Rabu, 28 Agustus 2013

BELAJAR BERSAMA : MEMBANGUN KOPERASI




Oleh-Oleh Dari : Pelatihan Koperasi Untuk Kelompok Tani, Kegiatan Pengembangan FEDEF, yang diselenggarakan oleh Bappeda Kab. Banyumas di  Ruang Petemuan Desa Karanggintung Kecamatan Kemranjen, Kab. Banyumas, jawa Tengah, 28 Agustus 2013

A. Prolog
Sebagai bagian dari mendorong laju pertumbuhan usaha, khususnya dikalangan para pengrajin nira di lingkungan Desa Karang Gintung, Kemranjen, Kab. Banyumas, Bappeda melalui FEDEF melaksanakan pelatihan koperasi kepada segenap pengrajin. Potensi yang luar biasa di kalangan pengrajin telah menginspirasi untuk melakukan sentuhan fasilitasi dengan harapan akan menaikkan gairah segenap pengrajin untuk lebih mencintai profesinya dan mengembangkannya dalam skala yang lebih besar sehingga mampu berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah.


Pelatihan dilaksanakan satu hari dengan menghadirkan 3 (tiga) nara sumber, yaitu : (i) Dinas Koperasi (cq. Bu Yeti) yang mengangkat tema kebijakan pemerintah; (ii) Muhammad Arsad Dalimunte (Praktisi manajemen koperasi) dan; (iii) Nartam Andrea Nusa (ketua Koperasi Nira Satria, Cilongok, Kab. Banyumas). 

Sebuah agenda yang sangat menarik dan dikemas dalam nuansa kekeluargaan, sehingga mampu membangun keyakinan para pengrajin bahwa berkoperasi adalah jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup dalam arti luas. 


B.  Testimoni

Testimoni Ketua Koperasi Nira Satria, Cilongok, Kab. Banyumas
 (cq. Nartam Andrea Nusa)
Banyumas adalah gudang gula kelapa, tetapi terdapat persoalan serius disini dimana produksi gula kelapa kurang memberi dampak positif terhadap perkuatan ekonomi/kesejahteraan para pengrajin. Harga yang  selalu dikendalikan oleh para tengkulak, sistem ijon yang menjebak pengrajin dan resiko yang timbul saat menderes kelapa tetap ditanggung sendiri melengkapi kekurangbahagiaan para pengrajin gula kelapa.

Lama berada diketertekanan dan keinginan kuat untuk mendapati keadaan yang lebih berpengharapan, menginspirasi kesadaran untuk berubah melalui “berkelompok”. Agenda “rembug nasib” terus berlangsung, agenda-agenda memperkuat diri memasuki tahap aksi, mulai dari penguatan penyamaan mimpi, penguatan kelompok, penguatan kualitas produk dan perluasan market.  Nilai-nilai kemanfaatan dari kelompok-kelompok ini menginspirasi semangat untuk membentuk koperasi. Beberapa waktu kemudian, lahirlah koperasi dan diberi nama dengan “koperasi Nira Satria” yang saat ini dipimpin oleh Nartam Andrea Nusa.

Waw...luar bisa.. hasil akhir memang luar biasa. Hal ini terlihat dari beberapa hasil yang disajikan, antara lain :
  1. Meningkatkan “kualitas komunikasi keluarga” dari segenap pengrajin. Sebab “kualitas komunikasi keluarga” diyakini memiliki signifikansi dalam hal kualitas dan kontinuitas produksi gula kelapa. 
  2. Mereka menciptakan jaminan sosial kepada segenap pengrajin, dimana untuk usia dibawah 50 tahun disertakan dalam program jamsostek dan untuk usia lebih dari 50 tahun ikut program asuransi komunitas.
  3. Koperasi ini memiliki market dari beberapa negara antara lain jerman dan bahkan mereka baru bisa memenuhi 60 ton/bulan dari permintaan 200 ton/bulan. Sebuah pencapaian luar biasa, khusunya bagi peningkatan kesejahteraan anggotanya.

Sebuah pencapaian yang sangat layak diapresiate, semoga apa-apa yang telah dilakukan dan dicapai oleh Koperasi Nira Satria, Cilongok, Kab. Banyumas, Jawa Tengah akan menginspirasi kelompok-kelompok  pengrajin gula kelapa di lingkungan Desa Karang Gintung, Kec. Kemranjen, Kab. Banyumas, Jawa Tengah dan juga para pengrajin-pengrajin lainnya disektor sama maupun sektor yang berbeda.

Satu hal yang menjadi catatan penting, koperasi Nira Satria telah membuktikan bahwa melalui kebersamaan yang luar biasa, koperasi telah terbukti menjadi alat efektif dalam memperjuang aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya dari segenap anggotanya. Semangat.....



C. Materi



BELAJAR BERSAMAMEMBANGUN KOPERASI
oleh : Muhammad Arsad Dalimunte

 A.  Pendahuluan : Cooperative is Not Economy Only
Induk organisasi dunia/ ICA (International Cooperative Aliiance) mendefenisikan koperasi sebagai kumpulan orang untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Ironisnya, sampai detik ini koperasi masih sering di fahami sebagai aktivitas ekonomi saja layaknya non- koperasi, sehingga SHU (Sisa Hasil Usaha) difahami sebagaimana  laba  pada perusahaan-perusahaan non-koperasi (PT,CV,UD dan lain sebagainya). Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan ketika di tanya apakah koperasi sebagai “kumpulan orang” atau “kumpulan modal”, maka mayoritas  menjawab kumpulan modal. Akibatnya , setiap kali bergabung di koperasi, maka SHU selalu menjadi tema yang menarik untuk di bicarakan atau di tunggu. Fenomena semacam itu mutlak di sebabkan oleh kebelum-fahaman tentang koperasi.  Disamping itu, jarangnya koperasi menyelenggarakan pendidikan perkoperasian kepada anggotanya, merupakan faktor pendukung semakin kuatnya “pemahaman keliru” tentang koperasi di masyarakat. Oleh karena itu, dalam konteks perjuangannya, concern koperasi sesungguhnya pada pembangunan kualitas “orang/manusia” dan bukan pada pertumbuhan modalnya. Artinya, orang-orang yang bergabung di koperasi harus di drive sedemikian rupa, sehingga mereka bisa mendapati hidup yang sejahtera dalam arti luas.

Kita melihat fenomena berkembangnya konsumerisme, telah membuat banyak orang latah sehingga menggandrungi gaya konsumsi yang mengarah pada hedonisme. Penyakit berikutnya sebagai turunannya adalah berkembangnya individualisme, dimana kepedulian sosial dan kesetiakawanan perlahan menipis. Perasaan selalu ingin lebih unggul dari orang lain lebih disukai sebagai carah hidup. Ironisnya, “capaian materialitas  menjadi indikator/tolak ukur  dari sebuah keberhasilan atau apresiasi.  Bahkan, tak jarang orang memaksakan diri hanya untuk bisa tampil di kekinian zaman.

Koperasi lahir sebagai alat efektif  menciptakan peradaban yang lebih baik. Atas dasar itulah, mengapa pendidikan dijadikan sebagai salah satu dari 7 (tujuh) prinsip koperasi. Pendidikan diyakini sebagai media pencerdasan dan pintu gerbang memasuki perubahan.  Atas dasar itulah PBB membuat resolusi dimana tahun 2011 sebagai Tahun Koperasi Dunia dengan thema “Cooperative’s entreprise build better world”. Penetapan thema ini bukan saja mendasarkan pada perspektif filosofis ideologi-nya saja, tetapi di inspirasi ragam praktika di berbagai belahan dunia yang membuktikan kebaikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diperjuangkan oleh koperasi.

Intinya, koperasi diyakini sebagai alat efektif membentuk hidup yang lebih baik dan berkualitas. 


B.  Koperasi Sebagai Kumpulan Orang
Sebagai kumpulan orang, koperasi terdiri dari orang-orang yang memiliki masa lalu dan karakter yang beragam. Ke-pelangi-an ini bisa menjadi sumber kekuatan dan bisa juga sebagai sebuah hambatan, tergantung bagaimana ke-beragaman di maknai dan di kelola dalam kejelasan arah yang didasarkan pada persepsi dan  keinginan yang sama.  Oleh karena itu, jauh sebelum membicarakan arah, “kesamaan persepsi” adalah satu pra-syarat untuk memasuki tahapan berikutnya. Hal ini tidak saja menyangkut pengetahuan koperasi yang sama, tetapi juga harus sampai ke tahap keyakinan dan pemahaman yang sama bahwa menjadi bagian dari keluarga koperasi adalah sebuah kebutuhan bersama. Untuk itu, setiap orang yang akan bergabung ke dalam koperasi hendaklah terlebih dahulu diberikan pendidikan, minimal tentang apa, mengapa dan bagaimana berkoperasi. Sesudah mengetahui, baru mengambil keputusan apakah mau bergabung atau tidak. Dengan demikian, setiap orang yang bergabung dipastikan didasarkan pada pemahaman dan keyakinan yang sama serta siap berkontribusi dalam pencapaian apa yang menjadi cita-cita bersama.


C.  Pemberdayaan (empowering)
Apapun karya yang akan dibentuk oleh koperasi, sesungguhnya simbol kesepakatan dan harapan segenap unsur organisasi (baca: pengurus, pengawas dan anggota) yang dalam perwujudannya melalui distribusi peran proporsional dengan mendasarkan diri pada semangat kebersamaan (kolektivitas). Artinya, setiap orang harus mengambil bagian dari gerakan yang dilakukan koperasi. Inilah yang menyebabkan bahwa koperasi identik dengan pemberdayaan (empowering).   Dengan demikian, apapun capaian koperasi sesungguhnya merupakan hasil bersama. Oleh karena itu, koperasi tidak mengenal keberhasilan perorangan, tetapi hanya mengenal keberhasilan kolektif.  Jika ada orang yang meng-klaim dirinya sebagai kunci keberhasilan koperasi, maka orang tersebut tergolong tidak faham tentang koperasi.


D.  2 (dua) Kelompok Besar Aktivitas Perusahaan Koperasi
Sesuai dengan defenisinya, “Perusahaan” adalah alat koperasi dalam memenuhi tujuan-tujuannya. Oleh karena itu, perusahaan koperasi harus lahir sebagai sebuah mesin penjawab ragam kebutuhan dan aspirasi anggota dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Di dalam pengelolaannya, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi harus dijadikan sebagai inspirasi dalam men-drive ketercapaian tujuan, mulai dari jenis tujuan sampai dengan tata cara pengelolaan segala sumber daya untuk mencapai tujuan.  Dalam tata kelolanya, spirit ekonomi, sosial dan budaya harus diramu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dalam tinjauan perusahaan, aktivitas koperasi bisa di katagorikan dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu : (i) Aktivitas mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya dan; (ii) mencerdaskan anggota dalam meningkatkan pendapatannya. Kata kuncinya adalah “mencerdaskan anggota” baik secara pribadi maupun secara kolektif.

Dalam hal koperasi mencerdaskan anggota menggunakan pendapatannya, koperasi bisa menyelenggarakan unit-unit layanan berbasis kebutuhan anggota, seperti; (i)  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, koperasi bisa menyelenggarakan toko dengan harga yang lebih murah  dibanding toko yang lain; (ii) untuk perawatan kendaraan (roda 2 atau roda 4) milik anggota, koperasi bisa menyelenggarakan bengkel, cucian, ganti oli atau lainnya yang berhubungan dengan anggota; (iii) dan lain sebagainya. Satu hal yang menjadi catatan, apapun aktivitas koperasi yang masuk dalam golongan mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya seharusnya bisa melahirkan efisiensi kolektif, yaitu efisiensi yang diciptakan akibat dari adanya aksi kolektif dalam bertransaksi si unit-unit layanan koperasi. Dalam meningkatkan efisiensinya, koperasi pun bisa mengembangkan pasarnya di luar anggota (kecuali simpan pinjam atau aktivitas lainnya yang diatur oleh pemerintah atau undang-undang). Misalnya unit layanan toko dan bengkel, koperasi boleh saja mengembangkan unit layanannya terhadap non-anggota. Bahkan, adanya nilai beda pelayanan anggota merupakan sarana promosi efektif untuk mengajak non anggota untuk bergabung menjadi keluarga besar koperasi. Satu hal yang memerlukan perhatian, koperasi adalah organisasi yang terbuka pada siapapun yang ingin bergabung, tanpa membedakan agama, strata sosial, latar belakang, jenis kelamin, sepanjang siap bertanggungjawab. Hal ini menyebabkan koperasi berpeluang besar mengembangkan ragam aktivitas seiring dengan ragam potensi yang melekat pada anggota yang bergabung dalam koperasi.   

Sebagai contoh, ketika koperasi menyelenggarakan pelayanan simpan pinjam, maka unit layanan ini harus dikelola dengan semangat kegotongroyongan yang bersifat edukatif. Pemberian pinjaman harus memperhatikan tujuan penggunaannya, sehingga koperasi tidak memerankan diri sebagai institusi yang mendorong anggotanya menjadi konsumtif. Dengan demikian, koperasi terhindar dari peran penyubur budaya konsumerisme. Demikian juga dalam hal penentuan jasa pinjaman, seharusnya tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan modal, tetapi pada terfasilitasinya kebutuhan anggota dengan baik dan lebih efisien. Demikian halnya ketika koperasi menyelenggarakan unit layanan toko, koperasi bisa membuat special treatmen alias perlakuan khusus pada anggota dalam hal pelayanan, seperti harga pokok atau discount pada tingkat tertentu. Dengan demikian, nilai beda perusahaan koperasi akan benar-benar dirasakan dan nyata sebagai ciri khas yang melekat pada koperasi itu sendiri. 

Sementara itu, aktivitas koperasi mencerdaskan anggotanya dalam hal peningkatan produktivitas anggotanya, koperasi bisa menyelenggarakan ragam aktivitas yang berorientasi pada terbangunnya semangat hidup untuk lebih produktif, baik secara materil (ekonomi) maupun im-materil  (non ekonomi). Untuk itu, koperasi bisa menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan yang memacu pertumbuhan produktivitas anggota, penyelenggaraan pelatihan peningkatan kualitas produksi, memacu anggota masuk ke dalam fase industri kreatif dati apa yang sedang dikerjakan, penyelenggaraan pinjaman dengan tingkat jasa/margin  rendah atau bahkan 0 (nol) untuk mendorong laju pertumbuhan usaha yang dijalankan anggota. Koperasi juga bisa memerankan diri sebagai institusi yang memperluas jaringan pemasaran usaha anggota, pemasok teknologi dan lain sebagainya yang pada akhirnya berimplikasi pada peningkatan produktivitas anggota.  

Pada akhirnya, 2 (dua) jenis kelompok besar aktivitas koperasi tersebut (salah satu atau keduanya), akan berkontribusi dalam pembentukan kesejahteraan dalam arti luas. Ini lah keunikan koperasi yang mengedepankan “komitmen kolektif” sebagai modal terpenting dalam membentuk hidup yang lebih berkualitas dari segenap unsur organisasinya.


E.  Perbedaan SHU dan Laba
Dalam cara perhitungan, “SHU dan Laba” sama-sama mengukur selisih pendapatan dan biaya. Namun demikian, pemakaian istilah SHU bukanlah dimaksudkan hanya pembeda dengan non koperasi, tetapi  terdapat pesan moral perjuangan koperasi sesungguhnya.  Secara proses, perbedaan mendasarnya adalah tentang “pelibatan”. Pada non koperasi , pengusaha/pemilik perusahaan memiliki otoritas penuh dalam membentuk harga jualnya dan memposisikan konsumen sebagai orang yang bebas memilih. Sementara itu, dalam koperasi proses penentuan pendapatan dan biaya melibatkan segenap unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota). Artinya, anggota adalah pemilik dan juga konsumen dari unit layanan koperasi itu sendiri. Atas dasar inilah, sesungguhnya bertransaksi di koperasi identik dengan menabung sebab keuntungan yang akan diraih kembali lagi kepada anggotanya dalam bentuk SHU. Dalam cara baca ini, kalau kemudian secara radikal anggota menyepakati “margin keuntungan” hanya untuk menutup biaya operasional sehingga SHU nya 0 (nol), sepanjang itu membahagiakan segenap unsur organisasinya maka hal tersebut sah-sah saja. Sebab, koperasi lahir tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan laba, tetapi jauh lebih mengutamakan perluasan kebermanfaatan yang dimobilisasi dari kebersamaan melalui pembangunan orang-orang didalamnya. Itulah sebabnya, yang dibangun dari koperasi adalah “kualitas” orangnya, bukan modalnya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan non koperasi yang mayoritas didorong oleh keinginan melipatgandakan modalnya.  
  
G.  Penutup
Hakekat koperasi adalah sebagai alat perjuangan memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Dengan memposisikan anggota sebagai obyek dan subyek pembangunan koperasi, maka pendidikan adalah kunci keterbangunan keyakinan yang berujung pada keterciptaan hidu yang kualitas.  Sementara itu, pertumbuhan modal dan unit layanan (baca: usaha koperasi) adalah imbas dari keterbangunan dan keterjagaan kualitas kebersamaan. Oleh karena itu, ketika berharap koperasi tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya anggota, maka keyakinan adalah kunci utamanya.



1 komentar:

.