PENGAWASAN PENGELOLAAN
USAHA dan
KEUANGAN KOPERASI
A. Pendahuluan
Dalam konteks ideal, pengawas seharusnya menjalankan fungsi oposisi
produktif. Oposisi produktif yang dimaksud tidak hanya “membenarkan
atau mempersalahkan” pengurus, tetapi juga memberikan saran atau pendapat yang bisa meningkatkan kinerja
koperasi secara menyeluruh. Oleh karena itu, pengawas juga bisa menjalankan fungsi
pembinaan seperti edukasi dan motivasi pada pengurus. Bahkan, selaku
refresentasi (baca: perwakilan) anggota, pengawas juga bisa melakukan peran
edukasi, motivasi, sosialisasi keada
anggota dan sekaligus menyerap aspirasi yang berkembang di kalangan anggota. Dengan
demikian, pengawas bisa memberikan kontribusi dalam membentuk iklim kondusif
yang merupakan pra-syarat koperasi untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan
baik.
B. Roh Pengelolaan Koperasi Sebagai Dasar Pengelolaan dan Pengawasan.
Dalam tujuan membumikan istilah koperasi, mungkin ada baiknya koperasi
didefenisikan sebagai dunia lain. Hal ini untuk memudahkan
ingatan semua orang dan sekaligus penegasan nilai beda atau keunikan koperasi,
dimana aspek ekonomi, sosial dan budaya terintegrasi dalam pengelolaan
perusahaannya. Ini tak mudah difahami, tetapi pada titik itu pula muasal
keunikan dan sekaligus sumber keunggulan koperasi. Fakta lapangan menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat mempersepsikan koperasi sebatas persoalan ekonomi
saja. Hal ini pula yang kemudian mendorong untuk memposisikan koperasi layaknya
perusahaan non-koperasi dimana fokus utama perjuangannya pada pertumbuhan
modal, laba dan perluasan pasar (market). Ironisnya, hal ini mewabah secara
akud di mayoritas masyarakat dan juga koperasi di negeri ini. Akibat rasional
yang kemudian muncul adalah menjelmanya koperasi sebagai korporasi dan kemudian
kehilangan jati dirinya sebagai perusahaan yang dikendalikan dinamika aspirasi
dan kebutuhan anggotanya.
Nalar dan fakta yang digambarkan di alinea sebelumnya merupakan penjelas
bahwa banyak perusahaan koperasi telah mengalami kehilangan roh nya dan
terjebak pada praktek perusahaan murni serta abai dengan jati diri sebagai ciri
khas koperasi. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kemudian menjadi sulit
untuk membedakan praktek perusahaan koperasi dan bukan koperasi. Semangat
pertumbuhan laba menjadi dominan dalam merumuskan ragam strategi dan
sayangnya tidak banyak koperasi yang
sukses dengan cara ini. Kondisi sama terus berulang sehingga keadaan serupa pun
terus berlangsung.
Mengembalikan koperasi ke roh atau jati diri adalah agenda yang harus disegerakan. Hal ini
tidak hanya menjadi dasar pengurus dalam mengelola koperasi, tetapi juga
menjadi dasar melakukan pengawasan terhadap keseharian koperasi.
C. Azas Subsidiary Sebagai Kode Etik
dan Sekaligus Bagian Dari Pengawasan
Secara konsepsi, perusahaan dalam koperasi berposisi sebagai alat atau media untuk mengakomodir dinamika
aspirasi dan sekaligus memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Untuk
itu, menarik untuk melakukan kilas balik muasal kelahiran serangkaian aktivitas
perusahaan koperasi yang sudah dan sedang berlangsung saat ini. Penataan ulang
“roh” pengelolaan unit-unit layanan ini perlu dilakukan untuk mengembalikan
fungsi dan peran koperasi sebagai institusi pemberdayaan.
Sebagai catatan bersama, dalam merumuskan aktivitas perusahaannya, koperasi
harus berpedoman pada kode etik yang biasa disebut dengan azas subsidiary.
Dalam azas subsidiary dinyatakan bahwa apa-apa yang bisa dikerjakan
anggota sebaiknya tidak dikerjakan oleh koperasi dan apa-apa yang tidak bisa
dikerjakan anggota maka hal itulah yang dikerjakan koperasi. Untuk
mempermudah pemahaman atas azas subsidiary ini, berikut diberikan beberapa
contoh sederhana:
1.
Sebuah koperasi yang beranggotakan mayoritas pedagang asongan di terminal,
maka sebaiknya koperasi tidak menyelenggarakan usaha yang sama sebab akan
menjadi pesaing bagi usaha yang dijalankan anggotanya. Andai koperasi tersebut
bergerak di sektor perdagangan, maka sebaiknya koperasi tidak berhubungan
langsung dengan end user (konsumen akhir), tetapi menjadi pemasok bagi para
anggotanya (para pedagang asongan).
2.
Sebuah koperasi beranggotakan para pengrajin gula kelapa, dalam merumuskan
aktivitas perusahaannya berkomitmen tidak menyelenggarakan pengadaan lahan yang
kemudian ditanami kelapa sebagaimana yang sudah dilakukan oleh anggotanya. Koperasi kemudian berposisi sebagai pengepul atas hasil anggota dengan
harga layak dan atau stabil sehingga anggota lebih sejahtera. Disamping itu,
koperasi juga bisa menyelenggarakan toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari
dari para anggotanya. Bahkan, bila perlu koperasi juga menyelenggarakan simpan
pinjam untuk menghindari para anggota terjebak pada para rentenir yang selalu
menggunakan modus ijon dan menjerat kehidupan pengrajin gula kelapa.
Ada beberapa pesan tegas dari azas subsidiary ini, antara lain :
1.
Penegasan bahwa
perusahaan koperasi merupakan media/sarana penjawab/pemenuhan
aspirasi dan kebutuhan anggota. Artinya, relevansi antara kebutuhan anggota dan
perusahaan koperasi harus jelas dan tegas.
2.
Adanya
distribusi peran yang saling berhubungan antara apa yang dilakukan anggota dan
koperasi untuk mensukseskan agenda
kesejahteraan bersama dalam arti seluas-luasnya.
3.
Aktivitas perusahaan
koperasi tidak boleh menjadi pesaing bagi usaha anggotanya
sendiri, sebab hal ini mencederai nilai kesetiakawanan dan saling membantu yang
selalu dijunjung tinggi koperasi.
4.
Dinamika
aspirasi dan kebutuhan anggota sebagai dasar penetapan dan sekaligus roh
aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan koperasi. Artinya, kelahiran unit
layanan dari perusahaan koperasi seyogyanya melalui proses komunikasi dengan
segenap anggotanya. Dengan demikian, ketika perumusan jenis unit layanan merupakan
refresentasi kebutuhan mayoritas
anggota, maka setiap kehadiran atau pengembangan unit layanan dari perusahaan
koperasi akan disambut baik oleh anggotanya dengan antusias. Nalar semacam ini
yang sering menjadi dasar kesimpulan bahwa koperasi adalah sebuah captive
market (pasar tertutup) .
Azas subsidiary yang merupakan kode etik perusahaan koperasi seharusnya
menjadi bagian pengawasan atas aktivitas-aktivitas yang dibentuk
maupun dikembangkan oleh koperasi. Dengan masuknya azas subsidiary sebagai
pertimbangan dalam perumusan ataupun pengembangan aktivitas perusahaan koperasi ,maka koperasi akan
mewujud menjadi insitusi yang memberdayakan secara nyata.
D. Pengawasan Terhadap Ketaatan Regulasi (Aturan)
Secara kelembagaan, koperasi merupakan salah satu penyelenggara usaha
disamping BUMN dan Swasta. Oleh karena
itu, keberadaannya pun tidak lepas dari regulasi pemerintah, mulai dari proses
pendirian sampai operasionalisasinya. Beberapa kebijakan yang harus ditaati
oleh koperasi antara lain; (i) UU Perkoperasian berikut Keputusan Menteri (Kepmen)
dan Peraturan Pelaksanaan (PP); (ii) UU Perpajakan dan; (iii) regulasi yang
menyangkut jenis aktivitas perusahaan, seperti HO, IMB, SIUP, TDP dan lain
sebagainya. Demikian halnya secara internal, koperasi juga memiliki aturan main
yang merupakan kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bagi pengurus, pengawas
dan anggota dalam menggunakan hak dan kewajibannya, yaitu; (i) AD/ART; (ii)
Persus (Peraturan Khusus) dan; (iii) Keputusan Rapat Anggota (RA).
Serangkaian aturan tersebut merupakan pedoman bagi koperasi dalam menjalankan
aktivitas organisasi dan perusahaannya. Untuk itu, pengawasan kepatuhan
terhadap regulasi ini menjadi penting agar koperasi terhindar dari
resiko-resiko yang mungkin mengancam eksistensi koperasi dikemudian hari.
E. Pengawasan Operasionalisasi Perusahaan Koperasi Secara Umum
Logika diatas menjelaskan tentang rasionalitas operasionalisasi perusahaan
koperasi yang berorientasi pada perluasan kebermanfaatan bagi anggota. Logika
diatas juga menjelaskan relevansi yang kuat antara operasionalisasi perusahaan
koperasi dengan kepentingan anggota. Logika pengelolaan semacam ini juga
seharusnya menjadi titik tekan dalam pengawasan operasionalisasi perusahaan
koperasi. Dengan demikian, secara bertahap dan berkesinambungan, keberdayaan
koperasi dalam memproduksi manfaat akan berbanding lurus dengan terbangunnya
kesadaran dan inisiatif anggota untuk membesarkan perusahaan yang dimiliki
bersama.
F. Pengawasan Operasionalisasi Perusahaan Koperasi Secara Teknis
Secara Teknis, profesionalisme adalah harga mati dan harus
ada dalam pengelolaan perusahaan koperasi. Dalam hal ini, UU No.17 ahun 2012
juga secara tegas men-syaratkan adanya kompetensi dalam pengelolaan dan
pengawasan koperasi, khususnya untuk simpan pinjam. Hal ini bisa diterima
mengingat bahwa profesionalisme yang akan membawa koperasi berkemampuan
mencapai dan mengembangkan kemanfaatan bagi anggota yang berposisi sebagai
obyek dan juga subyek dari pembangunan koperasi itu sendiri. Singkat kata,
efisiensi, efektivitas dan produktivitas dalam arti luas hanya hadir dari
rangkaian proses dimana profesionalisme ada didalamnya.
Ditinjau dari hakekat, operasionalisasi perusahaan merupakan kombinasi SDM
dan Modal yang mewujud kedalam strategi pelayanan kepada konsumen (anggota maupun
non anggota). Untuk melahirkan sebuah strategi, perusahaan koperasi harus
memerhatikan tahapan dari aktivitas, yaitu; (i) planning (perencanaan); (ii)
organizing (organisasi); (iii) actuating (operasionalisasi); (iv) controlling
(pengawasan) dan; (v) evaluating (evalusasi). Dengan demikian, operasionalisasi
berjalan dengan tertib, tersistematis dan terukur serta senantiasa dalam semangat
continous improvement (perbaikan terus menerus). Disamping itu,
pengawasan usaha juga harus menilik sinkronisasi aspek-aspek
dalam manajemen sebuah usaha, yaitu; personalia, pemasaran, operasional dan
keuangan. Sebab, sinkronisasi ke-4 (empat) aspek ini sangat berpengaruh
terhadap tingkat capaian produktivitas dalam arti luas sesuai roh pengelolaan
perusahaan koperasi. Secara singkat, berikut
dijelaskan tentang ke-4 (empat) aspek manajemen tersebut :
1.
Manajemen Kepersonaliaan. SDM adalah
investasi dan bukan faktor produksi. Dengan kompetensi yang tinggi, SDM bisa
menghasilkan ragam pemikiran yang akan mempercepat laju pertumbuhan perusahaan
koperasi. Oleh karena itu, pelibatan SDM yang memiliki kapasitas mumpuni adalah
bagian dari kunci keberhasilan koperasi dalam mencapai cita-citanya. Secara
teknis, kepersonaliaan bicara tentang ; (i) analisa pekerjaan (job analyze);
(ii) rekruitmen; (iii) pendidikan dan pelatihan; (iv) penempatan; (v)
pembinaan; (vi) rotasi; (vii) reward dan; (viii) hukuman (punishment).
2.
Manajemen Keuangan. Aspek keuangan
mencakup 2 (dua) hal, yaitu sumber dan pemanfaatan. Kreativitas menggali sumber
keuangan dan ketepatan dalam pemanfaatannya merupakan 2 (dua) hal yang relevan
dengan produktivitas. Satu hal yang menjadi catatan, salah satu ciri koperasi
yang baik adalah koperasi yang mandiri secara permodalan dalam mendukung
aktivitas perusahaannya. Hal ini tidak hanya mencerminkan kemampuan
finansialnya saja, tetapi juga menggambarkan soliditas dan kesadaran anggota
untuk ikut membesarkan perusahaan koperasi.
3.
Manajemen pemasaran.
Pemasaran adalah aktivitas pengkomunikasian tentang ragam
layanan yang disediakan perusahaan kepada konsumen. Ragam kiat pemasaran
yang dikembangkan bermuara pada satu tujuan yaitu diperolehnya reaksi positif
dari target konsumen yang menjadi sasaran. Dalam urusan segmentasi pasar,
koperasi sudah mendefenisikan segmentasi pasarnya bersamaan dengan kelahiran
koperasi itu sendiri. Kumpulan anggota adalah target pasar utama dari
serangkaian unit layanan yang diselenggarakan koperasi. Hanya saja, yang perlu
menjadi catatan pemasaran koperasi harus merujuk pada roh dari pengelolaan
koperasi itu sendiri, sehingga hasil akhir adalah transaksi yang didorong oleh
rasa kepemilikan dan keinginan kuat untuk membesarkan perusahaan yang dimiliki
bersama. Hal berbeda didapati ketika non-anggota sebagai target market dimana
yang ada hanyalah transaksi mutual antara penjual dan pembeli. Oleh karena itu,
ketika unit layanan koperasi tidak hanya melayani anggotanya, maka seharusnya
diberlakukan pola pendekatan khusus terhadap anggotanya.
4.
Manajemen Operasional. Roh operasional
adalah produktivitas yang dibentuk dari efisiensi dan efektivitas ragam taktik
dan strategi. Ketepatan kombinasi SDM dan Modal menjadi kunci penting dalam men-drive pola
operasional.
G, Pengawasan Keuangan
Ketersajian laporan keuangan merupakan salah satu tolak ukur dari
ketertiban administrasi keuangan dari sebuah koperasi, sebab laporan keuangan
adalah resume dari segala aktivitas organisasi dan perusahaan yang dinyatakan
dalam ukuran angka. Sementara itu, dari sisi kegunaan, laporan keuangan bukan
hanya sebatas pertanggungjawaban pengelolaan tetapi juga sebagai dasar untuk
mengambil keputusan kebijakan. Bahkan, bagi kalangan eksternal, laporan
keuangan selalu menjadi dasar untuk menilai kapasitas sebuah koperasi.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya ketersajian laporan keuangan bagi
internal maupun eksternal, maka pengawasan keuangan harus bisa mendorong
ketersususnan laporan tepat waktu. Secara teknis praktis, pengawasan keuangan mencakup
tentang kepatuhan, validitas dan lekayakan yang penjelasan singkat dari masing-masing
istilah tersebut dijabarkan berikut ini :
a.
kepatuhan. Kepatuhan mencakup ketaatan
terhadap prosedur pemanfaatan keuangan koperasi. Biasanya, pada koperasi yang
sudah memiliki sistem akuntansi yang baku terdapat serangkaian prosedur atau
otorisasi bertingkat dalam memanfaatkan sumber daya keuangan.
b.
Validitas. Validitas mencakup
tentang ketepatan atau kesesuaian dalam hal pencatatan dan dokumen-dokumen
pendukungnya. Validitas juga menyangkut kesesuaian jumlah antara catatan dan
fisik.
c.
Kewajaran. Kewajaran bicara
tentang kelayakan penyajian nilai-nilai yang didukung dengan bukti yang ada.
Apabila 3 (tiga) hal ini terpenuhi, maka bisa diyakini bahwa penyajian
laporan keuangan dapat diandalkan sebagai dasar menilai sebuah laporan maupun
sebagai dasar dalam mengambil keputusan selanjutnya.
H. Penutup
Secara kelembagaan, pengawas adalah salah satu unsur dari organisasi koperasi.
Mengingat bahwa perjuangan koperasi mengusung kolektivitas yang didalamnya
terdapat distribusi peran proporsional, maka pengawas merupakan unsur yang
berpengaruh besar dalam mewujudkan sebuah koperasi yang meng-anggota. Luasnya
kebermanfaatan berkoperasi bagi segenap anggota adalah target sesungguhnya dan
peran pengawasan sangat penting dalam keterselenggaraan pengelolaan organisasi
dan perusahaan koperasi sebagaimana konsepsi idealnya. Penyesuaian-penyesuaian
memang memerlukan waktu, tetapi intensitas kepengawasan berpengaruh besar dalam
kecepatan koperasi memerankan diri sebagaimana mestinya.
Posting Komentar
.