A. Pendahuluan
KUD yang dalam realitas
kekinian banyak sedang di rundung kesedihan, memerlukan “kontemplasi
menyeluruh” guna menghasilkan pemikiran integratif dan komprehensif berisi
langkah-langkah terbaik yang harus diambil untuk penyelamatan. Mengenang
kejayaan masa lalu adalah salah satu
sumber semangat dan sekaligus pengingat bahwa sesungguhnya KUD pernah bisa dan
berjaya. Kalau kemudian saat ini mayoritas
tiarap atau diam ditempat, hal ini karena berubahnya iklim dan suasana kebijakan.
Oleh karena itu, “menyesuaikan dan mensikapi dengan cerdas”
adalah satu-satunya pilihan kalau eksis masih menjadi keinginan bersama. Fakta
menunjukkan, “perubahan” adalah sesuatu yang pasti dengan segala
faktor yang mendorongnya dan terkadang sulit untuk mengendalikannya. Bahkan ada
satu statement yang mengatakan bahwa “satu-satunya yang tetap di dunia
itu adalah perubahan itu sendiri”, sehingga berubah adalah sebuah
keharusan.
Oleh karena itu, KUD harus
beradaptasi dengan perubahan itu sendiri dan sekaligus mensikapinya dengan
cara-cara bijak sehingga dinamika di kelola dengan smart sehingga
berkontribusi positif terhadap penguatan dan sekaligus perkembangan KUD. Jika
tidak, maka perubahan berpotensi menjadi ancaman dan bahkan
mematikan KUD itu sendiri.
B. Hidup Segan
Mati Tak Mau
Sebagai
sebuah bahan perenungan, ada 3 (tiga) kunci dalam membangun koperasi yang kuat,
yaitu; (i) adanya para pemimpin yang selalu dekat dengan Tuhannya; (ii) adanya
pengola yang kreatif dan inovatif dan; (iii) adanya anggota yang loyal dan
mengerti apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Ketika 3 (tiga) hal
ini hadir di sebuah koperasi, maka peluang untuk berkembang menjadi terbuka
lebar. 3 (tiga) hal ini menjadi bagian dari penegasan bahwa kebersamaan yang
menjadi “senjata
terbaik” dari koperasi menuntut terbentuknya distribusi peran proporsional dalam mencapai tujuan-tujuan yang didefenisikan
bersama.
Perlu
direnungkan bahwa “hal
baru atau perubahan lebih baik dan berpengharapan” tidak datang dengan sendirinya, tetapi merupakan imbas dari langkah-langkah konstruktif yang disertai dengan semangat juang yang tidak
pernah padam dalam mewujudkannya. Oleh karena itu, semangat kolektif yang menjadi ciri khas koperasi,
harus di drive secara efektif sehingga tercipta sinergitas guna pertumbuhan dan perluasan kebermanfaatan
koperasi bagi segenap unsur organisasinya.
C. Pemilihan
Strategi
Kalau menilik fakta, banyak
unit usaha layanan KUD sedang tidak
berpengharapan. Dari hasil diskusi
seputar KUD diberbagai tempat, kebanyakan pegiat KUD merindukan kembali ke pola
lama dimana KUD banjir keberpihakan pemerintah lewat berbagai kebijakan yang
men-support. Harapan semacam itu menunjukkan lemahnya semangat kemandirian alias
masih akudnya ketergantungan terhadap kebijaksanaan pemerintah. Padahal, hal tersebut sudah sangat tidak
memungkinkan dan ironisnya berkurangnya daya dukung tersebut terjadi disaat KUD sedang pada posisi
tidak siap untuk mandiri. Artinya, ragam
kemudahan selama ini telah membentuk “ketergantungan” dan
meniadakan kemandirian KUD dalam menata organisasi dan perusahaannya. Oleh karena itu, rontoknya beberapa KUD di
tanah air adalah sesuatu yang sesungguhnya bisa di nalar muasalnya. Apakah
sesungguhnya “core problem” atau masalah utamanya adalah pada
unit pengelolaan layanan KUD ataukah sesungguhnya pada kualitas pengelolaan
organisasi dan kelembagaannya?.
Jawab ini tergantung “cara
baca” terhadap “apa, mengapa dan bagaimana berkoperasi”. Untuk membantu menemukan jawabannya, berikut
ini diberikan illustrasi singkat sebagai berikut:
di masa jaya
KUD dimana ragam fasilitas pemerintah masih
mengalir, performance unit-unit usaha KUD cukup moncer dan mampu berdiri
gagah. KUD pun sering berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam
menyalurkan berbagai bantuan saprodi yang dimaksudkan untuk meningkatkan hasil
pertanian masyarakat. Maka, tidak mengherankan “ memperoleh fasilitas”
telah menjadi “semangat atau dasar seseorang menjadi anggota koperasi”.
Tidak pernah diselenggarakan pendidikan terhadap anggota dan tidak pernah di edukasikan
kepada anggota tentang apa, mengapa
dan bagaimana seharusnya koperasi. Bahkan, tidak pernah ada semangat untuk
berpandangan bahwa ragam fasilitas pemerintah tersebut sesungguhnya “berjangka”
dan tidak akan berlangsung selamanya, sehingga tidak ada kesadaran untuk
membangun kemandirian koperasi melalui kekuatan organisasinya secara bertahap
dan berkesinambungan. Kalau kemudian anggota memilih keluar dan atau tidak
peduli kepada KUD setelah tidak ada lagi manfaat langsung, hal ini semata-mata
karena tidak adanya rasa cinta dan loyalitas terhadap koperasinya sendiri.
Anggota lebih memilih egois dan concern pada kepentingannya sendiri dan ini
akibat yang nyata ketika mereka tidak pernah dilatih tentang bagaima
kolektivitas menjadi model atau gaya hidup yang memiliki daya tahan yang lebih
kuat dan berumur panjang. Teringat petuah dari
Bapak (alm) Ibnu Sudjono yang menyatakan bahwa “investasi apapun akan
menjadi salah bila dilakukan pada organisasi yang salah”. Artinya, bila KUD
ingin bangkit maka hal pertama yang dibangun adalah organisasinya dan bukan
perusahaan nya. Disamping itu, satu hal yang menjadi catatan penting bahwa
posisi “perusahaan” dalam sebuah koperasi adalah “sarana” untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi. Keterbangunan “orang” atau keterwujudan“hidup
berkualitas” adalah “target utama”
berkoperasi, bukan pada keterbangunan perusahaan. Sebab, bila koperasi fokus
pada pembangunan perusahaannya dan bahkan kalau sampai abai dengan aspirasi dan
kebutuhan anggotanya, maka koperasi akan mewujud menjadi korporasi dan semakin
berjarak dengan kehidupan atau keseharian anggotanya. Jadi, perlu di tekankan bahwa apapun aktivitas
yang dikembangkan koperasi, haruslah berlandaskan pada aspirasi dan kebutuhan
yang berkembang di mayoritas anggotanya dan bukan di inspirasi oleh peluang
yang tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan anggotanya, walau koperasi tidak
mengharamkan untuk melayani non anggota (kecuali KSP alias koperasi siman
pinjam). Oleh karena itu, terselenggaranya penyerapan aspirasi dan kebutuhan
dengan baik, hanya bisa dilakukan oleh koperasi yang memiliki organisasi
yang baik dimana “pendidikan” selalu diselenggarakan dan di jadikan
alat efektif untuk membangun kualitas kebersamaan dalam koperasi. Bayangkan
saja, andai koperasi terjebak pada nafsu pertumbuhan modal layaknya perusahaan
non-koperasi, maka sangat dimungkin
perusahaan yang terbangun tidak di respon positif oleh anggotanya, sehingga
untuk bisa survive dan berkembang, perusahaan koperasi terpaksa berperang
secara terbuka (face to face) dengan pelaku ekonomi lain. Sebenarnya bukan
tidak mungkin keluar sebagai pemenang, tetapi potensi kegagalan jauh lebih
besar dan hal semacam ini jelas menyimpang dari jati diri koperasi yang
seharusnya menjadi sumber inspirasi dalam mengembangkan koperasi.
Penjelasan diatas diharapkan
membangun kesadaran bahwa “membangun organisasi” adalah hal
pertama yang harus dilakukan dan anggota segera di didik tentang apa, mengapa
dan bagaimana berkoperasi. Anggota perlu diyakinkan bahwa koperasi adalah “mesin
penjawab” bagi ragam aspirasi dan kebutuhan yang pemenuhannya dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan seiring dengan keterbangunan kapasitas kolektivitas
dalam koperasi. Hal ini membutuhkan proses dan kesabaran, tetapi pola ini lebih
menjanjikan masa depan koperasi dalam jangka panjang. Pola ini pun lebih
memungkinkan terbangunnya kemampuan koperasi secara bertahap
mempersonifikasikan diri sebagai mesin penjawab dan sekaligus pembentuk
kualitas hidup yang lebih baik dari insan-insan koperasi. Ekonomi, sosial dan
budaya yang merupakan ruang juang koperasi harus di formulasikan ke dalam satu
kesatuan yang saling mendukung dan diarahkan pada keterbentukan peradaban yang
lebih baik di tengah-tengah masyarakat.
Koperasi tidak anti dengan
kemapanan, tetapi koperasi memiliki cara unik dalam membentuk
kemapanan itu. Perusahaan koperasi tidak
anti dengan kemajuan, tetapi perusahaan koperasi punya cara khusus
dalam mencapai kemajuan itu. Hal ini harus menjadi catatan, sehingga organisasi
dan perusahaan koperasi akan mewujud sesuai dengan jati dirinya.
D. Perumusan Aktivitas Koperasi
Hal utama dalam merumuskan
aktivitas koperasi harus me-referensi pada aspirasi dan kebutuhan
sosial, budaya dan ekonomi anggotanya. Hal ini bagian dari tahapan untuk
membentuk koperasi yang mengakar dan juga tahapan koperasi membangun
kekuatannya sebagai mesin penjawab terbentuknya kemartabatan anggotanya secara
bertahap dan berkesimbungan. Disamping itu, rangkaian rancang aktivitas harus mereferensi jati diri koperasi sebagai
sumber inspirasi. Hal ini untuk
memastikan bahwa koperasi tidak sesat fikir maupun sesat tindakan. Secara umum,
aktivitas koperasi bisa di golongkan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu; (i)
aktivitas organisasi dan kelembagaan
dan; (ii) aktivitas perusahaan. Berikut dijelaskan secara singkat
tentang 2 (dua) kelompok aktivitas tersebut :
(i)
Aktivitas organisasi dan
kelembagaan merupakan serangkaian aktivitas
yang berorientasi pada 2 (dua) hal, yaitu :
·
pembangunan
internal yang kuat. Pada tahap ini, langkah-langkah
yang diambil ditujukan pada keterbentukan anggota yang mengakar dan dilandasi
pemahaman yang cukup tentang koperasi. Penyelenggaraan pendidikan kepada
segenap unsur organisasi adalah mutlak harus terselenggara, sebab hal ini
mejadi pondasi awal untuk membangun kapasita organisasi. Selanjutnya,
ketersediaan informasi seputar perkembangan koperasi adalah alat untuk menjaga
ritme semangat kolektif dan juga mempermudah fungsi kontrol terhadap perkembangan koperasi oleh anggota.
Aktivitas-aktivitas lain yang bersifat mendukung tentu dilakukan pada tahap
ini, seperti penyelenggaran administrasi, keuangan dan lain sebagainya.
·
pembangunan
koneksitas produktif tanpa menghilangkan otonomi dan
independensi koperasi.
Hakekat koperasi itu sesungguhnya “kerja sama”. Hal ini pula yang
membuat koperasi terbuka kerjasama pada siapapun sepanjang memiliki relevansi
terhadap peningkatan kesejahteraan anggota dan tidak merusak independensi
dan otonomi koperasi itu sendiri.
(ii)
Aktivitas perusahaan. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, perusahaan dalam koperasi merupakan media/sarana untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi anggota yang pertumbuhannya di pengaruhi oleh loyalitas
anggotanya. Oleh karena itu, jenis aktivitas perusahaan yang dijalankan
koperasi seharusnya me-referensi keinginan mayoritas anggota. Dengan demikian,
hakekat aktivitas perusahaan koperasi bertujuan untuk membantu anggota dalam
memenuhi kebutuhannya. Satu hal yang perlu menjadi perhatian dalam menentukan
jenis aktivitas perusahaan koperasi, yaitu azas subsidiary. Azas
ini semacam kode etik antara koperasi dengan anggotanya. Azas ini
juga menegaskan bahwa koperasi tidak boleh menjadi pesaing bagi anggotanya
sendiri. Oleh karena itu, apa-apa
yang bisa dikerjakan oleh anggota, tidak perlu dikerjakan oleh koperasi.
Sementara itu, apa-apa yang belum bisa dikerjakan oleh anggota, maka hal itu
lah yang seharusnya dikerjakan oleh koperasi. Azas ini menegaskan
komitmen kuat koperasi tentang etika saling memberdayakan dan memperkuat dan bukan saling meniadakan.
Berikut ini disajikan beberapa contoh untuk mempermudah pemahaman azas
subsidiary:,
·
ketika beberapa anggota sebuah
KUD menjalankan usaha toko di rumahnya, maka sebaiknya KUD tidak
menyelenggarakan toko yang melayani end user, tetapi menjadi
pemasok bagi toko anggotanya. Dengan demikian, anggota koperasi bisa memperoleh
sumber persediaan barang dagangan yang lebih efeisien.
·
Ketika sebuah koperasi beranggotakan orang-orang berprofesi sebagai pengrajin gula
kelapa, maka koperasi sebaiknya tidak menjadi pengrajin gula kepala, tetapi
sebaiknya menjadi pengepul atau pemasar
dari hasil anggotanya. Dengan demikian, anggota berpeluang untuk mendapatkan
harga jual yang lebih baik. Bahkan koperasi bisa menyelenggarakan “up grade
teknologi” agar produk anggotanya lebih bernilai jual.
Merujuk pada logika diatas,
ketika kehadiran aktivitas perusahaan koperasi melalui tahapan yang demikian,
maka akan terbentuk ikatan emosional yang kuat antara koperasi dengan
anggotanya. Dengan demikian, peluang eksistensi perusahaan koperasi akan
terbuka lebar karena dicintai oleh anggotanya. Kalau kemudian fakta saat ini di
toko KUD sepi pembeli dan anggotanya
bertransaksi di tempat lain, itu artinya bahwa ada sesuatu yang keliru, mungkin
dalam proses pembentukannya maupun profesionalisme pengelolaannya.
E. Menakar Keberhasilan Pembangunan KUD
Dalam konteks memahami KUD
adalah media pembangunan “hidup berkualitas” melalui keterbangunan
insan-insan di dalamnya, maka indikator keberhasilan sangat ditentukan dari “suara
kemanfaatan” yang di dengungkan oleh anggota. Hal ini dapat di ukur
dari suasana kebathinan yang berlangsung saat duduk bersama, baik
dalam agenda menilik pencapaian dan atau dalam agenda sharing
pendapat sekaligus membangun komitmen
kolektif berbagi peran untuk tujuan-tujuan yang akan diraih berikutnya. Inilah
yang sering didefenisikan sebagai kebersamaan berlabel produktif dalam arti
luas. Oleh karena itu, tidak berlebihan ketika sebagian aktivis koperasi
menggolongkan koperasi adalah organisasi alat perjuangan kemanusiaan, mewujudkan keadilan ekonomi dan juga mempertinggi peradaban manusia.
F. Penghujung
Lesunya kenyataan tak berubah
hanya dengan meratapi, tetapi harus melakukan serangkaian langkah konstruktif
sehingga harapan kembali terbangun secara bertahap dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, berbenah adalah pilihan yang tersedia bila KUD masih menginginkan kembali berjaya
sebagaimana pernah mencapainya. Semua itu memerlukan komitmen kolektif dari
segenap unsur organisasinya, walau efektivitas perubahan biasanya dimulai dari
sedikit orang yang siap berkorban jiwa
raga untuk membentuk dan mengawal perubahan itu sendiri.
Demikian goresan pemikiran sederhana
ini disampaikan sebagai bahan diskusi,
semoga efektif menyulut semangat me-revitalisasi KUD. Sukses selalu dan Bravo Koperasi..........!!!!
Posting Komentar
.