Oleh-Oleh Dari : Pelatihan
Koperasi Untuk Kelompok Tani, Kegiatan Pengembangan FEDEF, yang diselenggarakan
oleh Bappeda Kab. Banyumas di
Ruang Petemuan Desa Karanggintung Kecamatan Kemranjen, Kab. Banyumas,
jawa Tengah, 28 Agustus 2013
A. Prolog
Pelatihan dilaksanakan satu hari dengan menghadirkan 3 (tiga) nara sumber, yaitu : (i) Dinas Koperasi (cq. Bu Yeti) yang mengangkat tema kebijakan pemerintah; (ii) Muhammad Arsad Dalimunte (Praktisi manajemen koperasi) dan; (iii) Nartam Andrea Nusa (ketua Koperasi Nira Satria, Cilongok, Kab. Banyumas).
Sebuah agenda yang sangat menarik dan dikemas dalam nuansa kekeluargaan, sehingga mampu membangun keyakinan para pengrajin bahwa berkoperasi adalah jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup dalam arti luas.
B. Testimoni
Testimoni Ketua Koperasi Nira Satria, Cilongok, Kab. Banyumas
(cq. Nartam
Andrea Nusa)
Banyumas adalah gudang gula
kelapa, tetapi terdapat persoalan serius disini dimana produksi gula kelapa
kurang memberi dampak positif terhadap perkuatan ekonomi/kesejahteraan para
pengrajin. Harga yang selalu
dikendalikan oleh para tengkulak, sistem ijon yang menjebak pengrajin dan
resiko yang timbul saat menderes kelapa tetap ditanggung sendiri melengkapi
kekurangbahagiaan para pengrajin gula kelapa.
Lama berada diketertekanan dan
keinginan kuat untuk mendapati keadaan yang lebih berpengharapan, menginspirasi
kesadaran untuk berubah melalui “berkelompok”. Agenda “rembug
nasib” terus berlangsung, agenda-agenda memperkuat diri memasuki tahap
aksi, mulai dari penguatan penyamaan mimpi, penguatan kelompok, penguatan
kualitas produk dan perluasan market. Nilai-nilai
kemanfaatan dari kelompok-kelompok ini menginspirasi semangat untuk membentuk
koperasi. Beberapa waktu kemudian, lahirlah koperasi dan diberi nama dengan
“koperasi Nira Satria” yang saat ini dipimpin oleh Nartam Andrea Nusa.
Waw...luar bisa.. hasil akhir
memang luar biasa. Hal ini terlihat dari beberapa hasil yang disajikan, antara
lain :
- Meningkatkan “kualitas komunikasi keluarga” dari segenap pengrajin. Sebab “kualitas komunikasi keluarga” diyakini memiliki signifikansi dalam hal kualitas dan kontinuitas produksi gula kelapa.
- Mereka menciptakan jaminan sosial kepada segenap pengrajin, dimana untuk usia dibawah 50 tahun disertakan dalam program jamsostek dan untuk usia lebih dari 50 tahun ikut program asuransi komunitas.
- Koperasi ini memiliki market dari beberapa negara antara lain jerman dan bahkan mereka baru bisa memenuhi 60 ton/bulan dari permintaan 200 ton/bulan. Sebuah pencapaian luar biasa, khusunya bagi peningkatan kesejahteraan anggotanya.
Satu hal yang menjadi catatan penting, koperasi Nira
Satria telah membuktikan bahwa melalui kebersamaan yang luar biasa, koperasi
telah terbukti menjadi alat efektif dalam memperjuang aspirasi dan kebutuhan
ekonomi, sosial dan budaya dari segenap anggotanya. Semangat.....
C. Materi
BELAJAR BERSAMAMEMBANGUN KOPERASI
oleh : Muhammad Arsad Dalimunte
A. Pendahuluan : Cooperative is Not Economy Only
Induk organisasi dunia/ ICA
(International Cooperative Aliiance) mendefenisikan koperasi sebagai kumpulan
orang untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya
melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara
demokratis. Ironisnya, sampai detik ini koperasi masih sering di fahami sebagai
aktivitas ekonomi saja layaknya non- koperasi, sehingga SHU (Sisa Hasil Usaha) difahami
sebagaimana laba pada perusahaan-perusahaan non-koperasi
(PT,CV,UD dan lain sebagainya). Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan ketika di
tanya apakah koperasi sebagai “kumpulan orang” atau “kumpulan
modal”, maka mayoritas menjawab kumpulan
modal. Akibatnya , setiap kali bergabung di koperasi, maka SHU selalu
menjadi tema yang menarik untuk di bicarakan atau di tunggu. Fenomena semacam
itu mutlak di sebabkan oleh kebelum-fahaman tentang koperasi. Disamping itu, jarangnya koperasi
menyelenggarakan pendidikan perkoperasian kepada anggotanya, merupakan faktor
pendukung semakin kuatnya “pemahaman keliru” tentang koperasi
di masyarakat. Oleh karena itu, dalam konteks perjuangannya, concern
koperasi sesungguhnya pada pembangunan kualitas “orang/manusia” dan bukan
pada pertumbuhan modalnya. Artinya, orang-orang yang bergabung di koperasi
harus di drive sedemikian rupa, sehingga mereka bisa mendapati hidup
yang sejahtera dalam arti luas.
Kita melihat fenomena
berkembangnya konsumerisme, telah membuat banyak orang latah sehingga
menggandrungi gaya konsumsi yang mengarah pada hedonisme. Penyakit
berikutnya sebagai turunannya adalah berkembangnya individualisme, dimana
kepedulian sosial dan kesetiakawanan perlahan menipis. Perasaan selalu
ingin lebih unggul dari orang lain lebih disukai sebagai carah hidup. Ironisnya,
“capaian
materialitas” menjadi indikator/tolak ukur dari sebuah keberhasilan atau apresiasi. Bahkan, tak jarang orang memaksakan diri
hanya untuk bisa tampil di kekinian zaman.
Koperasi lahir sebagai alat
efektif menciptakan peradaban
yang lebih baik. Atas dasar itulah, mengapa pendidikan dijadikan
sebagai salah satu dari 7 (tujuh) prinsip koperasi. Pendidikan diyakini sebagai
media pencerdasan dan pintu gerbang memasuki perubahan. Atas dasar itulah PBB membuat resolusi dimana
tahun 2011 sebagai Tahun Koperasi Dunia dengan thema “Cooperative’s entreprise build
better world”. Penetapan thema ini bukan saja mendasarkan pada
perspektif filosofis ideologi-nya saja, tetapi di inspirasi ragam praktika di
berbagai belahan dunia yang membuktikan kebaikan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang diperjuangkan oleh koperasi.
Intinya, koperasi diyakini
sebagai alat efektif membentuk hidup yang lebih baik dan berkualitas.
B. Koperasi Sebagai Kumpulan Orang
Sebagai kumpulan orang,
koperasi terdiri dari orang-orang yang memiliki masa lalu dan karakter yang beragam.
Ke-pelangi-an
ini bisa menjadi sumber kekuatan dan bisa juga sebagai sebuah hambatan,
tergantung bagaimana ke-beragaman di maknai dan di kelola dalam kejelasan arah
yang didasarkan pada persepsi dan keinginan yang sama. Oleh karena itu, jauh sebelum membicarakan
arah, “kesamaan persepsi” adalah satu pra-syarat untuk memasuki
tahapan berikutnya. Hal ini tidak saja menyangkut pengetahuan koperasi yang
sama, tetapi juga harus sampai ke tahap keyakinan dan pemahaman yang sama bahwa
menjadi bagian dari keluarga koperasi adalah sebuah kebutuhan bersama. Untuk
itu, setiap orang yang akan bergabung ke dalam koperasi hendaklah terlebih
dahulu diberikan pendidikan, minimal tentang apa, mengapa dan bagaimana
berkoperasi. Sesudah mengetahui, baru mengambil keputusan apakah mau bergabung
atau tidak. Dengan demikian, setiap orang yang bergabung dipastikan didasarkan
pada pemahaman dan keyakinan yang sama serta siap berkontribusi dalam
pencapaian apa yang menjadi cita-cita bersama.
C. Pemberdayaan (empowering)
Apapun karya yang akan
dibentuk oleh koperasi, sesungguhnya simbol kesepakatan dan harapan segenap
unsur organisasi (baca: pengurus, pengawas dan anggota) yang dalam
perwujudannya melalui distribusi peran proporsional dengan mendasarkan diri
pada semangat kebersamaan (kolektivitas). Artinya, setiap orang harus mengambil
bagian dari gerakan yang dilakukan koperasi. Inilah yang menyebabkan bahwa
koperasi identik dengan pemberdayaan (empowering). Dengan demikian, apapun capaian koperasi
sesungguhnya merupakan hasil bersama. Oleh karena itu, koperasi tidak mengenal keberhasilan
perorangan, tetapi hanya mengenal keberhasilan kolektif. Jika ada orang yang meng-klaim dirinya
sebagai kunci keberhasilan koperasi, maka orang tersebut tergolong tidak
faham tentang koperasi.
D. 2 (dua) Kelompok Besar Aktivitas Perusahaan
Koperasi
Sesuai dengan defenisinya, “Perusahaan”
adalah alat koperasi dalam memenuhi tujuan-tujuannya. Oleh karena itu,
perusahaan koperasi harus lahir sebagai sebuah mesin penjawab ragam
kebutuhan dan aspirasi anggota dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Di
dalam pengelolaannya, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi harus dijadikan
sebagai inspirasi dalam men-drive ketercapaian tujuan, mulai dari jenis
tujuan sampai dengan tata cara pengelolaan segala sumber daya untuk mencapai
tujuan. Dalam tata kelolanya, spirit
ekonomi, sosial dan budaya harus diramu menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Dalam tinjauan perusahaan,
aktivitas koperasi bisa di katagorikan dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu :
(i) Aktivitas mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya dan; (ii)
mencerdaskan anggota dalam meningkatkan pendapatannya. Kata kuncinya adalah “mencerdaskan
anggota” baik secara pribadi maupun secara kolektif.
Dalam hal koperasi mencerdaskan
anggota menggunakan pendapatannya, koperasi bisa menyelenggarakan
unit-unit layanan berbasis kebutuhan anggota, seperti; (i) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
koperasi bisa menyelenggarakan toko dengan harga yang lebih murah dibanding toko yang lain; (ii) untuk perawatan
kendaraan (roda 2 atau roda 4) milik anggota, koperasi bisa menyelenggarakan
bengkel, cucian, ganti oli atau lainnya yang berhubungan dengan anggota; (iii)
dan lain sebagainya. Satu hal yang menjadi catatan, apapun aktivitas koperasi
yang masuk dalam golongan mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya
seharusnya bisa melahirkan efisiensi kolektif, yaitu efisiensi
yang diciptakan akibat dari adanya aksi kolektif dalam bertransaksi si
unit-unit layanan koperasi. Dalam meningkatkan efisiensinya, koperasi pun bisa
mengembangkan pasarnya di luar anggota (kecuali simpan pinjam atau aktivitas
lainnya yang diatur oleh pemerintah atau undang-undang). Misalnya unit layanan
toko dan bengkel, koperasi boleh saja mengembangkan unit layanannya terhadap
non-anggota. Bahkan, adanya nilai beda pelayanan anggota
merupakan sarana promosi efektif untuk mengajak non anggota untuk bergabung menjadi
keluarga besar koperasi. Satu hal yang memerlukan perhatian, koperasi adalah
organisasi yang terbuka pada siapapun yang ingin bergabung, tanpa membedakan
agama, strata sosial, latar belakang, jenis kelamin, sepanjang siap
bertanggungjawab. Hal ini menyebabkan koperasi berpeluang besar mengembangkan
ragam aktivitas seiring dengan ragam potensi yang melekat pada anggota yang
bergabung dalam koperasi.
Sebagai contoh, ketika
koperasi menyelenggarakan pelayanan simpan pinjam, maka unit layanan ini harus
dikelola dengan semangat kegotongroyongan yang bersifat edukatif. Pemberian
pinjaman harus memperhatikan tujuan penggunaannya, sehingga koperasi tidak
memerankan diri sebagai institusi yang mendorong anggotanya menjadi konsumtif.
Dengan demikian, koperasi terhindar dari peran penyubur budaya konsumerisme.
Demikian juga dalam hal penentuan jasa pinjaman, seharusnya tidak didasarkan
pada semangat pertumbuhan modal, tetapi pada terfasilitasinya kebutuhan
anggota dengan baik dan lebih efisien. Demikian halnya ketika koperasi
menyelenggarakan unit layanan toko, koperasi bisa membuat special treatmen alias perlakuan
khusus pada anggota dalam hal pelayanan, seperti harga pokok atau
discount pada tingkat tertentu. Dengan demikian, nilai beda perusahaan koperasi
akan benar-benar dirasakan dan nyata sebagai ciri khas yang melekat pada
koperasi itu sendiri.
Sementara itu, aktivitas
koperasi mencerdaskan anggotanya dalam hal peningkatan produktivitas anggotanya,
koperasi bisa menyelenggarakan ragam aktivitas yang berorientasi pada
terbangunnya semangat hidup untuk lebih produktif, baik secara materil
(ekonomi) maupun im-materil (non
ekonomi). Untuk itu, koperasi bisa menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan
yang memacu pertumbuhan produktivitas anggota, penyelenggaraan pelatihan
peningkatan kualitas produksi, memacu anggota masuk ke dalam fase industri
kreatif dati apa yang sedang dikerjakan, penyelenggaraan pinjaman dengan
tingkat jasa/margin rendah atau bahkan 0
(nol) untuk mendorong laju pertumbuhan usaha yang dijalankan anggota. Koperasi
juga bisa memerankan diri sebagai institusi yang memperluas jaringan pemasaran
usaha anggota, pemasok teknologi dan lain sebagainya yang pada akhirnya
berimplikasi pada peningkatan produktivitas anggota.
Pada akhirnya, 2 (dua) jenis
kelompok besar aktivitas koperasi tersebut (salah satu atau keduanya), akan
berkontribusi dalam pembentukan kesejahteraan dalam arti luas. Ini lah keunikan
koperasi yang mengedepankan “komitmen kolektif” sebagai modal
terpenting dalam membentuk hidup yang lebih berkualitas dari segenap unsur
organisasinya.
E. Perbedaan SHU dan Laba
Dalam cara perhitungan, “SHU
dan Laba” sama-sama mengukur selisih pendapatan dan biaya. Namun demikian,
pemakaian istilah SHU bukanlah dimaksudkan hanya pembeda dengan non koperasi,
tetapi terdapat pesan moral perjuangan
koperasi sesungguhnya. Secara proses,
perbedaan mendasarnya adalah tentang “pelibatan”. Pada non
koperasi , pengusaha/pemilik perusahaan memiliki otoritas penuh dalam
membentuk harga jualnya dan memposisikan konsumen sebagai orang yang bebas
memilih. Sementara itu, dalam koperasi proses penentuan pendapatan dan biaya
melibatkan segenap unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota). Artinya, anggota
adalah pemilik dan juga konsumen dari unit layanan koperasi itu
sendiri. Atas dasar inilah, sesungguhnya bertransaksi di koperasi identik
dengan menabung sebab keuntungan yang akan diraih kembali lagi kepada
anggotanya dalam bentuk SHU. Dalam cara baca ini, kalau kemudian secara radikal
anggota menyepakati “margin keuntungan” hanya untuk
menutup biaya operasional sehingga SHU nya 0 (nol), sepanjang itu membahagiakan
segenap unsur organisasinya maka hal tersebut sah-sah saja. Sebab, koperasi
lahir tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan laba, tetapi jauh lebih
mengutamakan perluasan kebermanfaatan yang dimobilisasi dari kebersamaan
melalui pembangunan orang-orang didalamnya. Itulah sebabnya, yang dibangun dari
koperasi adalah “kualitas” orangnya, bukan modalnya. Hal ini tentu sangat
berbeda dengan non koperasi yang mayoritas didorong oleh keinginan
melipatgandakan modalnya.
G. Penutup
Hakekat koperasi adalah
sebagai alat perjuangan memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya melalui
perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Dengan memposisikan anggota sebagai obyek dan subyek pembangunan koperasi, maka
pendidikan adalah kunci keterbangunan keyakinan yang berujung pada
keterciptaan hidu yang kualitas. Sementara
itu, pertumbuhan modal dan unit layanan (baca: usaha koperasi) adalah imbas
dari keterbangunan dan keterjagaan kualitas kebersamaan. Oleh karena itu,
ketika berharap koperasi tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh dan
berkembangnya anggota, maka keyakinan adalah kunci utamanya.
indahnya belajar koperasi. yuk belajar koperasi.. :)
BalasHapus