“FROM ZERO TO BE SUCCES ENTREPRENEUR”
Disampaikan pada
acara “Seminar Menjadi Wirausaha Muda” , yang diselenggarakan oleh Bursa FEB Unsoed
Tahun 2014/2015, di Gedung Roedhiro,
Universitas Jenderal Soedirman, Tgl 01 Juni 2014
A. Pembuka : 2 (dua) Fakta
Menarik Sebagai Bahan Kontemplasi
Memilih menjadi seorang wirausaha adalah sebuah kemuliaan, sebab disamping membentuk kemandirian juga berpeluang menciptakan harapan hidup bagi orang lain. Bahkan, berwirausaha memiliki implikasi positif terhadap pertumbuhan geliat ekonomi secara makro dan juga mengurangi angka statistik pengangguran. Persoalan menarik dalam hal ini adalah seberapa besar gairah menekuni wirausaha ditengah terbukanya peluang menjadi karyawan di perusahaan-perusahaan besar dan menjanjikan salary dan tatanan karir yang sudah jelas?.
Secara sederhana, menjadi
karyawan
atau wirausahawan
memang hanya persoalan pilihan saja.
Hanya saja, yang perlu diingat adalah
setiap pilihan memiliki konsekuensi dan setiap orang harus berjiwa besar
atas segala akibat pilihan yang diambil. Bagi mereka yang memilih bekerja,
mereka harus siap berlomba memperebutkan lowongan pekerjaan yang kapasitas
penerimaannya biasanya tidak sebanding dengan jumlah pelamarnya. Sementara itu,
bagi mereka yang memilih menjadi wirausahawan, mereka bisa memulai kapanpun,
tetapi mereka harus siap berproses dan bertarung dengan alam atau pelaku usaha
lainnya.
Oleh karena itu, sebelum melakukan
pilihan, ada baiknya menyimak 2 (dua) fakta menarik berikut ini;
1. Angka ideal jumlah
wirausaha sebuah negara adalah 2% dari jumlah penduduk dan sampai saat ini, Indonesia baru memiliki
1,65%. Angka ini sangat jauh berbeda dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN
dimana jumlah wirausaha nya sudah menembus angka lebih dari 4%. Oleh karena
itu, tumbuhnya gairah berwirausaha dikalangan masyarakat sangat diharapkan,
khususnya kaum intelektual muda yang energik.
B. Menilik Ragam Muasal Menjadi
Seorang Wirausahawan

2. Bosan jadi pekerja/karyawan. Adanya ragam ketidakpuasan
di lingkungan kerja juga bisa mendorong seseorang menjadi wirausahawan. Pola
apresiasi rendah dari perusahaan dan adanya perasaan tidak adil dalam hal
salary/penggajian atau lainnya mendatangkan
kejenuhan dan kemudian memilih keluar dan kemudian memilih menjadi wirausahawan.
3. Ketiadaan pilihan atau keterpaksaan keadaan. Fakta lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit yang
terjun ke dunia usaha karena ketiadaan pilihan. Hidup yang harus terus berlanjut memaksa untuk
melakukan apa saja untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa disadari,
kemudian orang ini menjadi pengusaha.
4. Sambilan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Ketika pertumbuhan
kebutuhan tidak seimbang dengan pertumbuhan salary, maka sebagian orang
kemudian memilih untuk berwirausaha dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan
tambahan. Dalam hal ini, berwirausaha dilakukan sambilan atau disela-sela
kesibukannya sebagai karyawan di sebuah institusi atau perusahaan. Namun
demikian, tak jarang kemudian ada yang memilih keluar dari pekerjaan tetapnya
setelah meyakini bahwa usaha yang dijalankannya memiliki prospek yang lebih menggembirakan.
5. Heorisme (kepahlawanan). Realitas sosial sekitarnya yang mengundang
perasaan miris juga sering menginspirasi seseorang berbuat sesuatu dengan
tujuan utama menciptakan keadaan lebih baik dan pengharapan. Untuk tujuan itu,
orang tersebut kemudian menyelenggarakan ragam aktivitas produktif yang
perlahan membawanya larut ke dalam dunia wirausaha.
7. Kesadaran sendiri. Orang semacam ini menekuni wirausaha didasarkan
pada satu alasan kuat dan mimpi besar (baca: visioner). Orang semacam ini lebih
tepat dikatakan sebagai entrepreneur sejati, dimana dia akan memperuangkan
mimpinya secara total lewat optimalisasi potensi diri dan energi serta diikuti
dengan serangkaian pengorbanan demi keterwujudan mimpi tersebut. Satu hal yang
menjadi catatan, sesuatu yang didasari kesadaran menimbulkan efek energi luar
biasa kaitanya dengan kesuksesan bisnis
8. Dsb
Banyak kisah yang menjadi
muasal seseorang menjadi seorang wirausahawan dan masing-masing kisah
mengandung spirit yang sama, yaitu menyukai hal-hal kreatif atau
tindakan-tindakan produktif, baik untuk dirinya ataupun bagi lingkungannya.
C. Siapapun Bisa Menjadi
Wirausahawan
Semua orang bisa menjadi
seperti yang diinginkannya, bila tahu caranya atau menemukan jalan/media tepat untuk
mewujudkannya. Demikian juga untuk menjadi wirausahawan, sepanjang mau
memulainya, tekun dalam belajar, sabar dalam berproses dan siap segala resiko
yang mengikutinya, maka orang tersebut berpeluang menjadi wirausahawan.
Persoalan utamanya terletak pada kemauan dan keberanian memulai serta kesiapan atas apapun hasil akhirnya.
Fakta berbicara, banyak
orang berkeinginan tetapi tidak punya kemauan atau keberanian yang cukup untuk
memulai. Bayangan negatif tentang sebuah akhir dan rasa takut/khawatir yang
sebenarnya belum terbukti, sering kali menjadi faktor penghambat sehingga orang
tersebut tak kunjung memulai atau terjun ke dunia wirausaha. Akibatnya
keinginan atau gagasan hanya sebatas di fikiran saja. Disamping itu, faktor excuse (baca: mencari-cari
alasan) atau paradigma keliru juga sering menjadi penunda, seperti tidak punya
modal, tidak terlatih, tidak terbiasa dan lain sebagainya yang akhirnya
menjauhkan dia dengan dunia wirausaha.
Sering orang mengatakan,
“ingin berwirausaha tetapi tidak punya modal”. Kalimat ini sesungguhnya berawal dari
paradigma keliru, dimana kekuatan fikiran, gagasan, semangat dan mentalitas
tidak dipandang sebagai modal utama
dalam memasuki dunia wirausaha. Satu hal lagi, kebanyakan pertimbangan juga sering menggagalkan
rencana untuk memulai. Ada satu joke/humor
di lingkungan pelaku usaha yang mengatakan bahwa “menjadi wirausaha itu tidak perlu
sekolah tinggi-tinggi sebab akan membuat terlalu banyak pertimbangan dalam
mengambil keputusan”.
Berwirausaha sesungguhnya
tentang kreativitas mengoptimalkan
apa yang dimiliki dan bukan mengedepankan apa yang tidak dipunyai. Mempersalahkan
atau bahkan mengumpat kenyataan atau
kekurangan tidak pernah merubah keadaan, tetapi memaksimalkan yang ada berpotensi melahirkan sesuatu yang baru dan
belum pernah dimiliki sebelumnya.
Sebagai sebuah tawaran
berfikir, dalam urusan wirausaha posisi uang hanyalah alat bantu dan bukan tujuan. Modal
utama
sesungguhnya terletak pada kemauan, keberanian memulai, kesabaran berproses dan
kesiapan terhadap segala resiko yang muncul.
D. Semua Berawal Dari 0 (nol)
E. Mengenal 3 (tiga) Tingkatan Mental
Dalam Wirausaha .
Seorang pengusaha sukses pernah
membuat perumpamaan bahwa “wirausaha itu 95% persoalan mentalitas dan 5%
persoalan lainnya”. Perumpamaan ini menandaskan betapa pentingnya faktor mental dalam berwirausaha. Berikut dijelaskan 3 (tiga)
tingkatan mental yang perlu dipupuk bila
menekuni wirausaha, yaitu :
1. Mentalitas Memulai. Banyak orang memiliki gagasan atau ide usaha,
tetapi tidak memiliki keberanian cukup untuk mengimplementasikannya. Hal ini
biasanya disebabkan ketidakmampuan dalam membangun keyakinan cukup dalam
dirinya tentang sebuah akhir yang indah. Bayangan-bayangan negatif atau buruk
lebih mendominasi sehingga memilih untuk tidak memulai karena tidak mau
berurusan dengan resiko. Pada tahap ini, seorang wirausahawan dituntut berani
memulai dan siap dengan segala resiko apapun yang mungkin muncul dikemudian
hari. Untuk itu, kepada para wirausahawan pemula disarankan untuk memulai
dengan hal-hal yang sifatnya sederhana dan kemudian berlanjut ke ranah yang
lebih besar secara bertahap. Hal ini dimaksudkan untuk membangun mentalitas
secara bertahap dan juga meminimalisir resiko yang mungkin muncul dikemudian
hari.
2. Mentalitas Berproses. Dunia wirausaha itu penuh dinamika sebab banyak faktor yang mempengaruhi
prosesnya. Terkadang
jalannya usaha tidak seindah rencana sehingga memerlukan penyesuaian atau
adaptasi dengan kondisi lapangan. Oleh karena itu, kreativitas harus diikuti
dengan kesabaran berproses. Belajar dari satu kesalahan dan melakukan perbaikan adalah metode belajar
yang efektif dan sekaligus perlahan membentuk ketangguhan mentalitas. Tak
jarang, pelaku usaha berbalik arah ketika kenyataan lapangan berbanding
terbalik dari dugaan awal. Disinilah mentalitas dalam menjalankan usaha
memegang peranan penting bagi keberlangsungan usaha tersebut.
3. Mentalitas atas hasil akhir. Semua wirausahawan siap menerima kondisi
menguntungkan, tetapi tidak semua
wirausahawan siap dengan kerugian. Disini kebesaran jiwa, sikap
optimistis dan tidak mudah patah arang, diperlukan dari seorang wirausahawan. Saat mendapatkan
keuntungan, seorang wirausahawan tidak boleh terlalu senang (baca: euforia) dan
harus tetap waspada, sebab mungkin saja esok hari mengalami kerugian. Saat
rugi, seorang wirausahawan harus bisa menyemangati diri sendiri bahwa esok hari
masih ada harapan. Ada fakta unik yang perlu menjadi catatan bahwa banyak
wirausahawan sukses melalui masa-masa sulit dari proses sebuah usaha, tetapi
sebagian dari mereka gagal dalam sesi keberhasilan sehingga kembali mengalami minus dan bahkan
kebangkrutan. Hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan mental terhadap sebuah
keberhasilan itu sendiri. Oleh karena
itu, wirausaha tidak hanya memerlukan mentalitas dikondisi kurang
menggembirakan, tetapi juga harus memiliki mental yang kuat dalam mengemban
derajat kesuksesan.
F. Relevansi Tuhan dan
Keberhasilan Wirausaha
1. Tak jarang peluang
usaha terlihat mengandung potensi keuntungan luar biasa, tetapi keterbatasan
pandangan dan jangakuan analisa memungkinkan manusia tidak bisa melihat segala
resiko atau keburukan yang mungkin hadir bila potensi usaha tersebut
dijalankan. Pada titik itulah peran Tuhan sangat diperlukan untuk membimbing
seorang wirausahawan dalam memilih berbagai peluang yang ada didepan mata.
2. Setiap manusia yang senantiasa
mendekatkan diri dengan Tuhan memiliki
fikiran dan hati yang tenang sehingga lebih mampu berkonsentrasi dan fokus
dalam melakukan segala sesuatunya. Demikian halnya dengan berwirausaha dimana
tingkat fokus dan konsentrasi sangat mempengaruhi hasil dari sebuah usaha. Oleh
karena itu, tidaklah mengeherankan ketika seorang wirausahawan kehilangan fokus
dan konsentrasi sering mengalami blunder sehingga kerugian tidak
dapat dihindarkan.
3. Fakta lapangan
menunjukkan bahwa dunia wirausaha terkadang tidak lepas dari tipu daya dan
muslihat dari sesama pelaku usaha yang dikemas dalam modus yang sangat rapi dan
jauh dari kecurigaan. Pada titik inilah seorang wirausahawan sangat membutuhkan
arahan Tuhan dengan siapa saja sebaiknya berinteraksi dan atau menjalin
kemitraan yang saling menguntungkan.
Keseimbangan antara kreativitas dan
kegilaan berkarya dengan kualitas ber-Tuhan perlu diingat oleh setiap
wirausahawan. Bagaimanapun juga, dunia
wirausaha penuh dengan ketidakpastian dan bahkan mengandung resiko, sehingga
bimbingan dan penjagaan Tuhan sangat diperlukan dalam setiap tahapan perjuangan
seorang wirausahawan. Namun demikian, hal ini diabaikan saja ketika cukup
percaya diri dengan segala kemampuan akal dan fikirannya.
G. Beberapa Statemen Sebagai
Stimulan
Singkat cerita,
berwirausaha adalah tentang keyakinan dan semangat untuk terus mengembangkan
kreativitas sehingga terbangun nilai baru atau penambahan nilai guna atas sesuatu
yang sudah ada. Oleh karena itu, kemampuan menyemangati diri sendiri menjadi
sangat penting untuk dimiliki oleh para wirausahawan.
Sebagai stimulan, berikut
disajikan beberapa kalimat yang sekiranya bisa menjadi sumber semangat dan
menginspirasi energi untuk terus berkarya, yaitu :
1. Wirausaha itu adalah “dunia
gila” sebab
menjaminkan sesuatu yang pasti dengan yang tidak pasti. Oleh karena itu, karena
kata “gila”
berbeda dengan “normal”, maka indikator-indikator hidup seorang wirausahawan
pun seharusnya mengandung kegilaan.
2. Berwirausaha
sesungguhnya adalah membangun kebiasaan diri mengembangkan dan mengaplikasikan
ragam gagasan yang berujung pada perluasan kebermaknaan diri dan peningkatan
kemuliaan dipandangan Tuhan.
3. Mimpi adalah sumber
inspirasi bagi lipatan energi. Oleh karena itu, membangun mimpi dari sebuah
wirausaha yang didalamnya terkandung harapan hidup bagi banyak orang lebih mulia dan bahkan lebih
berpeluang berhasil ketimbang memasuki dunia
wirausaha dilandasi oleh keinginan untuk memperkaya diri.
4. Berwirausaha
membutuhkan keyakinan, sebab berwirausaha itu adalah meyakini sesuatu yang sesungguhnya
belum terlihat. Bahkan sebagian pelaku usaha mendefenisikan berwirausaha
identik dengan ber-Tuhan, sebab keduanya sama-sama meyakini yang belum terlihat dan hanya bisa diyakini atau
dirasakan.
5. Rugi adalah pesan Tuhan
tentang perlunya ilmu dan strategi yang lebih efektif dalam menjalankan usaha.
Rugi bisa juga sebagai proses pemupukan mental untuk lebih siap berada
dikeberhasilan. Sementara itu, untung adalah hadiah dari kesungguhan,
ketekungan dan kesabaran berproses. Untung juga bentuk keberpihakan Tuhan yang
memerlukan intrepretasi bijak.
6. Tuhan adalah maha
penghitung yang adil. Oleh karena itu, luasnya ruang rezeki sebenarnya imbalan
terbaik dari kesungguhan dan ketekungan seorang wirausahawan dalam mensukseskan
impiannya.
H. Penutup
Membicarakan wirausaha
sesungguhnya tidak lebih menarik dibanding mempraktekkannya. Oleh karena
itu....mulailah, sebab berangan-angan tanpa diikuti dengan kesungguhan tidak
akan pernah mewujud menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan juga
orang lain. Mulailah dari hal sederhana dengan mengoptimalkan apa yang ada.
Nikmati prosesnya, dalami setiap dinamikanya dan terus kembangkan kreativitas
berbentuk inovasi.
“Memperluas kebermanfaatan diri
bagi banyak orang lewat mengembangkan kreativitas wirausaha adalah sebuah
kemuliaan dan semakin banyak orang berdo’a membuat peluang bahagia lebih
terbuka”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
.