Sabtu, 07 Juni 2014

KOPMA STAIN : MENATA ULANG AKTIVITAS dan POLA PENGELOLAAN PERUSAHAAN KOPERASI



MENATA ULANG
AKTIVITAS dan POLA PENGELOLAAN
PERUSAHAAN KOPERASI


Disampaikan pada acara “Diklat Managemen Perkoperasian”, yang dilaksanakan oleh Koperasi Mahasiswa “STAIN” Purwokerto, di Stucent Centre STAIN Purwokerto, 07 Juni 2014
 


A.  Pengantar
Kopma adalah organisasi berpenghuni insan-insan yang memiliki intelektual tinggi dengan status mahasiswa/i yang melekat pada setiap anggotanya. Atas dasar itu, tak terlalu berlebihan kalau kemudian berharap besar Kopma bisa mewujud menjadi koperasi besar dan menginspirasi banyak orang untuk menjadi bagian dari barisan koperasi. Kalau kemudian faktanya Kopma belum mampu mewujud hal tersebut, persoalan utamanya bukan terletak pada ketidaktersediaan SDM-SDM unggul yang berkemampuan men-drive organisasi maupun perusahaan koperasi, tetapi
semata-mata belum tertemukannya cara terbaik untuk menumbuhkembangkan perasaan ke-kita-an sehingga belum melahirkan sinergitas yang produktif.  

Sebagaimana defenisinya, koperasi merupakan kumpulan orang yang berkomitmen  membangun atau meningkatkan makna melalui sebuah kebersamaan. Akumulasi aspirasi dan dinamika kebutuhan menjadi modal penting koperasi untuk mmbentuk ragam karya yang berujung pada hadirnya kebermanfaatan-kebermanfatan baru bagi hidup segenap anggotanya. Oleh karena itu,  ketika sekumpulan orang ingin membentuk kebersamaan dalam sebuah koperasi, maka pembentukan “roh kolektif” menjadi agenda awal yang harus di sukseskan.  Tatkala kolektivitas sudah terbangun, maka secara linier akan terbentuk peluang pengembangan ragam aktivitas berbas. Dengan demikian, keterlahiran dan keberkembangan aktivitas  perusahaan koperasi sesungguhnya imbas langsung dari kualitas kebersamaan yang berhasil dibangun.


B.  Muasal Keterlahiran Aktivitas Perusahaan Koperasi
ICA (International Co-operative Alliance), dalam defenisinya menempatkan “perusahaan” sebagai media untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan para anggotanya. Aktivitas apa yang kemudian akan dijalankan oleh perusahaan koperasi sesungguhnya sangat tergantung pada aspirasi dan dinamika kebutuhan di lingkaran anggotanya. Dalam nalar demikian, memerankan perusahaan koperasi sebagai mesin penjawab kebutuhan akan memungkinkan terwujud. Demikian juga halnya kemampuan koperasi sebagai institusi pemberdayaan akan bermula dan berkembang seiring tumbuh kembangnya kualitas kerekatan sosial di antara segenap unsur organisasinya.


C.  Azas Subsidiary Sebagai Kode Etik Perumusan Aktivitas Perusahaan Koperasi
Dalam fakta lapangan, aktivitas-aktivitas perusahaan koperasi sering diinspirasi oleh “peluang usaha” yang kemudian dikaji melalui penyusunan satu studi kelayakan. Kebiasaan semacam ini merupakan akibat dari “pembacaan” yang kurang tepat terhadap apa, emngapa dan bagaimana berkoperasi sesungguhnya. Akibatnya, koperasi selalu diidentikkan dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi yang sangat antusias memobilisasi setiap peluang bagi kepentingan pertumbuhan laba dan modal. Mereka berpandangan perbedaan koperasi dan non-koperasi hanyalah pada “jumlah pemodal” saja dan hal lainnya dianggap sama. Pembacaan ini pula yang kemudian menjebakkan koperasi pada persaingan bebas dengan pelaku-pelaku usaha lainnya. Ironisnya, jarang terdengar koperasi


memenangkan persaingan dengan mereka.

Sebagai sebuah perusahaan, koperasi mengenal apa yang disebut azas subsidiary. Dalam tinjauan azas subsidiary dijelaskan bahwa apa-apa yang bisa dikerjakan oleh anggota sebaiknya tidak dikerjakan oleh koperasi dan sebaliknya apa-apa yang tidak dikerjakan anggota maka itulah yang harus di kerjakan oleh koperasi. Defenisi ini sebagai penegas bahwa aktivitas koperasi berposisi sebagai penjawab dari apa yang tidak mungkin dilakukan oleh anggotanya dikarenakan bebagai hal, seperti keterbatasan regulasi pemerintah, keterbatasan kapasitas diri, modal, teknologi, akses dan lain sebagainya. Azas subsidiary juga menjadi kode etik atau semacam pengingat yang tegas tentang relevansi yang nyata antara aktivitas perusahaan koperasi dan kebutuhan/aspirasi anggotanya. Kalau kemudian koperasi abai dengan azas subsidiary ini, maka bisa di duga kalau kemudian perusahaan koperasi akan mewujud menjadi korporasi dan berjarak dengan keseharian anggotanya. Dalam kondisi semacam ini, maka koperasi yang meng-anggota dipastikan tidak akan pernah ada. Imbas berikutnya adalah rapuhnya pertahanan koperasi, sebab anggota selaku pemilik perusahaan dan sekaligus pelanggan tidak memiliki ikatan emosional terhadap aktivitas yang dijalankan perusahaan koperasi.


D. Roh Pengelolaan Perusahaan Koperasi

Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa perusahaan koperasi berposisi sebagai media bagi pencapaian cita-cita bersama yang merupakan resume dari ragam kebutuhan dan asoirasi yang berkembang. Oleh karena itu,   Sebagai sebuah perusahaan berbasis aspirasi dan kebutuhan anggota, nafas pengeloan perusahaan koperasi harus mendasarkan diri pada semangat kekeluargaan. Hal ini sebagai sumber inspirasi dalam tahapan perumusan dan implementasi ragam strategi untuk menjaga dan menumbuhkembangkan aktivitas koperasi. Profesionalisme yang sering didengungkan setiap kali membincangkan manajemen perusahaan koperasi adalah profesionalisme berbasis kemanusiaan (humanistic), bukan profesionalisme yang hanya menekankan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan kemudian abai dengan persoalan-persoalan kemanusiaan. Sebab, muasal kelahiran koperasi sesungguhnya adalah alat untuk membentuk keadilan dan kemartabatan.
 
Dalam upaya membangun perusahaan koperasi sebagaimana cita-cita bersarnya, maka sebelum jenis aktivitas perusahaan diputuskan akan dijalankam koperasi. maka sebaiknya roh pembentukan aktivitas perusahaan harus terumuskan pertama kali. Roh yang terdefenisi tersebut merupakan refresentasi  aspirasi dan kebutuhan mayoritas penghuni koperasi. Selanjutnya, roh tersebut menjadi landasan dalam menjalankan kreativitas di tingkat operasional.

Sebagai stimulan, berikut ini dijabarkan beberapa contoh defenisi roh pengelolaan perusahaan koperasi:
1.      Sebagai media pemenuhan kebutuhan sehari-hari anggota.
2.      Sebagai Media Pembentukan Efisiensi Kolektif
3.      Media Pendidikan (anti konsumerisme, mencintai hidup sederhana, menabung dan lain sebagainya)
4.      Mendorong lahirnya ara wirausahawan baru melalui penyediaan modal dengan jasa murah dan penyediaan media untuk promosi usaha anggota.
5.      Mendorong kemajuan usaha melalui fasilitasi akses, teknologi dan manajemen.


E. Rasionalitas Ber-Asa Pada Perusahaan Koperasi
Setiap orang yang bergabung dalam koperasi pasti membawa agenda kepentingan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan perlu dilakukan sehingga mempermudah mencari jalan tengah dari ragam kepentingan tersebut. Lewat penyelenggaraan pendidikan, disamping akan membentuk pemahaman yang sama terhadap koperasi, pendidikan juga akan menyelaraskan harapan (baca: asa) dari setiap orang  yang bergabung di dalamnya. Jika hal ini tidak dilakukan, maka ragam persepsi, kepentingan dan ekspektasi akan meliar dan berujung pada sulitnya membangun kultur organisasi maupun dalam men-drive kolektivitas sebagai modal penting dalam menumbuhkembangkan perusahaan koperasi.

Setiap orang harus menyadari bahwa maju mundurnya koperasi sangat tergantung dari kesadaran setiap orang untuk ikut mengambul tanggungjawab dalam membesarkan, bukan memposisikan diri sebagai pengamat dan penikmat dari setiap capaian yang ada. Dengan demikian, terbangun pembacaan bahwa kebermanfaatan yang bisa dirasakan linier dengan partisipasi yang diberikan. Disamping itu, setiap orang  juga akan menjadi motivator dan sekaligus tauladan bagi lainnya, sebab semakin banyak yang mengambil inisiatif mengembangkan perusahaan maka semakin luas pula kebermanfaatan yang bisa dirasakan.     


F. Skala Ekonomis dan Rasionalitas Pola Pengelolaan Perusahaan
Walau berbasis kekeluargaan, profesionalisme pengelolaan adalah harga mati bila eksistensi sebuah koperasi masih diinginkan. Oleh karena itu, pola pengelolaan harus memiliki visi jauh dimana tahapan-tahapan pengelolaan yang dilakukan akan berujung pada terbentuknya budaya profesional di keseharian perusahaan koperasi.

Secara konsepsi, pertumbuhan dan perkembangan koperasi itu bertahap dan berkesinambungan. Dengan mengoptimalkan kolektivitas yang dipupuk secara terus menerus, koperasi kemudian menjalankan ragam aktivitasnya dengan tetap mendasarkan pada kadar kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

Untuk itu, tahapan-tahapan harus disusun dalam perencanaan komprehensif, mulai dari perencanaan jangka pendek, menengah dan  panjang. Lewat perencanaan yang komprehensif, bisa di ukur tahapan-tahapan pencapaian dan hal-hal yang harus dilakukan setiap unsur organisasi untuk mewujudkannya. Dalam sebuah perencanaan mungkin saja terdefenisi bahwa pengelolaan perusahaan koperasi pada kurun waktu masih diselenggarakan oleh pengurus ecara langsung dan tanpa kompensasi apapun (pengabdian murni) sampai terbentuk skala ekonomi dalam arti perusahaan koperasi sudah bergerak diatas titik break event point. Setelah skala ekonomi dari operasional sudah terbentuk, maka kompensasi pun diberlakukan dan atau bahkan mulai memasukkan para profesional guna meng-akselerasi ragam unit layanan yang diselenggarakn oleh koperasi.    


G. Menggagas Aktivitas dan Pengeloaan Perusahaan Kopma (Koperasi Mahasiswa)
Fakta lapangan menunjukkan banyak Kopma mengalami pasang surut di negeri ini. Core problem sesungguhnya adalah belum berjalannya sistem kaderisiasi yang standar. kurikulum pendidikan sebagai media strategis pembinaan kader masih bersifat temporal dan belum terstandarisasi secara nasional. Mayoritas dari sedikit kader handal lahir dari bakat alamiah dan bukan hasil serangkaian proses yang bertahap dan berkelanjutan. Ironisnya, bila kemudian generasi lanjutannya tidak memiliki kemiripan karakter atau kapasitas, maka hampir bisa dipastikan yang terjadi kemudian adalah kemunduran kopma, baik secara organisasi/kelembagaan maupun secara perusahaan.

Oleh karena itu, disamping pembenahan sistem kaderisasi melalui penyusunan kurikulum standar,  perlu pensikapan sehingga organisasi dan perusahaan tetap berjalan dengan baik. Untuk langkah ini, perlu memperhatikan hal-hal yang men-ciri pada sebuah kopma sebagaimana di jelaskan berikut ini:
1.      Keanggotaan kopma adalah insan-insan berstatus mahasiswa yang mayoritas memiliki skala prioritas kosentrasi pada urusan studi.
2.      Masa keanggotaan Kopma terbatas sepanjang  yang bersangkutan masih berstatus mahasiswa.
3.      Kebanyakan aktivis kopma belum menemukan keyakinan dan garis relevansi antara proses keseharian aktivitas kopma dengan masa depan yang cerah.

Alinea diatas perlu menjadi faktor pertimbangan penting dalam menentukan aktivitas perusahaan kopma yang akan dijalankan dan juga dalam menentukan pola pengelolaannya. Oleh karena itu, mereferensi pada alinea diatas dan juga  data empiris kopma-kopma di Indonesia ada beberapa gagasan/pemikiran seputar hal ini, yaitu :
1.      Referensi utama dalam menentukan “jenis aktivitas” perusahaan adalah aspirasi dan kebutuhan anggota, walau koperasi tidak mengharamkan untuk menangkap ragam peluang sepanjang tidak berbenturan dengan regulasi yang berlaku.
2.      Dalam hal kopma memilih untuk mengelola perusahaan sendiri tanpa melibatkan karyawan atau kaum profesional di operasionalisasi keseharian perusahaan, maka sebaiknya memilih aktivitas usaha yang bersifat temporal seperti bazar dan lain sebagainya. Sebab kenis usaha yang berlangsung terus menerus seperti toko, cafe, foto copy, warnet dan lain sebagainya menuntut kesiapan kopma untuk menyiapkan pengurus atau anggota yang bertugas secara bergantian terus menerus. Dalam tinjauan praktek, hal ini sulit diwujudkan mengingat jadual kuliah dan banyaknya penugasan-penugasan kampus berkaitan dengan persoalan study. Disamping itu, setiap jenis usaha yang dijelaskan dalam contoh menuntut skill tertentu sehingga mustahil untuk mendidik pengurus dan anggota dalam jumlah banyak untuk skill yang sama.
3.      Dalam hal kopma memilih untuk melibatkan karyawan atau profesional, peluang kopma mengembangkan ragam aktivitas perusahaan berbasis kebutuhan anggota lebih terbuka. Sebab, dengan melibatkan karyawan dan profesional, maka akan ada SDM yang concern menjalankan rutinitas dan sekaligus memikirkan strategi pengembangan perusahaan  koperasi.  Hanya saja, yang menjadi PR besarnya adalah konsistensi komitmen segenap anggota untuk berpartisipasi dalam mendukung jalannya perusahaan melalui partisipasi transaksi. Hal ini menjadi penting kaitannya dengan resiko pembiayaan yang muncul akibat keputusan melibatkan para karyawan dan kaum profesional.  


H. Penghujung
Sebagai pengingat, perusahaan dalam koperasi berposisi sebagai  media untuk memenuhi ragam aspirasi dan kebutuhan anggota. Oleh karena itu, soliditas dan konsistensi partisipasi segenap unsur organisasi menjadi kunci penting dalam menentukan survive tidaknya aktivitas perusahaan koperasi. Komitmen anggota sebagai populasi terbesar dari unsur organisasi koperasi yang diwujudkan dalam bentuk transaksi subyektif ( transaksi yang didasarkan pada semangat kepemilikan), secara akumulatif akan mempercepat kemampuan koperasi dalam menutup biaya operasional yang timbul. Atas dasar itu, pelibatan segenap unsur organisasi dalam menentukan jenis aktivitas perusahaan merupakan langkah awal pembentukan ikatan emosional anggota terhadap keseharian kehidupan koperasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.