak. Apa bapak mau naik ojek aja. Saya biasa antar penumpang kok ke
daerah tebet dan cukup Rp 15.000,oo saja ongkosnya’. Gaya bahasanya terasa
beda dari penawar jasa sebelumnya dan begitu nyaman di telinga. Entah apa yang merasuki saya seketika langsung
menjawab “iya”. Dia langsung bergegas
mengambil motornya dan dengan sergep mengangkat cooper yang ditempatkan di antara stang dan tempat
duduk dan kemudian mempersilahkan saya untuk naik ke motornya. Ternyata, hamba
Tuhan satu ini yang diberi rezeki melalui dompetku. Selanjutnya aku mencoba
mencari jawab mengapa orang ini yang
terpilih.
Aku merasa begitu nyaman dengan cara dia berkendara.
Sambil tetep kosentrasi mengendarai motornya, dia mencoba bertanya dari mana
asalku dan sedikit berfilosopi tentang kebijaksanaan hidup. Hmmm...akhirnya aku
mendapat hikmah juga dari tukang ojek berkupluk ini. Sesampainya di tebet dan
membayar sesuai tarif, aku pun menyimpulkan kalau tukang ojeg ini layak
mendapat rezeki dipagi buta ini. Akupun mendapat pelajaran luar biasa,
khususnya bagaimana cara Tuhan memilih hambaNya yang layak mendapat rezeki.
Kesengajaan semacam ini sebenarnya sudah kulakukan untuk
ke-3 (tiga) kali. Kali pertama saat bersama rombongan sebuah perusahaan
property tepatnya diperjalanan pulang dari Semarang menuju Purwokerto. Saat
itu, salah satu dari penghuni mobil ber-ide membeli oleh-oleh salak di Banjarnegara
(salah satu kota yang dilalui antara semarang dan purwokerto). Kira-kira 15
menit lagi mencapai pusat salak dipinggir jalan raya, aku menyarankan kepada
semua untuk berdo’a agar semua bisa mendapat
pelajaran “bagaimana cara Tuhan memberi rezeki pada hamban-Nya” lewat
membeli salak ini. Semua berdo’a dengan caranya masing2 dan semua menyetujui aku
sebagai penentu di kios mana dari serentetan penjual salak yang menjadi tujuan
pembelian. Sambil terus berdo’a, aku pun membiarkan kaki ini akan menginjak rem
di antaraderetan kios salak. Akhirnya, kendaraan pun berhenti di depan satu kios.
Aku sengaja tidak turun dan mempersilahkan kepada segenap rombongan berburu
salak dan sekaligus mencari jawab mengapa sasaran belanja tertuju pada kios
itu. Setengah jam berlalu dan setelah semua penduduk kendaraan selesai menempatkan
hasil buruannya di bagasi mobil dan kemudia semua duduk diposisinya
masing-masing, aku pun menekan pedal gas melanjutkan perjalanan. Saat setiran
sudah stabil kembali di jalan raya, aku mulai bertanya untuk menemukan
pelajaran dari belanja ini. Aku tanya satu pelajaran apa yang mereka dapat saat
belanja salak di kios itu. Ternyata, semua sepakat untuk mengatakan bahwa
pedagang kios itu berbeda dari lainnya. Dia tidak memuji barang dagangannya sebagaimana
biasa kebiasaan setiap pedagang. Dia bahkan
mengingatkan kepada semua pembeli bahwa kualitas salak yang dijualnya saat itu tidak
semanis seperti biasanya. Sikap semacam itu pula yang menjadi dasar semua
penduduk mobil untuk tetap membeli salak di kios itu. Sebuah pelajaran luar biasa,
fikirku saat itu.
Kali kedua dengan tema sama kulakukan saat jam tiga
di pagi buta saat perjalanan pulang dari
Jakarta menuju kota mendoan Purwokerto dan mengambil jalur selatan melewati
ngagrek yang penuh kelokan. Saat itu, kami berencana membeli peyem oleh-oleh
khas jawa barat. Setelah berhenti disalah satu rentetan barisan pedagang peyem,
kami pun mulai berburu pelajaran dari aksi memborong peyem. Saat asik memilih
peyem, ter-ide bertanya pada sang penjual, seorang ibu sekitar umur 50 tahunan,
“apa
yang dilakukannya kalau sedang duduk menunggu pembeli datang di pagi-pagi buta
begini”. Tanpa fikir panjang dan cenderung spontan dia mengatakan “saya selalu
berdoa mas setiap kali menunggu sebab Tuhan yang kasih rejeki”. Seketika
aku tertegun dan tanganku terhenti sejenak memilih peyem. Wajar saja kalau
kemudian kakiku tergerak untuk menginjak rem di depan kios ibu ini. Begitu
kesimpulanku saat itu.
3 (tiga) kisah serupa dengan obyek berbeda ini menjadi sangat
menginspirasi bagiku, sehingga tergerak untuk menjadikannya tulisan dengan
harapan akan segenap pembaca setia arsadcorner
juga mendapat hikmah.
Kalaupun aku belum bisa berbagi materi, setidaknya
berbagi kisah dan hikmah juga merupakan sebuah kebaikan dipandangan Sang
Pencipta. Amin.
Tebet, Jakarta..
28 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
.