A. Pendahuluan
Investasi merupakan simbol kreatif yang berawal dari pemahaman potensi dan
dilanjutkan dengan semangat kerja keras
dan cerdas dalam rangka mewujudkannya menjadi karya produktif. Lewat karya tersebut
selanjutnya lahir ragam manfaat multi
dimensi yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan penggagas, tetapi juga
masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas investasi
sering didorong akselerasinya agar meningkatnya atau terbentuknya
harapan-harapan baru.
Kata Investasi sebenarnya sudah cukup familiar di telinga masyarakat
banyumas, khususnya di 6 (enam) tahun terakhir.
Hanya saja, implementasinya dan implikasinya masih terus memerlukan
serangkaian upaya tambahan dari segenap stake holder, sehingga efektivitas investasi lebih
bernilai menyemarakkan geliat ekonomi masyarakat Banyumas.
Bicara tentang pertumbuhan Investasi, hal ini
merupakan persoalan kompleks. Banyak
sekali faktor yang mempengaruhi
pertumbuhannya seperti kesiapan infra struktur, daya dukung masyarakat,
tingginya minat investor, regulasi yang memotivasi, kepastian hukum dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, sinergitas dianatara pemerintah daerah, media massa, para pelaku
ekonomi itu sendiri, masyarakat dan juga pihak Universitas diperlukan bagi
terbentuknya “iklim ramah investasi”. Sinergitas produktif semacam ini diperlukan
dalam rangka saling mendukung dan memastikan bahwa investasi mendatangkan
manfaat yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi dan juga terkendalinya
resiko-resiko yang mungkin muncul akibat dari investasi itu sendiri.
Bicara investasi dalam skala makro ekonomi, gong komunitas
ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) akan diberlakukan di tahun 2015.
Secara sederhana, ketika AEC berjalan maka akan di berlakukan free flow
(arus bebas) dalam hal barang dan jasa, sumber daya manusia dan juga investasi.
Dengan demikian, segala sesuatunya menjadi lebih terbuka dan juga secara
bersamaan persaiangan akan semakin menguat, khususnya di kawasan ASEAN. Pada
tingkat kesiapan tertentu dari sebuah negara atau daerah, AEC akan menjadi satu
peluang sebab dimana pasar menjadi lebih terbuka dan ragam gagasan lebih
memungkinkan di aplikasikan pada ruang yang lebih luas. Namun demikian, ketika sebuah
negara atau daerah berada di posisi tidak atau belum siap, maka secara
otomatis akan menjadi penonton dan sekaligus obyek dari AEC itu sendiri. 2015
sudah diambang pintu dan pemberlakuannya tidak mungkin ditundakan, sehingga pensikapan
cerdas menjadi kunci sukses kala
era ini benar-benar diberlakukan. Pertanyaan menarik adalah seberapa
siapkah segenap stake holder
di Kabupaten Banyumas?.
B. Investasi Berawal
Dari Peluang
Kalau investasi didefenisikan sebagai tindakan
pengelolaan peluang, maka sesungguhnya peluang itu sendiri bisa bersumber dari
yang sudah ada (melekat atau terkandung ) dan atau di bentuk
(diciptakan). Pada kondisi melekat, pemahaman terhadap kandungan potensi
pada satu daerah atau wilayah merupakan titik kunci untuk melakukan
pemetaan potensi realistis. Pemetaan potensi tidak hanya sebatas
pendefenisian bahwa sebuah daerah atau kawasan memiliki peluang,
tetapi harus di ikuti dengan detail informasi valid
sehingga mempermudah dalam membangun keyakinan yang cukup untuk berkesimpulan “layak”
untuk ditindaklanjuti dalam aksi konstruktif.
Untuk itu, penggalian potensi merupakan upaya awal yang
harus dilakukan, sehingga terbentuk list (daftar) potensi yang
akan menjadi bahan awal melakukan pengkajian kelayakan untuk dikembangkan dalam
skala ekonomi. Selanjutnya, list potensi ini merupakan “referensi obyektif”
dalam memasarkan “peluang
investasi” dari sebuah daerah atau kawasan. Sementara itu, pada posisi penciptaan
peluang men-syaratkan hadirnya orang-orang ber-talenta
wirausaha dimana pada dirinya melekat sifat dan karakter kreatif dan inovastif,
sehingga berkemampuan menciptakan “nilai tambah” dari hal-hal
yang sudah ada dan atau secara genuine (asli) melahirkan
gagasan-gagasan baru yang tidak terfikirkan sebelumnya. Hal ini yang biasa di
sebut dengan industi kreatif dan sedang ins digalakkan
sebab memiliki “nilai” yang luar biasa.
C. Pertumbuhan Wirausahawan (Entrepreneur)
Idealnya, jumlah wirausahawan di sebuah negara itu adalah
2,5% dari jumlah penduduk di sebuah negara atau wilayah. Data statistik
menunjukkan bahwa indonesia baru memiliki 0,6%, sehingga masih jauh dari angka
ideal. Fakta ini menandaskan bahwa sebagian besar dari masyarakat produktif
masih menggantungkan diri pada pekerjaan sektor formal maupun informal,
sementara itu gairah dan mentalitas
berwirausaha tergolong masih rendah. Budaya
instan lebih disukai dan cenderung menghindari proses juang yang panjang sebagaimana dipersayaratkan dalam ruang
wirausaha. Kalau mindset
semacam ini terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin masyarakat Banyumas akan
menjadi buruh di daerahnya sendiri. Untuk itu, upaya-upaya melahirkan dan
menumbuhkembangkan wirausahawan, baik dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas,
merupakan satu “agenda penting” yang perlu di arus utamakan. “Gairah
kemandirian dan tidak menggantungkan hidup” pada orang lain harus di
kampanyekan sebagai sebuah kebanggaan. Apresiasi terhadap mereka
yang berani terjun dan menekuni wirausaha juga perlu lebih ditingkatkan sehingga
memotivasi pertumbuhan. Apresiasi yang dimaksud adalah ragam “daya dukung
edukatif” yang akan meng-akselerasi
pertumbuhan kemandirian. Secara obyektif, bahwa saat ini sudah banyak daya
dukung diberikan pemerintah kabupaten, pemerintah propinsi dan juga pemerintah
pusat yang di kemas dalam ragam program. Namun demikian, masih perlu dilakukan peningkatan
kualitas program sehingga menjadi lebih efektif dan
berimplikasi nyata bagi pertumbuhan kualitas dan kuantitas wirausaha. Demikian
halnya dengan para wirausahawan yang sudah mapan, selayaknya terbangun kesadaran
untuk menjadi “bapak angkat” bagi para wirausahawan pemula.
Konsep bapak angkat ini harus dikemas dalam nuansa saling mendukung (sinergi)
atau memperkuat serta menghindari adanya upaya konstruktif saling meniadakan. Namun
demikian, ketika upaya pemerintah yang optimal dan semangat pengusaha besar menngandeng
pemula tidak diikuti dengan inisiatif dan antusiasme yang tinggi, maka semua menjadi percuma. Disinilah perlunya sinergitas semua pihak
dalam mendorong lahir dan tumbuhkembangnya wirausaha, baik secara kuantitas
maupun kualitas.
D. Mendorong Peningkatan Kapasitas Wirausahawan.
Fakta lapangan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor
industri besar dan juga sektor-sektor lainnya masih di dominasi
oleh pemain luar daerah yang masuk dan beroperasi di Kab. Banyumas. Pengungkapan
ini bukan bermaksud mengusung primordialisme sempit sebab sudah
bukan saatnya ber-tema kan sentimen sektorial di era bebas
berkarya seperti saat ini. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan auto koreksi
guna peningkatan semangat para wirausawan lokal untuk lebih meningkatkan
kiprahnya berwirausaha atau mengembangkan karya-karya nya. Untuk itu, peningkatan kapasitas
pengelolaan usaha menjadi agenda penting yang harus disegerakan oleh
para pelaku ekonomi Banyumas, sehingga terjadi perubahan mindset
dan peningkatan kemampuan dalam men-drive usaha yang sudah ada
(intensifikasi) maupun dalam men-diversifikasi ke skala usaha yang lebih besar.
Oleh karena itu, ragam pelatihan, lokakarya, bimbingan
teknologi, seminar, magang dan ragam metode edukasi lainnya perlu
diselenggarakan bagi segenap pengusaha lokal, sehingga peningkatan kapasitas
diri pelaku usaha akan berimplikasi pada peningkatan kualitas pengelolaan
usahanya dan pada akhirnya hal ini berdampak pada peningkatan peluang diversifikasi
ke ruang-ruang baru yang lebih luas. Upaya-upaya peningkatan kapasitas ini
dinilai sangat urgent karena fakta lapangan menunjukkan bahwa
banyak wirausahawan yang mengelola usahanya masih dengan cara-cara tradisional
sehingga menjadi sulit untuk berkembang. Profesionalisme masih belum terbentuk
sehingga mempersulit dalam melakukan percepatan karena belum terselenggaranya
manajemen pengelolaan usaha yang baik, seperti keterencanaan, keterukuran, keterkendalian
dan lain sebagainya.
Sementara itu, men-sinergi-kan antar pelaku
usaha adalah juga merupakan cara rasional untuk mengingkatkan kapasitas para pelaku
usaha. Lewat aplikasi pola “bapak angkat” akan terbuka peluang
saling mendukung dan bersinergi. Disamping itu, “kemitraan permanen”
atau aplikasi “pola gotong royong” di antara para pengusaha
lokal layak di kemas di dorong untuk
memasuki industri besar melalui pembentukan sebuah konsorsium. Hal ini masih jarang terjadi, sehingga perlu
di motivasi dan di mediasi dalam perwujudannya.
Satu hal yang menjadi catatan ketika akan membentuk konsorsium adalah
tentang “mindset pengelolaan usaha”. Menyatukan diri untuk satu program investasi
diantara wirausahawan yang berbasis manajemen jauh lebih mudah ketimbang
mempersatukan wirausahawan yang masih mengelola usahanya secara tradisional.
Bagi mereka yang menyelenggarakan usaha dengan manajemen yang tertata, sudah
terlatih berfikir visioner dan memiliki rekam jejak yang ter-record dengan
baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini akan mempermudah dalam membentuk
“visi bersama” membentuk usaha dalam skala yang lebih besar.
E. Regulasi Yang Edukatif, Motivatif
dan Protektif
Bicara investasi, regulasi memegang peranan penting,
khususnya dalam mendorong pertumbuhan, menjaga stabilitas dan juga keseimbangan.
Oleh karena itu, regulasi yang edukatif dan motivasional diperlukan untuk
mendukung tumbuhkembangnya persepsi positif, apresiasi dan ekspektasi
masyarakat terhadap aktivitas kewirausahaan. Regulasi yang bersifat protektif
dimaksudkan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi para pelaku usaha dan
juga mendorong keterselenggaraan “fair play” sehingga terbentuk iklim kondusif yang merupakan pra-syarat berkembangnya sebuah
investasi. Budaya “fair play” merupakan satu bentuk keadilan yang
akan menggiring setiap pelaku usaha untuk bermain pada “rule of game”
atau taat pada aturan main yang ditentukan.
Budaya “fair play” juga akan membentuk pola persaingan antar
pelaku usaha dalam keseimbangan tensi yang lebih mendorong untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi secara
terus menerus. Keterwujudan hal ini memerlukan komitmen semua pihak, sebab hal
ini berkaitan dengan karakter dan semangat kebersamaan dalam mempercepat laju
pertumbuhan ekonomi di masyarakat.
F. Rasionalitas dan kebijakan
masyarakat
Investasi tidak lepas dari daya dukung masyarakat,
khususnya dalam hal membentuk iklim kondusif dan juga peningkatan minat
investasi di kalangan investor. Bagi investor, keamanan dalam
arti luas jauh lebih diutamakan ketimbang kenyamanan (dampak ekonomi melalui
pertumbuhan laba). Oleh karena itu, hal
ini erat kaitannya dengan karakter masyarakat suatu daerah. Dalam beberapa
kasus, terkadang investasi harus berpindah karena masyarakat mengambil sikap oppourtunis
saat mendengar kabar investasi akan dimulai, seperti melonjaknya harga lahan
dan ragam kompensasi yang dipersyaratkan untuk bisa berinvestasi di sebuah
daerah. Kelompok kecil masyarakat semacam ini cenderung abai terhadap imbas positif jangka panjang terhadap kehadiran investasi
tersebut bagi dirinya dan juga masyarakat luas. Hal ini biasanya didorong oleh
keinginan akan keuntungan sesaat (aji mumpung). Ironisnya,
pihak-pihak lain (bukan penduduk setempat) juga sering ikut memandang hal ini
sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Tak jarang hal ini
menjadi faktor penghambat yang mengakibatkan kemunduran pelaksanaan, pemindahan
dan bahkan bukan tidak mungkin pembatalan atau sebuah investasi. Oleh karena
itu, sosialisasi imbas positif dari keterselenggaraan investasi perlu
dilaksanakan, sehingga masyarakat mempersepsikan dan mensikapi investasi dengan
bijaksana dan para investor pun merasa nyaman untuk menunaikan niatnya.
G. Penghujung
Membangun “masyarakat ramah investasi” merupakan
persoalan kompleks tetapi harus disegerakan. implikasi keterbentukannya jelas sangat berdampak
pada peningkatan geliat ekonomi masyarakat dan juga pemerintah melalu
peningkatan pemasukan pajak Oleh karena itu, semua pihak diharapkan berkomitmen
untuk memberi daya dukung positif, walau kekritisan terhadap implikasi-implikasi
negatif tetap harus dibangun guna menciptakan keseimbangan dan minimnya resiko
yang muncul di kemudian hari.
Untuk mensukseskan hal tersebut, kerja sama yang baik
antara pemerintah daerah, masyarakat, pelaku usaha atau organisasi pelaku usaha dan juga universitas
perlu terus ditingkatkan agar terbangun persepsi dan semangat yang sama dalam
mendorong laju investasi. Jika tidak atau bahkan dilakukan pembiaran, maka
bukan tidak mungkin di suatu waktu masyarakat Banyumas akan menjadi buruh dan
juga obyek di daerahnya sendiri. Hal ini tentu tidak di inginkan siapapun,
sehingga “bergerak bersama” adalah pilihan terbaik.
Demikian beberapa pemikiran sederhana dalam mendorong
laju pertumbuhan investasi, semoga bisa menjadi pemantik dalam diskusi dan juga
semangat membudayakan investasi khususnya di wilayah Kabupaten Banyumas. Amin
ya Robbal ‘Alamin.
Posting Komentar
.