A. Pengantar
UU No.17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian telah ditetapkan
menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992. Penggantiannya didasarkan
pada satu pertimbangan bahwa UU yang
lama dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan. Ragam apresiasi dan reaksi bermunculan
atas kelahiran UU baru tersebut yang secara umum bisa dikategorikan ke dalam 3
(tiga) kelompok, yaitu: (a) setuju seutuhnya; (b) setuju sebagian dan kurang
sependapat sebagian lainnya; (c) tidak sependapat sama sekali.
B. Menilik Sebagian Isi UU No.17 Tahun 2012
Menilik isi UU
perkoperasian yang baru, ada beberapa hal yang memerlukan perhatian khusus
segenap pegiat dan aktivist koperasi,
sebab hal ini berkaitan dengan penyesuain di tingkat
operasionalisasi organisasi dan usaha koperasi, sebagaimana dijabarkan
berikut ini :
BAB I : KETENTUAN UMUM
|
|
Pasal 1
|
·
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh
orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para
anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan
kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai
dan prinsip Koperasi.
·
Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan
oleh dan beranggotakan orang perseorangan.
·
Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan
oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.
|
BAB II : LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
|
|
Pasal 2
|
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
|
Pasal 3
|
Koperasi berdasar atas asas
kekeluargaan.
|
Pasal 4
|
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan
Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang
demokratis dan berkeadilan.
|
BAB III : NILAI DAN PRINSIP
|
|
Pasal 5
|
(1)
Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu:
kekeluargaan; b. menolong diri sendiri; c. bertanggung jawab; d. demokrasi;
e. persamaan; f. Berkeadilan dan; g. kemandirian.
(2)
Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu: a.
kejujuran; b. keterbukaan; c. tanggung jawab dan; d. kepedulian terhadap
orang lain.
|
Pasal 6
|
(1) Koperasi
melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:
a.
keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan
terbuka;
b.
pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara
demokratis;
c.
Anggota berpartisipasi aktif dalam
kegiatan ekonomi Koperasi;
d.
Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang
otonom, dan independen;
e.
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan
informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan
Koperasi;
f.
Koperasi melayani anggotanya secara prima dan
memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan
pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g.
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan
bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh
Anggota.
(2)
Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan
organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan
pendiriannya.
|
BAB IV : PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN
|
|
Pasal 7
|
(1)
Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20
(dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri
atau Anggota sebagai modal awal Koperasi.
(2)
Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.
|
Pasal 9
|
(1)
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris
dalam bahasa Indonesia.
|
Pasal 17
|
(2)
Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.
|
Pasal 18
|
(1) Koperasi wajib
mempunyai tujuan dan kegiatan usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan
harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Tujuan dan kegiatan
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan
ekonomi Anggota dan jenis Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
BAB V : KEANGGOTAAN
|
|
Pasal 26
|
(1)
Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus
pengguna jasa Koperasi.
(3)
Keanggotaan Koperasi bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu
menggunakan jasa Koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan.
|
Pasal 28
|
(2)
Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
|
BAB VI : PERANGKAT ORGANISASI
|
|
Pasal 31
|
Koperasi mempunyai perangkat
organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas, dan
Pengurus.
|
Pasal 32
|
Rapat Anggota
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi
|
Pengawas
|
|
Pasal 48
|
(1)
Pengawas dipilih dari
dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.
(2)
Persyaratan untuk
dipilih menjadi Pengawas meliputi:
a.
tidak pernah menjadi
Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu
perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau
perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
b.
tidak pernah dihukum
karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara,
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun
sebelum pengangkatan.
|
Pasal 49
|
(3)
Jumlah imbalan bagi Pengawas ditetapkan dalam
Rapat Anggota.
|
Pasal 50
|
(1)
Pengawas bertugas:
a. mengusulkan calon Pengurus;
b. memberi nasihat dan pengawasan kepada Pengurus;
(2)
Pengawas berwenang:
a. menetapkan penerimaan dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian
Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
e.
dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara
waktu dengan menyebutkan alasannya.
|
Pasal 53
|
(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan
menyebutkan alasannya.
|
Pengurus
|
|
Pasal 55
|
(1)
Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik
Anggota maupun non-Anggota.
|
Pasal 57
|
(2)
Gaji dan tunjangan
setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.
|
Pasal 58
|
(1)
Pengurus bertugas:
c.
menyusun rancangan rencana kerja serta rencana
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
e.
menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan
komunikasi Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
|
Pasal 61
|
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan:
a.
mengalihkan aset atau kekayaan
Koperasi;
b.
menjadikan jaminan utang atas aset atau kekayaan Koperasi;
c.
menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
d.
mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi
Sekunder; dan/atau
e.
memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
|
Pasal 63
|
(1) Pengurus dapat
diberhentikan untuk sementara oleh Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
|
BAB VII : MODAL
|
|
Pasal 66
|
(1)
Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan
Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.
(2)
Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) modal Koperasi dapat berasal dari: a. Hibah; b. Modal
Penyertaan; c. modal pinjaman yang berasal
(dari anggota; Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; bank dan lembaga
keuangan lainnya; penerbitan
obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.) dan/atau; d. sumber lain yang sah
yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
Pasal 67
|
(1)
Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat
yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.
(2)
Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus telah disetor penuh dengan bukti penyetoran yang sah.
(3)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
penetapan Setoran Pokok pada suatu Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar.
|
Pasal 68
|
(1)
Setiap Anggota Koperasi harus membeli Sertifikat
Modal Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)
Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal
Koperasi dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran
Pokok.
(3)
Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah
minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan
modal Anggota di Koperasi.
(4)
Kepada setiap Anggota diberikan bukti penyetoran
atas Sertifikat Modal Koperasi yang telah disetornya.
|
Pasal 69
|
(1) Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.
(2) Sertifikat Modal
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan atas nama.
(4) Penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk
uang dan/atau dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
|
Pasal 70
|
(1)
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi kepada
Anggota yang lain tidak boleh menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan
Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68.
(2)
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi oleh seorang
Anggota dianggap sah jika:
a. Sertifikat Modal Koperasi telah dimiliki
paling singkat selama 1 (satu) tahun;
b. pemindahan dilakukan kepada Anggota lain
dari Koperasi yang bersangkutan;
c. pemindahan dilaporkan kepada Pengurus;
dan/atau
d. belum
ada Anggota lain atau Anggota baru yang bersedia membeli Sertifikat Modal
Koperasi untuk sementara Koperasi dapat membeli lebih dahulu dengan
menggunakan Surplus Hasil Usaha tahun berjalan sebagai dana talangan dengan
jumlah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Surplus Hasil Usaha tahun
buku tersebut.
(3)
Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Anggota yang bersangkutan wajib menjual
Sertifikat Modal Koperasi yang dimilikinya kepada Anggota lain dari Koperasi
yang bersangkutan berdasarkan harga Sertifikat Modal Koperasi yang ditentukan
Rapat Anggota.
|
Pasal 71
|
Perubahan nilai
Sertifikat Modal Koperasi mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku
dan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
|
Pasal 72
|
(1)
Sertifikat Modal Koperasi dari seorang Anggota
yang meninggal dapat dipindahkan kepada ahli waris yang memenuhi syarat
dan/atau bersedia menjadi Anggota.
(2)
Dalam hal ahli waris tidak memenuhi syarat
dan/atau tidak bersedia menjadi Anggota, Sertifikat Modal Koperasi dapat
dipindahkan kepada Anggota lain oleh Pengurus dan hasilnya diserahkan kepada
ahli waris yang bersangkutan.
|
Pasal 75
|
(1)
Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari:
a.
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/atau
b.
masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan
Modal Penyertaan.
(2)
Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab
terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan sebatas nilai
Modal Penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi.
|
BAB VIII : SELISIH HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN |
|
Pasal 78
|
Surplus Hasil Usaha
(1)
Mengacu pada ketentuan Anggaran
Dasar dan keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih
dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk:
a.
Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang
dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b.
Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang
dimiliki;
c.
pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan
karyawan Koperasi;
d.
pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan
Koperasi dan kewajiban lainnya; dan/atau
e.
penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran
Dasar.
(2)
Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan non-Anggota.
(3)
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha
Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota.
|
Pasal 79
|
Defisit Hasil Usaha
(1)
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha, Koperasi
dapat menggunakan Dana Cadangan.
(2)
Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Rapat Anggota.
(3)
Dalam hal Dana Cadangan yang ada tidak cukup
untuk menutup Defisit Hasil Usaha, defisit tersebut diakumulasikan dan
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja Koperasi pada tahun
berikutnya.
|
Pasal 80
|
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada
Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal
Koperasi
|
Pasal 81
|
Dana Cadangan
(1)
Dana Cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian
Selisih Hasil Usaha.
(2)
Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil Usaha
untuk Dana Cadangan sehingga menjadi paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari nilai Sertifikat Modal Koperasi.
(3)
Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.
|
BAB IX : JENIS,
TINGKATAN, DAN USAHA
|
|
Pasal 82
|
(1)
Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam
Anggaran Dasar.
(2)
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.
|
Pasal 83
|
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
82 terdiri dari: a. Koperasi konsumen;
b. Koperasi produsen; c. Koperasi jasa dan; d. Koperasi Simpan Pinjam.
|
Pasal 84
|
(1)
Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha
pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
(2)
Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha
pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang
dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
(3)
Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha
pelayanan jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan
non-Anggota.
(4)
Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan
pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.
|
Pasal 87
|
(2)
Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku
usaha lain dalam menjalankan usahanya.
(3)
Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar
prinsip ekonomi syariah.
(4)
Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip
ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
|
BAB X : KOPERASI SIMPAN PINJAM
|
|
Pasal 88
|
(1)
Koperasi Simpan Pinjam harus memperoleh izin
usaha simpan pinjam dari Menteri.
|
Pasal 89
|
Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88 ayat (1) meliputi kegiatan:
a.
menghimpun dana dari Anggota;
b.
memberikan Pinjaman kepada Anggota; dan
c.
menempatkan dana pada Koperasi Simpan
Pinjam sekundernya.
|
Pasal 91
|
(1) Untuk meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan
potensi usaha serta mengembangkan kerjasama antar-Koperasi Simpan Pinjam,
Koperasi Simpan Pinjam dapat mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Simpan
Pinjam Sekunder.
(2) Koperasi Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
menyelenggarakan kegiatan:
a. simpan pinjam antar-Koperasi Simpan Pinjam yang
menjadi anggotanya;
b. manajemen risiko;
c. konsultasi manajemen usaha simpan pinjam;
d. pendidikan dan pelatihan di bidang usaha simpan pinjam;
e. standardisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan
untuk anggotanya;
f.
pengadaan
sarana usaha untuk anggotanya; dan/atau
g. pemberian bimbingan dan konsultasi.
(3) Koperasi
Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan Pinjaman kepada Anggota
perseorangan.
|
Pasal 92
|
(1) Pengelolaan kegiatan
Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Pengurus atau pengelola profesional
berdasarkan standar kompetensi.
(2) Pengawas
dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan standar
kompetensi yang diatur dalam Peraturan Menteri.
|
Pasal 93
|
(5)
Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan
investasi usaha pada sektor riil.
|
Pasal 94
|
(1)
Koperasi Simpan Pinjam wajib menjamin Simpanan
Anggota.
(2)
Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin
Simpanan Koperasi Simpan Pinjam untuk menjamin Simpanan Anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3)
Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan program penjaminan
Simpanan bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam.
|
BAB XI : PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
|
|
Pasal 96
|
Pengawasan
(1)
Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan
untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi.
(2)
Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
|
Pasal 97
|
(1) Pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan,
dan evaluasi terhadap Koperasi.
(2)
Kegiatan pengawasan melalui pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. meneliti laporan
pertanggungjawaban tahunan, dokumen-dokumen, dan keputusan-keputusan Rapat Anggota;
b.
meminta untuk hadir dalam Rapat Anggota; dan/atau
c. memanggil
Pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan Koperasi.
(3) Kegiatan
pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengamati dan memeriksa laporan.
(4) Apabila dari hasil pemantauan dan evaluasi
terbukti terjadi penyimpangan, Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
|
Pasal 98
|
Pemeriksaan
(1)
Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal:
a.
Koperasi membatasi keanggotaan atau menolak permohonan untuk menjadi
Anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan
sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
b.
Koperasi tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua)
tahun berturut-turut;
c.
kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan;
dan/atau
d.
terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola
administrasi keuangan secara benar.
|
Pasal 100
|
Pengawasan Koperasi
Simpan Pinjam
(1)
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh
Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam.
(2)
Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
bertanggung jawab kepada Menteri.
(3)
Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan
Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4)
Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
BAB XIV : PEMBERDAYAAN
|
|
Pasal 112
|
Peran Pemerintah
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan
kebijakan yang mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik.
(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempuh langkah
untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi
kepentingan Anggota.
(3) Langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk:
a.
pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan,
pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi;
b.
bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan
kepentingan ekonomi Anggota;
c.
memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi;
d.
bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan
kerja sama yang saling
menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;
e.
bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran
Dasar Koperasi; dan/atau
f.
insentif pajak dan fiskal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 113
|
(1) Dalam
rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dapat memprioritaskan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh
diusahakan oleh Koperasi.
(2) Ketentuan mengenai peran Pemerintah dan
Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan
kepada Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 115
|
Gerakan Koperasi
(1)
Gerakan Koperasi mendirikan suatu dewan Koperasi
Indonesia yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan
bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan
Koperasi.
(2)
Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi,
dan tata kerja dewan Koperasi Indonesia
diatur dalam Anggaran Dasar.
(3)
Anggaran Dasar dewan Koperasi Indonesia disahkan
oleh Pemerintah.
|
Pasal 116
|
Dewan Koperasi
Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi yang bertugas:
a.
memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan
aspirasi Koperasi;
b.
melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan
nilai-nilai dan prinsip Koperasi;
c.
meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan
masyarakat;
d.
menyelenggarakan sosialisasi dan
konsultasi kepada Koperasi;
e.
mengembangkan dan mendorong kerjasama antar-Koperasi dan antara
Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun
internasional;
f.
mewakili dan bertindak sebagai juru bicara
Gerakan Koperasi;
g.
menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan
kerja sama di bidang Perkoperasian; dan memajukan organisasi
anggotanya.
|
Pasal 118
|
(1)
Pemerintah menyediakan anggaran bagi kegiatan
dewan Koperasi Indonesia yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
BAB XVI : KETENTUAN PERALIHAN
|
|
Pasal 121
|
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan
Undang-Undang ini;
b.
Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib
melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
berlakunya Undang-Undang ini;
c.
Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian
Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b ditindak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.
Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau
perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses
pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini.
|
Pasal 122
|
(1)
Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam wajib
mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan
(2) Dalam jangka
waktu perubahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud ayat (1)
Unit Simpan Pinjam dilarang menerima Simpanan dan/atau memberikan Pinjaman
baru kepada non-Anggota.
(3) Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mengubah Unit Simpan Pinjam
menjadi Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan kegiatan simpan pinjam.
(4) Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam
Koperasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Menteri.
|
Pasal 123
|
(1) Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang telah memberikan Pinjaman kepada
non-Anggota wajib mendaftarkan non-Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini
(2) Jika non-Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersedia menjadi Anggota Koperasi
yang bersangkutan, non-Anggota tersebut tidak berhak memanfaatkan jasa simpan
pinjam dari Koperasi yang bersangkutan.
|
BAB
XVII : KETENTUAN PENUTUP
|
|
Pasal 124
|
(1)
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum
diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
(3)
Terhadap Koperasi berlaku Undang-Undang ini, Anggaran Dasar Koperasi, dan
Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
|
Pasal 125
|
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini
ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
Sumber : UU NO.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian
C. Penutup
Terlepas dari
ragam pro dan kontra terhadap UU No.17 Tahun 2012, UU ini sudah ditetapkan oleh
Pemerintah. Artinya, sepanjang belum ada revisi terhadap UU ini, maka pilihan
yang tersedia adalah mensikapi dan menyesuaikan diri. Sebagai informasi
tambahan, untuk mendukung efektivitas UU ini, pemerintah akan segera menerbitkan
beberapa PP dan juga Permen (Peraturan Mentri). Dengan terbitnya UU ini,
segenap gerakan koperasi harus segera melakukan beberapa
penyesuaian-penyesuaian, kecuali bagi koperasi yang memang seluruhnya sudah
sesuai dengan apa-apa yang digariskan dalam UU
No.17 Tahun 2012 tersebut.
Sebagai catatan,
materi tulisan ini hanya berisi cuplikan dari sebagian UU No.17 Tahun 2012,
oleh karena itu kepada segenap peserta sosialisasi disarankan untuk membaca dan
mempelajari secara utuh materi dari UU No,17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,
sehingga terbentuk pemahaman yang utuh terhadap keseluruhan isinya.
Demikian tulisan
ini disusun dan disampaikan kepada segenap peserta, semoga menginspirasi
semangat kita untuk terus menumbuhkembangkan koperasi dalam arti
seluas-luasnya, sehingga akan terbentuk kondisi-kondisi yang lebih
berpengharapan di masa mendatang. Amin Ya Robbal ’Alamin.
Posting Komentar
.