PENGAWASAN PENGELOLAAN USAHA dan KEUANGAN KOPERASI | ARSAD CORNER

PENGAWASAN PENGELOLAAN USAHA dan KEUANGAN KOPERASI

Senin, 19 Mei 20140 komentar



PENGAWASAN PENGELOLAAN
USAHA dan KEUANGAN  KOPERASI


Disampaikan dalam agenda “Rapat Pengendalian dan Pengawasan Koperasi”, diselenggarakan oleh Dinkop dan UMKM Prop  Jawa Tengah, di Gedung PLUT, Purwokerto, Kab.Banyumas, 19 Mei 2014


A.  Pendahuluan
Pengawas merupakan salah satu unsur organisasi koperasi disamping unsur lainnya yaitu pengurus dan  Anggota. Seperti sebutan namanya, tugas pokok pengawas adalah melakukan pengawasan menyeluruh terhadap koperasi yang  antara lain meliputi aspek organisasi/kelembagaan, usaha dan keuangan.   

Dalam konteks ideal, pengawas seharusnya menjalankan fungsi oposisi produktif. Oposisi produktif yang dimaksud tidak hanya “membenarkan atau mempersalahkan” pengurus, tetapi juga memberikan saran atau  pendapat yang bisa meningkatkan kinerja koperasi secara menyeluruh. Oleh karena itu, pengawas juga bisa menjalankan fungsi pembinaan seperti edukasi dan motivasi pada pengurus. Bahkan, selaku refresentasi (baca: perwakilan) anggota, pengawas juga bisa melakukan peran edukasi, motivasi, sosialisasi  keada anggota dan sekaligus menyerap aspirasi yang berkembang di kalangan anggota. Dengan demikian, pengawas bisa memberikan kontribusi dalam membentuk iklim kondusif yang merupakan pra-syarat koperasi untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.  


B.  Roh Pengelolaan Koperasi Sebagai  Dasar Pengelolaan dan Pengawasan.
Dalam tujuan membumikan istilah koperasi, mungkin ada baiknya koperasi didefenisikan sebagai dunia lain. Hal ini untuk memudahkan ingatan semua orang dan sekaligus penegasan nilai beda atau keunikan koperasi, dimana aspek ekonomi, sosial dan budaya terintegrasi dalam pengelolaan perusahaannya. Ini tak mudah difahami, tetapi pada titik itu pula muasal keunikan dan sekaligus sumber keunggulan koperasi. Fakta lapangan menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat mempersepsikan koperasi sebatas persoalan ekonomi saja. Hal ini pula yang kemudian mendorong untuk memposisikan koperasi layaknya perusahaan non-koperasi dimana fokus utama perjuangannya pada pertumbuhan modal, laba dan perluasan pasar (market). Ironisnya, hal ini mewabah secara akud di mayoritas masyarakat dan juga koperasi di negeri ini. Akibat rasional yang kemudian muncul adalah menjelmanya koperasi sebagai korporasi dan kemudian kehilangan jati dirinya sebagai perusahaan yang dikendalikan dinamika aspirasi dan kebutuhan anggotanya.

Nalar dan fakta yang digambarkan di alinea sebelumnya merupakan penjelas bahwa banyak perusahaan koperasi telah mengalami kehilangan roh nya dan terjebak pada praktek perusahaan murni serta abai dengan jati diri sebagai ciri khas koperasi. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kemudian menjadi sulit untuk membedakan praktek perusahaan koperasi dan bukan koperasi. Semangat pertumbuhan laba menjadi dominan dalam merumuskan ragam strategi dan sayangnya  tidak banyak koperasi yang sukses dengan cara ini. Kondisi sama terus berulang sehingga keadaan serupa pun terus berlangsung.

Mengembalikan koperasi ke roh atau jati diri  adalah agenda yang harus disegerakan. Hal ini tidak hanya menjadi dasar pengurus dalam mengelola koperasi, tetapi juga menjadi dasar melakukan pengawasan terhadap keseharian koperasi.


C.  Azas Subsidiary Sebagai Kode Etik dan Sekaligus Bagian Dari  Pengawasan
Secara konsepsi, perusahaan dalam koperasi berposisi sebagai  alat atau media untuk mengakomodir dinamika aspirasi dan sekaligus memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Untuk itu, menarik untuk melakukan kilas balik muasal kelahiran serangkaian aktivitas perusahaan koperasi yang sudah dan sedang berlangsung saat ini. Penataan ulang “roh” pengelolaan unit-unit layanan ini perlu dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan peran koperasi sebagai institusi pemberdayaan.   

Sebagai catatan bersama, dalam merumuskan aktivitas perusahaannya, koperasi harus berpedoman pada kode etik yang biasa disebut dengan azas subsidiary. Dalam azas subsidiary dinyatakan bahwa apa-apa yang bisa dikerjakan anggota sebaiknya tidak dikerjakan oleh koperasi dan apa-apa yang tidak bisa dikerjakan anggota maka hal itulah yang dikerjakan koperasi. Untuk mempermudah pemahaman atas azas subsidiary ini, berikut diberikan beberapa contoh sederhana:

1.      Sebuah koperasi yang beranggotakan mayoritas pedagang asongan di terminal, maka sebaiknya koperasi tidak menyelenggarakan usaha yang sama sebab akan menjadi pesaing bagi usaha yang dijalankan anggotanya. Andai koperasi tersebut bergerak di sektor perdagangan, maka sebaiknya koperasi tidak berhubungan langsung dengan end user (konsumen akhir), tetapi menjadi pemasok bagi para anggotanya (para pedagang asongan).
2.      Sebuah koperasi beranggotakan para pengrajin gula kelapa, dalam merumuskan aktivitas perusahaannya berkomitmen tidak menyelenggarakan pengadaan lahan yang kemudian ditanami kelapa sebagaimana yang sudah dilakukan oleh anggotanya.  Koperasi kemudian  berposisi sebagai pengepul atas hasil anggota dengan harga layak dan atau stabil sehingga anggota lebih sejahtera. Disamping itu, koperasi juga bisa menyelenggarakan toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari dari para anggotanya. Bahkan, bila perlu koperasi juga menyelenggarakan simpan pinjam untuk menghindari para anggota terjebak pada para rentenir yang selalu menggunakan modus ijon dan menjerat kehidupan pengrajin gula kelapa. 

Ada beberapa pesan tegas dari azas subsidiary ini, antara lain :
1.      Penegasan bahwa perusahaan koperasi merupakan media/sarana penjawab/pemenuhan aspirasi dan kebutuhan anggota. Artinya, relevansi antara kebutuhan anggota dan perusahaan koperasi harus jelas dan tegas.
2.      Adanya distribusi peran yang saling berhubungan antara apa yang dilakukan anggota dan koperasi untuk  mensukseskan agenda kesejahteraan bersama dalam arti seluas-luasnya.
3.      Aktivitas perusahaan koperasi tidak boleh menjadi pesaing bagi usaha anggotanya sendiri, sebab hal ini mencederai nilai kesetiakawanan dan saling membantu yang selalu dijunjung tinggi koperasi.
4.      Dinamika aspirasi dan kebutuhan anggota sebagai dasar penetapan dan sekaligus roh aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan koperasi. Artinya, kelahiran unit layanan dari perusahaan koperasi seyogyanya melalui proses komunikasi dengan segenap anggotanya. Dengan demikian, ketika perumusan jenis unit layanan merupakan refresentasi  kebutuhan mayoritas anggota, maka setiap kehadiran atau pengembangan unit layanan dari perusahaan koperasi akan disambut baik oleh anggotanya dengan antusias. Nalar semacam ini yang sering menjadi dasar kesimpulan bahwa koperasi adalah sebuah captive market (pasar tertutup) .          

Azas subsidiary yang merupakan kode etik perusahaan koperasi seharusnya menjadi bagian pengawasan atas aktivitas-aktivitas yang dibentuk maupun dikembangkan oleh koperasi. Dengan masuknya azas subsidiary sebagai pertimbangan dalam perumusan ataupun pengembangan aktivitas  perusahaan koperasi ,maka koperasi akan mewujud menjadi insitusi yang memberdayakan secara nyata.    


D. Pengawasan Terhadap Ketaatan Regulasi (Aturan)
Secara kelembagaan, koperasi merupakan salah satu penyelenggara usaha disamping  BUMN dan Swasta. Oleh karena itu, keberadaannya pun tidak lepas dari regulasi pemerintah, mulai dari proses pendirian sampai operasionalisasinya. Beberapa kebijakan yang harus ditaati oleh koperasi antara lain; (i) UU Perkoperasian berikut Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Pelaksanaan (PP); (ii) UU Perpajakan dan; (iii) regulasi yang menyangkut jenis aktivitas perusahaan, seperti HO, IMB, SIUP, TDP dan lain sebagainya. Demikian halnya secara internal, koperasi juga memiliki aturan main yang merupakan kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bagi pengurus, pengawas dan anggota dalam menggunakan hak dan kewajibannya, yaitu; (i) AD/ART; (ii) Persus (Peraturan Khusus) dan; (iii) Keputusan Rapat Anggota (RA). 

Serangkaian aturan tersebut merupakan pedoman bagi koperasi dalam menjalankan aktivitas organisasi dan perusahaannya. Untuk itu, pengawasan kepatuhan terhadap regulasi ini menjadi penting agar koperasi terhindar dari resiko-resiko yang mungkin mengancam eksistensi koperasi dikemudian hari.


E. Pengawasan Operasionalisasi Perusahaan Koperasi Secara Umum
 Sebagaimana dijelaskan pada sub pokok bahasan sebelumnya bahwa posisi perusahaan adalah sarana/mesin penjawab ragam kebutuhan anggota. Oleh karena itu, dinamika aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya dari anggotanya merupakan referensi penting dalam penyusunan strategi pengelolaan usaha. Logika semacam ini yang kemudian mendorong koperasi untuk lebih meng-arus utamakan kemanfaatan bagi anggota ketimbang  pertumbuhan SHU-nya. Dalam bahasa lain, kebersamaan dalam koperasi seharusnya bisa membentuk efisiensi kolektif  yang berdampak pada peningkatan  pendapatan riil anggota atau mendorong peningkatan pendapatan nominal di wilayah operasional usaha-usaha yang dijalankan oleh anggota selaku pribadi. Efisiensi kolektif yang dimaksud adalah terbentuknya harga perolehan yang lebih murah sehingga anggota bisa menikmati tingkat harga  yang lebih rendah. Dalam logika ini, maka semakin banyak jumlah anggota maka semakin meningkat permintaan dan pada akhirnya semakin murah pula harga perolehan. Pada akhirnya, semakin rendah pula harga ke tangan anggota. Oleh karena itu, salah satu prinsip koperasi suka rela dan terbuka merupakan sarana untuk membentuk efisiensi kolektif. Demikian halnya dalam hal unit layanan jasa (simpan pinjam misalnya), maka semakin banyak jumlah anggota akan semakin banyak pula yang menggotong biaya operasional dan hal ini membuka peluang koperasi untuk menyelenggarakan jasa pinjaman yang murah kepada anggota. Andai pinjaman murah bisa terselenggarakan, maka hal ini akan mendorong anggota lebih efisien dalam menjalankan usahanya dan berdampak pula pada peningkatan daya saing yang memperbesar peluang anggota untuk lebih berkembang.

Logika diatas menjelaskan tentang rasionalitas operasionalisasi perusahaan koperasi yang berorientasi pada perluasan kebermanfaatan bagi anggota. Logika diatas juga menjelaskan relevansi yang kuat antara operasionalisasi perusahaan koperasi dengan kepentingan anggota. Logika pengelolaan semacam ini juga seharusnya menjadi titik tekan dalam pengawasan operasionalisasi perusahaan koperasi. Dengan demikian, secara bertahap dan berkesinambungan, keberdayaan koperasi dalam memproduksi manfaat akan berbanding lurus dengan terbangunnya kesadaran dan inisiatif anggota untuk membesarkan perusahaan yang dimiliki bersama.        


F. Pengawasan Operasionalisasi Perusahaan Koperasi Secara Teknis
Secara Teknis, profesionalisme adalah harga mati dan harus ada dalam pengelolaan perusahaan koperasi. Dalam hal ini, UU No.17 ahun 2012 juga secara tegas men-syaratkan adanya kompetensi dalam pengelolaan dan pengawasan koperasi, khususnya untuk simpan pinjam. Hal ini bisa diterima mengingat bahwa profesionalisme yang akan membawa koperasi berkemampuan mencapai dan mengembangkan kemanfaatan bagi anggota yang berposisi sebagai obyek dan juga subyek dari pembangunan koperasi itu sendiri. Singkat kata, efisiensi, efektivitas dan produktivitas dalam arti luas hanya hadir dari rangkaian proses dimana profesionalisme ada didalamnya.  

Ditinjau dari hakekat, operasionalisasi perusahaan merupakan kombinasi SDM dan Modal yang mewujud kedalam strategi pelayanan kepada konsumen (anggota maupun non anggota). Untuk melahirkan sebuah strategi, perusahaan koperasi harus memerhatikan tahapan dari aktivitas, yaitu; (i) planning (perencanaan); (ii) organizing (organisasi); (iii) actuating (operasionalisasi); (iv) controlling (pengawasan) dan; (v) evaluating (evalusasi). Dengan demikian, operasionalisasi berjalan dengan tertib, tersistematis dan terukur serta senantiasa dalam semangat continous improvement (perbaikan terus menerus). Disamping itu, pengawasan usaha juga harus menilik sinkronisasi aspek-aspek dalam manajemen sebuah usaha, yaitu; personalia, pemasaran, operasional dan keuangan. Sebab, sinkronisasi ke-4 (empat) aspek ini sangat berpengaruh terhadap tingkat capaian produktivitas dalam arti luas sesuai roh pengelolaan perusahaan koperasi. Secara singkat,  berikut dijelaskan tentang ke-4 (empat) aspek manajemen tersebut :
1.     Manajemen Kepersonaliaan. SDM adalah investasi dan bukan faktor produksi. Dengan kompetensi yang tinggi, SDM bisa menghasilkan ragam pemikiran yang akan mempercepat laju pertumbuhan perusahaan koperasi. Oleh karena itu, pelibatan SDM yang memiliki kapasitas mumpuni adalah bagian dari kunci keberhasilan koperasi dalam mencapai cita-citanya. Secara teknis, kepersonaliaan bicara tentang ; (i) analisa pekerjaan (job analyze); (ii) rekruitmen; (iii) pendidikan dan pelatihan; (iv) penempatan; (v) pembinaan; (vi) rotasi; (vii) reward dan; (viii) hukuman (punishment).
2.     Manajemen Keuangan. Aspek keuangan mencakup 2 (dua) hal, yaitu sumber dan pemanfaatan. Kreativitas menggali sumber keuangan dan ketepatan dalam pemanfaatannya merupakan 2 (dua) hal yang relevan dengan produktivitas. Satu hal yang menjadi catatan, salah satu ciri koperasi yang baik adalah koperasi yang mandiri secara permodalan dalam mendukung aktivitas perusahaannya. Hal ini tidak hanya mencerminkan kemampuan finansialnya saja, tetapi juga menggambarkan soliditas dan kesadaran anggota untuk ikut membesarkan perusahaan koperasi.     
3.      Manajemen pemasaran. Pemasaran adalah aktivitas pengkomunikasian tentang ragam layanan yang disediakan perusahaan kepada konsumen. Ragam kiat pemasaran yang dikembangkan bermuara pada satu tujuan yaitu diperolehnya reaksi positif dari target konsumen yang menjadi sasaran. Dalam urusan segmentasi pasar, koperasi sudah mendefenisikan segmentasi pasarnya bersamaan dengan kelahiran koperasi itu sendiri. Kumpulan anggota adalah target pasar utama dari serangkaian unit layanan yang diselenggarakan koperasi. Hanya saja, yang perlu menjadi catatan pemasaran koperasi harus merujuk pada roh dari pengelolaan koperasi itu sendiri, sehingga hasil akhir adalah transaksi yang didorong oleh rasa kepemilikan dan keinginan kuat untuk membesarkan perusahaan yang dimiliki bersama. Hal berbeda didapati ketika non-anggota sebagai target market dimana yang ada hanyalah transaksi mutual antara penjual dan pembeli. Oleh karena itu, ketika unit layanan koperasi tidak hanya melayani anggotanya, maka seharusnya diberlakukan pola pendekatan khusus terhadap anggotanya.
4.     Manajemen Operasional. Roh operasional adalah produktivitas yang dibentuk dari efisiensi dan efektivitas ragam taktik dan strategi. Ketepatan kombinasi SDM dan Modal menjadi  kunci penting dalam men-drive pola operasional.         


G, Pengawasan Keuangan
Ketersajian laporan keuangan merupakan salah satu tolak ukur dari ketertiban administrasi keuangan dari sebuah koperasi, sebab laporan keuangan adalah resume dari segala aktivitas organisasi dan perusahaan yang dinyatakan dalam ukuran angka. Sementara itu, dari sisi kegunaan, laporan keuangan bukan hanya sebatas pertanggungjawaban pengelolaan tetapi juga sebagai dasar untuk mengambil keputusan kebijakan. Bahkan, bagi kalangan eksternal, laporan keuangan selalu menjadi dasar untuk menilai kapasitas sebuah koperasi.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya ketersajian laporan keuangan bagi internal maupun eksternal, maka pengawasan keuangan harus bisa mendorong ketersususnan laporan tepat waktu. Secara teknis praktis, pengawasan keuangan mencakup tentang kepatuhan, validitas dan lekayakan yang penjelasan singkat dari masing-masing istilah tersebut dijabarkan berikut ini :
a.      kepatuhan. Kepatuhan mencakup ketaatan terhadap prosedur pemanfaatan keuangan koperasi. Biasanya, pada koperasi yang sudah memiliki sistem akuntansi yang baku terdapat serangkaian prosedur atau otorisasi bertingkat dalam memanfaatkan sumber daya keuangan.
b.      Validitas. Validitas mencakup tentang ketepatan atau kesesuaian dalam hal pencatatan dan dokumen-dokumen pendukungnya. Validitas juga menyangkut kesesuaian jumlah antara catatan dan fisik.
c.       Kewajaran. Kewajaran bicara tentang kelayakan penyajian nilai-nilai yang didukung dengan bukti yang ada.

Apabila 3 (tiga) hal ini terpenuhi, maka bisa diyakini bahwa penyajian laporan keuangan dapat diandalkan sebagai dasar menilai sebuah laporan maupun sebagai dasar dalam mengambil keputusan selanjutnya.    


H.  Penutup
Secara kelembagaan, pengawas adalah salah satu unsur dari organisasi koperasi. Mengingat bahwa perjuangan koperasi mengusung kolektivitas yang didalamnya terdapat distribusi peran proporsional, maka pengawas merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam mewujudkan sebuah koperasi yang meng-anggota. Luasnya kebermanfaatan berkoperasi bagi segenap anggota adalah target sesungguhnya dan peran pengawasan sangat penting dalam keterselenggaraan pengelolaan organisasi dan perusahaan koperasi sebagaimana konsepsi idealnya. Penyesuaian-penyesuaian memang memerlukan waktu, tetapi intensitas kepengawasan berpengaruh besar dalam kecepatan koperasi memerankan diri sebagaimana mestinya.

Demikian pemikiran sederhana ini disampaikan sebagai stimulan dalam diskusi tentang kepengawasan koperasi. Semoga, agenda ini mampu menjadi menjadi sumber inspirasi dan lipatan energi untuk membangun koperasi sebagai institusi pemberdayaan yang mensejahterakan, khususnya bagi anggota. 



Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved