MENJADI WIRAUSAHA MANDIRI
MELALUI OPTIMALISASI SEMANGAT BERKREASI
A. Pembuka
Wirausaha
merupakan sebuah profesi unik yang mengedepankan semangat, kreativitas,
keberanian dan mentalitas. Keberanian melakukan sesuatu untuk sebuah hasil yang
belum bisa dipastikan, adalah letak keberanian dan mental seorang
wirausahawan. Oleh karena itu, eksisnya karya dan luas pengaruh positif bagi
diri sendiri dan lingkungan, merupakan indikator obyektif dari keberhasilan
seorang wirausahawan. Untuk itu, seorang wirausahawan harus memiliki instuisi
tajam, baik mendeteksi peluang maupun potensi hambatan yang mungkin mengikuti
saat mendalaminya ke tingkat tindakan nyata. Sebagai pengingat, instuisi lahir
dari penjiwaan yang dalam. Keikhlasan
Keteguhan, kesabaran, selalu berfikiran positif dan optimis adalah
beberapa hal yang harus senantiasa ada pada diri seorang wirausahawan. Tidak
pernah putus asa dan mampu mempersepsikan ragam hambatan sebagai tantangan
menjadi ujian yang sering berulang dalam keseharian seorang wirausahawan. Oleh
karena itu, semangat untuk terus bergerak dan ketangguhan mental adalah kunci
meraih sebuah kesuksesan.
B. Bersahabat dengan kenyataan, mimpi, dan perubahan
Hari kemarin
adalah sejarah dan tidak satu pun yang bisa merubah nya. Namun, dari masa lalu
bisa didapat pelajaran dan hikmah serta menjadi bekal yang baik untuk
menghadapi hari ini dan membentuk hari esok. Tuhan mengkaruniai setiap manusia
akal, fikiran, bakat, energi dan waktu serta alam berikut isinya.
Pengkombinasian semua karunia tersebut menjadi penentu seperti apa dinamika
kehidupan yang mewarnai perjalanan manusia.
Semua orang menginginkan bahagia, tetapi fakta menunjukkan tidak semua
orang berada di posisi yang bahagia, baik karena tidak relevannya antara mimpi
dan bakat, maupun dikarenakan tidak efektifnya
antara mimpi dan upaya, sehingga
kenyataan berjarak dengan harapan.
Perubahan
tidak pernah datang dengan sendirinya, sebab perubahan adalah hasil dari “akumulasi
gerakan”. Untuk datangnya perubahan, Seorang wirausahawan harus berani
bergagasan dan membangun mimpi. Disamping sebagai defenisi tujuan dari apa-apa
yang dilakukan, mimpi merupakan sumber inspirasi dan juga energi. Bayang indah
ketercapaian mimpi telah menyemangati untuk terus berupaya melakukan
upaya-upaya terbaik bagi keterwujudannya.
Mimpi tidak diraih semudah membalikkan tangan, tetapi memerlukan
pejuangan dan ragam pengorbanan serta ketekunan yang luar biasa. Namun, mimpi
harus dijadikan sebagai sumber energi untuk terus bergerak dan menggerakkan
segala potensi. Oleh karena itu, langkah-langkah terencana dan terantisipasi
merupakan bagian dari upaya perwujudan mimpi itu sendiri. Keyakinan yang tinggi
akan sebuah ketercapaian menjadi satu sumber
semangat untuk terus mengembangkan kreativitas dan ragam strategi.
C. Wirausahawan itu tidak mengedepankan keterbatasan.
Membangun
kemandirian itu membutuhkan tekad kuat. Hal ini bisa dimulai dari kemandirian
berfikir dan kemampuan bergagasan yang di ikuti dengan keberanian bertindak
dengan segala resiko yang mungkin mengikutinya. Dalam hal ini, seorang
wirausahawan tidak boleh menyerah pada keterbatasan, tetapi selalu mencoba memobilisasi
potensi diri secara optimal. Oleh karena itu, seorang wirausahawan harus
membangun kesadaran bahwa mengeluh tidak akan pernah bisa memecahkan masalah dan
atau merubah keadaan. Kekuatan semangat, akal, fikiran dan potensi harus
dijadikan modal terpenting untuk bisa berdikari. Tatkala terdapat keterbatasan
dalam mewujudkan ide atau gagasan, maka membangun komunikasi dengan pihak-pihak
yang berpeluang diajak bermitra adalah solusi yang mungkin untuk di ambil.
Inilah yang disebut dengan “kolaborasi potensi”. Sebagai satu
catatan yang menyemangati, “banyak orang punya ide tetapi tidak memiliki
faktor pendukung yang komplit untuk merealisasikannya, tetapi banyak pula orang
yang punya faktor pendukung yang komplit tetapi tidak punya ide untuk
mengoptimalkannya”. Artinya, ketika mereka jalan sendiri-sendiri maka
tidak akan tercipta nilai tambah, tetapi ketika mereka bergabung menyatukan potensi
maka akan terbentuk karya yang akan membahagiakan keduanya. Untuk mendukung hal tersebut, seorang
wirausahawan harus mampu mengendalikan ego pribadi dan lebih mengutamakan keterwujudan
karya, ntah itu lewat dirinya sendiri atau harus ber-partner dengan orang lain.
Ketika wirausahawan tersebut memiliki pribadi yang renyah dalam artian
pergaulan yang luas, maka peluang-peluang kemitraan akan sangat memungkinkan
untuk direalisasikan. Tentu langkah ini harus diikuti dengan rekam jejak
kebaikan pribadi, sebab kerjasama hanya lahir dari kondisi “saling
percaya”. Itulah sebabnya, kejujuran dalam menjalankan bisnis
dan kerelaan
saling berbagi harus menjadi karakter dari seorang wirausahawan.
D. “Jeneng” dulu baru “Jenang”
Seperti
dijelaskan sebelumnya, berwirausaha memerlukan kesabaran, keikhlasan dan
keteguhan dalam berproses. Sesuatu yang besar berawal dari kecil dan
pertumbuhan usaha adalah akibat positif dari akumulasi langkah-langkah efektif.
Hanya saja, menemukan satu langkah efektif terkadang harus melalui ratusan liku dan
bahkan ribuan langkah. Oleh karena itu, seorang wirausahawan harus fokus pada
penciptaan usaha yang berkualitas. Fokus semacam ini merupakan tiket untuk
membentuk rekam jejak alias nama baik (jeneng) yang bila terakumulasi akan
melahirkan kepercayaan (trust). Pada saat kepercayaan sudah terbentuk, maka
potensi mendulang keuntungan mulai terbuka. Inilah yang dimaksud dengan “jeneng
dulu baru jenang”, yang menekankan bahwa keuntungan/laba adalah imbas dari kemampuan melahirkan usaha yang
berkuallitas.
E. Persepsi atas modal yang membelenggu
Seringkali
“uang” diidentikkan dengan modal. Ironisnya, hal ini selalu menjadi alibi atas
kebelum berkembangan. Persepsi semacam ini telah membelenggu banyak orang dalam
menjalankan wirausaha. Bahkan, tak jarang
orang menghindarkan diri jadi wirausaha karena alasan modal (baca:
uang). Dalam bahasa semangat, wirausaha itu tentang semangat berkreasi dengan
atau tanpa uang sama sekali. Artinya, semangat berkreasi merupakan modal
terbesar dalam membangun wirausaha. Uang sesungguhnya berposisi sebagai alat
bantu, yang bisa datang dari diri sendiri atau lewat orang lain yang meyakini
kreasi yang akan dikembangkan sebagai sebuah potensi yang menarik. Merubah
“mindset” tentang modal sepertinya perlu menjadi sebuah bahan renungan, sebab
bila terus dipelihara pemahaman bahwa modal itu adalah uang, maka keterbatasan
atas kepemilikan uang bisa menjadi penghambat utama untuk berkreasi. Terlepas
ada atau belum ada uang ditangan anda, pertanyaan menarik adalah apakah ketika
ada segepok
uang yang disiapkan otomatis akan menjadikan anda sebagai seorang
pengusaha?.
F. Spiritualitas Wirausahawan
Mereka yang
meyakini keberadaan Tuhan (apapun agamanya) merupakan orang-orang yang menyadari dan sekaligus membenarkan
bahwa diluar dirinya masih ada kekuatan
yang maha, yaitu Tuhan. Orang-orang dari golongan ini bisanya menghamba dan memposisikan–Nya
sebagai tempat mengadu dan juga tempat meminta daya dukung atas apa-apa yang
dilakukannya di tingkatan horizontal. Spiritualitas semacam ini membuat
seseorang tidak akan pernah merasa sendiri. Orang semacam ini akan akan selalu
merasa ada yang mendampingi dan membimbing langkah-langkahnya dalam meraih
mimpi. Dia selalu merasa tegar dalam ragam kesulitan dan menjadikan kalam-kalam
Tuhan sebagai sumber inspirasi bergagasan dan juga sumber energi tidak
terbatas. Apa relevansinya dengan
wirausaha?.
Tatkala
seseorang melakukan kekeliruan, basanya ada
rasa bersalah, gusar dan lain sebagainya yang senada dengan ketidaktenangan jiwa,
Sementara itu, Pribadi yang dekat dengan Tuhannya biasanya merasa selalu tenang dan tentram
jiwanya, sehingga membuatnya lebih berkemampuan untuk berfikir jernih dan
konsentrasi. Nalarnya sederhana, mereka
yang lebih konsentrasi dalam melakukan sesuatu tentu lebih berpeluang mendapatkan hasil yang lebih baik. Sebaliknya,
sesuatu yang dikerjakan dengan fikiran yang tidak tenang dan jiwa yang gusar
hampir bisa dipastikan hasilnya tidak optimal. Pada titik inilah terlihat jelas
korelasi antara spiritualitas dengan produktivitas.
F. Bersandar
dengan Sang Pencipta
Dinamika usaha
itu unik dan sering tidak tertebak. Hal ini karena banyaknya faktor yang bisa
berpengaruh dengan eksistensi bisnis, seperti regulasi (peraturan), geliat
alam, pesaing dan lain sebagainya. Bergeraknya faktor-faktor ini terkadang
diluar kekuasaan sang wirausahawan dan bahkan sering tidak terfikirkan
sebelumnya, namun sang wirausahawan terkena imbasnya. Dalam kondisi semacam
ini, kemampuan beradaptasi dengan
perubahan menjadi sebuah keharusan. Adaptasi yang dimaksud tidak sebatas
menyesuaikan, tetapi juga harus mampu membentuk pertahanan diri dan atau bahkan
memobilisasinya menjadi peluang tambahan. Kalau demikian adanya, maka peluang
survive (bertahan) dan berkembang (grow) menjadi lebih terbuka. Dinamika luar
biasa dalam bisnis telah membentuk pribadi-pribadi para wirausahawan menjadi
tahan banting dan terlatih dalam segala situasi. Namun, tak jarang seorang
wirausahawan terjebak dalam satu kondisi di ketiadaan harapan atau di
ketiadaan
solusi atas permasalahan yang dihadapi. Pada titik ini, seorang
wirausahawan disadarkan bahwa manusia adalah makhluk yang lekat dengan
keterbatasan dan jauh dari kesempurnaan. Pada saat tak satupun kolega bisa
membantu atau bahkan tak satupun dari orang-orang dekat yang peduli, pada titik
inilah sesungguhnya manusia membutuhkan pertolongan dari Tuhannya. Persoalannya
adalah layakkah mendekatkan diri pada Tuhan hanya saat memerlukan pertolongan?. Mungkin Tuhan
hanya tersenyum dan atau bahkan mentertawakan do’a-do’a yang di kumandangkan.
Sekedar
bersaran dan sekaligus belajar bersama, bagi wirausahawan yang masih mengaku
sebagai ciptaan Tuhan, pelibatan Tuhan sejak awal mula berwirausaha adalah
tindakan yang lebih mendukung hadirnya pertolongan, bimbingan dan arahan Tuhan.
Untuk itu, pendefenisian niat, cita-cita atau mimpi seharusnya juga mereferensi
pada kalam Tuhan, agar peluang kemudahan datang sejak awal dan di semua tahapan
bisnis yang ada.
Sebagai bahan
kontemplasi, ragam fakta menunjukkan bahwa dari sekian jumlah wirausahawan
ternyata memiliki capaian yang berbeda-beda. Hal ini bukan saja karena berbeda
jenis bisnisnya, tetapi juga sering hasil berbeda terjadi pada jenis bisnis
yang sama. Fakta ini sebagai bahan belajar yang
luar biasa, baik untuk kepentingan perbaikan di tingkatan langkah-langkah horizontal, maupun dalam
memperbaiki kualitas spiritualitas usaha yang dijalankan. Terjebak dalam
keberhasilan semu juga bukanlah hal mengasyikkan. Terjatuh sesudah melambung
tinggi juga tidaklah diinginkan siapapun, tetapi tanpa disadari terkadang
obsesi terhadap sebuah keberhasilan telah menggoda seorang wirausahawan
menempuh langkah-langkah keliru. Ironisnya, semua kebaikan berbalas kebaikan
dan semua keburukan akan mendatangkan keburukan pula. Hal ini juga menegaskan
betapa penting kejujuran dan ketulusan dalam menjalankan usaha.
G. Penghujung
Ketika
berwirausaha dimaknai sebagai upaya untuk membentuk kemandirian dan perluasan
kebermaknaan diri bagi masyarakat, mungkin energi akan lebih berlipat untuk
terus mengembangkan kreativitas. Ketika membahagiakan orang lain adalah sebuah
kebahagiaan pribadi, maka semangat tak
pernah surut untuk terus berbuat yang terbaik. Dalam pembacaan semacam ini,
wirausaha akan tampak menjadi pilihan yang mulia dan berpeluang mempertinggi
nilai kebaikan dipandangan Sang Pencipta. Semoga, tulisan sederhana ini
menginspirasi lompatan semangat untuk mengembangkan mimpi, memperbanyak gagasan
dan membentuk ragam karya produktif. Amin.
Posting Komentar
.