STAY ON YOUR
CHOICE..
Tidak banyak orang berkesempatan
mebuktikan kebenaran dari mimpinya.. sebagian dari mereka memilih berbelok
arah sbelum benar-benar finished, sebagian lain berbalik arah walau
belum menemukan arah baru yang jelas dan sebagian lainnya berhenti untuk
mempercayai the power a dream dan membiarkan segala sesuatu
mengalir seperti air. Semoga..diantara mereka tetap menemukan alasan yang
pantas untuk tetap hidup..itu “diciptakan”, tentu jalannya cenderung lebih
terjal sebab yang dilakukan adalah sesuatu yang belum ada menjadi ada.
Berbeda dengan bila “ruang” sudah tersedia dimana perwujudan mimpi meletakkan
capaiannya pada perjalanan waktu dan keberpihakan sang pemberi wewenang
menetapkan sebuah keputusan.
Pada “ruang” yang belum ada, mimpi
dimulai dengan pendefenisian tujuan dan dilanjutkan dengan memasuki tahap
perjuangan membentuk ruang secara
bertahap. Sementara pada “ruang yang sudah ada”, keterwujudan mimpi erat
kaitannya dengan kesesuaian-kesesuaian keadaan dan ragam aturan yang berlaku di
lingkungan “ruang” yang ada dan bahkan tak jarang defenisi mimpi dirubah saat
keadaan tampak tidak berpihak.
Bermimpi bukanlah perkara mudah
sebab mimpi adalah keberanian mendefenisikan keinginan dan kemudian merangkai
tahapannya pada ruang yang dimiliki atau di ciptakan. Pada konteks ruang
Hidup adalah pilihan, apakah
membentuk mimpi sendiri dan menjadi pionir, ataukah menambatkan mimpi pada
mimpi orang lain atau sebuah institusi dengan menjadi pekerja atau karyawan
atau biasa disebut sebagai follower. Semua pilihan mengandung konsekuensi.
Kalau pioner cenderung mengatur diri mereka sendiri dan bahkan mulai
menciptakan aturan saat mulai ada yang menggantungkan hidup pada dirinya.
Sementara itu, pada seorang follower diwajibkan mengikuti segala
aturan yang ada dan ketaatannya sangat relevan dengan kelanggengan dirinya pada
orang atau institusi yang dia ikuti dan
tempat menambatkan hidup.
Follower atau
pioner?. Itu hanya pilihan dan kesiapan terhadap segala resiko
yang mengikutinya. Resiko bagi pioner adalah kebangkrutan, sedangkan pada
follower resiko terburuknya adalah pemecatan. Kalau follower mengkuti tangga
struktur yang ada dan menjadikannya sebagai tahapan kariri, kalau pioner
membentuk tangga bagi pionernya. Kalau pioner menggunakan istilah sense of
ownersip yang bermakna memiliki dalam arti sesungguhnya, kalau follower
menggunakan istilah sense of belonging yang bermakna seolah2 memiliki atau
biasa disebut dengan loyalitas atau yang lebih tinggi lagi integritas.
Berada di ruang follower atau
pioner memang persoalan pilihan yang memerlukan keberanian dalam menetapkannya.
Hanya saja, sebagian orang tak jarang menggungat kenyataan sehubungan dengan
ragam aturan yang menyusahkannya, padahal dia sudah mendefenisikan diri sebagai
follower. It’s not fair...mereka sering lupa bahwa menjadi follower yang baik
adalah penurut. Kalaupun ingin menjadi agen perubahan di ruang
yang ada, hal itu memerlukan keberanian sebab tak jarang gagasan baru dikatakan
sebagai bentuk pembangkangan, kecuali sang penggubah memiliki kemampuan
membentuk daya dukung sekitar sehingga kebenaran baru akan diberlakukan. Jika
tidak, sang follower harus tetap setia dengan kebenaran lama dan mematuhi
seutuhnya.
Sebenarnya, pada ruang pioner juga
tidak bebas memiliki kebebasan mutlak. Walau sang pioner bebas men-design ragam
aturan, tetapi dia pun harus taat dan patuh dengan ragam peraturan dan norma
yang ada di lingkungan masyarakat. Hanya saja, keleluasaannya tampak lebih luas
dan tidak terbatas, khususnya dalam ruang dimana dia sebagai founding father.
Kehidupan sang pioner cenderung concern pada penciptaan atau
pensikapan peluang dan mengantisipasi ancaman yang bisa merusak eksistensi dan
atau rencana barunya.
So...renungkan
secara serius sebelum berketetapam apakah menjadi pioner atau follower.
Sebab, penyesalan itu selalu datangnya belakangan. Bag pioneer, tak elok iri
terhadap capaian follower yang mungkin tampak wah dengan ragam fasilitas dari
kantor dimana dia bekerja. Sementara itu, bagi follower juga tak boleh iri atau
bahkan menyesal pada pilihannya ketika melihat sang poneer terkesan mencapai
tahapan bebas finansial. Orang jawa bilang hidup ini “sawang sinawang”.
Maknanya, terkadang apa yang terlihat sesungguhnya belum tentu apa senyatanya.
Distulah setiap orang harus senantiasa bersyukur atas apapun yang di capainya.
Sebab, bagaimanapun juga hidup mengenal istilah sebab akibat. Tuhan tak memberi
restu atau keberpihakan ketika seorang hamba tak memiliki tema yang jelas dan
upaya sungguh-sungguh dalam mewujudkannya.
Oleh karena
itu, mulailah hidup dari niat yang baik dan
insya Allah akan berakhir dengan kebaikan pula. “Libatkan Tuhan sebelum
berketetapan, agar dirimu dapat bimbingan dalam menentukan maupun mentahapi
arah yang engkau cita-citakan”, begitu kata seorang pemuga agama dalam
sebuah majelis.
Posting Komentar
.