Rabu, 27 Agustus 2014

MENALAR ALIRAN REZEKI DI 3 (TIGA) KESENGAJAAN YANG MENGINSPIRASI



MENALAR ALIRAN REZEKI
DI 3 (TIGA) KESENGAJAAN YANG MENGINSPIRASI

sumber gambar : kaskus.co.id
Jam menunjukkan pukul 04.00 Wib, Kereta Argo Dwi Pangga terlambat sekitar setengah jam untuk sampai di Stasiun Jatinegara bila berpedoman pada tulisan yang tertera di karcis . Saya tidak tahu apa penyebabnya, apakah tadi di jalan ban kereta nya bocor atau menunggu dipersimpangan kereta dari berlawanan arah, sebab begitu kereta start dari purwokerto jam 22.59 wib langsung tidur menghimpun energi agar lebih fit dinas 3 (tiga) hari di Jakarta.

Seperti biasa, para supir taxi, tukang ojek, supir bajay berderet di pintu keluar stasiun menawarkan jasa. Dengan tas rangsel di punggung + tas cooper yang ku geret dengan tangan kiri,  ku lewati barisan itu sekaligus mengangkat tangan kananku meng-isyaratkan “tidak” untuk semua tawaran yang terkadang sedikit bernada paksaan. Aku terus berjalan diantara kerumunan kendaraan dan kemudian berhenti saat  menemukan sedikit ruang kosong di ruas jalan untuk menge-cek eksistensi nafas dengan menyulut sebatang rokok. Melihatku berdiri seorang diri dengan lengkap tas cooper+ tas rangsel membuat para penawar jawa transportasi berburu mendekatiku. Setengah cuek, aku tetap asik dengan agenda sebatang rokok sambil mengabarkan ke rumah kalau aku sudah sampai Ibu Kota dengan selamat.

Ter-ide mengulangi 2 (dua) kesengajaan di beberapa tahun lalu. Aku ingin memperhatikan apa yang akan kuputuskan untuk sampai di Daerah Selmis, Tebet dimana Musyawarah Kerja Kopindo (Koperasi Pemuda Indonesia) akan di gelar. Aku ingin tahu siapa diantara mereka yang akan di tetapkan Tuhan mendapat bagian rejeki dari isi dompetku yang tidak seberapa. Aku ingin belajar bagaimana Tuhan memberi rezeki kepada salah satu diantara para barisan penawar jasa transportasi ini. apakah akan sopir taxi, bajay, tukang ojek atau mikolet. Aku pun ingin mecari hikmah ketika pada akhirnya nanti aku berketetapan salah satu dari mereka.

Untuk niat ini, ku ambil aba-aba bergerak dengan terlebih dahulu berdo’a. Kubiarkan fikiranku mengarahkan kaki ini melangkah ke arah mana. Sambil berjalan, kujawab sekenanya ke para barisan supir taxi kalau aku akan naik mikrolet aja. Sepertinya mereka kecewa dan satu diantaranya nyeletuk “bawa cooper kok naik mikrolet”. Seketika aku membalikkan badan dan mencari suara itu berasal. Ku tatap tajam penuh kewibawaan salah satu dari supir taxi itu. Sepertinya dia langsung kehilangan nyali, tertunduk  dan kemudian berbalik arah melangkah gontai. Kemudian aku melanjutkan langkah menyeberang jalansambil menggeret tas cooper menuju tempat bisa mikrolet jurusan tebet mangkal. Aku melewati barisan taxi lengkap dengan supirnya yang terus menawarkan jasa pada siapapun yang berlalu dihadapan mereka, sampai kemudian aku di sapa seorang laki-laki berperawakan sedang dan memakai kupluk. Dia tanya dengan penuh sopan dan nada rendah. “mau kemana dan bapak mau naik apa?”. “Mau ke tebet dan sedang nunggu mikrolet”, jawabku tegas. Dia kemudian mengatakan dengan nada rendah pula, “kalau bapak nunggu mikrolet datangnya  setengah jam lagi Pak. Apa bapak mau naik ojek aja. Saya biasa antar penumpang kok ke daerah tebet dan cukup Rp 15.000,oo saja ongkosnya’. Gaya bahasanya terasa beda dari penawar jasa sebelumnya dan begitu nyaman di telinga.  Entah apa yang merasuki saya seketika langsung menjawab “iya”. Dia langsung bergegas mengambil motornya dan dengan sergep mengangkat cooper  yang ditempatkan di antara stang dan tempat duduk dan kemudian mempersilahkan saya untuk naik ke motornya. Ternyata, hamba Tuhan satu ini yang diberi rezeki melalui dompetku. Selanjutnya aku mencoba mencari jawab  mengapa orang ini yang terpilih.

Aku merasa begitu nyaman dengan cara dia berkendara. Sambil tetep kosentrasi mengendarai  motornya, dia mencoba bertanya dari mana asalku dan sedikit berfilosopi tentang kebijaksanaan hidup. Hmmm...akhirnya aku mendapat hikmah juga dari tukang ojek berkupluk ini. Sesampainya di tebet dan membayar sesuai tarif, aku pun menyimpulkan kalau tukang ojeg ini layak mendapat rezeki dipagi buta ini. Akupun mendapat pelajaran luar biasa, khususnya bagaimana cara Tuhan memilih hambaNya yang layak mendapat rezeki.

Kesengajaan semacam ini sebenarnya sudah kulakukan untuk ke-3 (tiga) kali. Kali pertama saat bersama rombongan sebuah perusahaan property tepatnya diperjalanan pulang dari Semarang menuju Purwokerto. Saat itu, salah satu dari penghuni mobil ber-ide membeli oleh-oleh salak di Banjarnegara (salah satu kota yang dilalui antara semarang dan purwokerto). Kira-kira 15 menit lagi mencapai pusat salak dipinggir jalan raya, aku menyarankan kepada semua untuk  berdo’a agar semua bisa mendapat pelajaran “bagaimana cara Tuhan memberi rezeki pada hamban-Nya” lewat membeli salak ini. Semua berdo’a dengan caranya masing2 dan semua menyetujui aku sebagai penentu di kios mana dari serentetan penjual salak yang menjadi tujuan pembelian. Sambil terus berdo’a, aku pun membiarkan kaki ini akan menginjak rem di antaraderetan kios salak. Akhirnya, kendaraan pun berhenti di depan satu kios. Aku sengaja tidak turun dan mempersilahkan kepada segenap rombongan berburu salak dan sekaligus mencari jawab mengapa sasaran belanja tertuju pada kios itu. Setengah jam berlalu dan setelah semua penduduk kendaraan selesai menempatkan hasil buruannya di bagasi mobil dan kemudia semua duduk diposisinya masing-masing, aku pun menekan pedal gas melanjutkan perjalanan. Saat setiran sudah stabil kembali di jalan raya, aku mulai bertanya untuk menemukan pelajaran dari belanja ini. Aku tanya satu pelajaran apa yang mereka dapat saat belanja salak di kios itu. Ternyata, semua sepakat untuk mengatakan bahwa pedagang kios itu berbeda dari lainnya. Dia tidak memuji barang dagangannya sebagaimana biasa kebiasaan setiap pedagang.  Dia bahkan mengingatkan kepada semua pembeli bahwa kualitas salak yang dijualnya saat itu tidak semanis seperti biasanya. Sikap semacam itu pula yang menjadi dasar semua penduduk mobil untuk tetap membeli salak di kios itu. Sebuah pelajaran luar biasa, fikirku saat itu.

Kali kedua dengan tema sama kulakukan saat jam tiga di  pagi buta saat perjalanan pulang dari Jakarta menuju kota mendoan Purwokerto dan mengambil jalur selatan melewati ngagrek yang penuh kelokan. Saat itu, kami berencana membeli peyem oleh-oleh khas jawa barat. Setelah berhenti disalah satu rentetan barisan pedagang peyem, kami pun mulai berburu pelajaran dari aksi memborong peyem. Saat asik memilih peyem, ter-ide bertanya pada sang penjual, seorang ibu sekitar umur 50 tahunan, “apa yang dilakukannya kalau sedang duduk menunggu pembeli datang di pagi-pagi buta begini”. Tanpa fikir panjang dan cenderung spontan dia mengatakan “saya selalu berdoa mas setiap kali menunggu sebab Tuhan yang kasih rejeki”. Seketika aku tertegun dan tanganku terhenti sejenak memilih peyem. Wajar saja kalau kemudian kakiku tergerak untuk menginjak rem di depan kios ibu ini. Begitu kesimpulanku saat itu.

3 (tiga) kisah serupa dengan obyek berbeda ini menjadi sangat menginspirasi bagiku, sehingga tergerak untuk menjadikannya tulisan dengan harapan akan segenap pembaca setia arsadcorner juga mendapat hikmah.

Kalaupun aku belum bisa berbagi materi, setidaknya berbagi kisah dan hikmah juga merupakan sebuah kebaikan dipandangan Sang Pencipta. Amin.



Tebet, Jakarta..
28 Agustus 2014     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.