SOSIALISASI
UU N0. 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN
A. Pengantar
UU No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah ditetapkan menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992.
Penggantiannya didasarkan pada satu pertimbangan bahwa UU yang lama dinilai sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan dan kebutuhan. Ragam
apresiasi
dan reaksi bermunculan atas kelahiran UU baru tersebut yang secara umum
bisa dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: (a) setuju seutuhnya; (b)
setuju sebagian dan kurang sependapat sebagian lainnya; (c) tidak sependapat
sama sekali.
Perbedaan semacam ini bukan hal asing di setiap kelahiran hal-hal yang
bersifat baru. Namun demikian, kebijakan berfikir dan kejernihan berpendapat menjadi penting dikedepankan. Kajian
kritis yang dilakukan bukan di
dorong oleh kepentingan sempit, tetapi disemangati oleh keterjagaan “jati diri” koperasi yang berimplikasi pada pertumbuhan atau perluasan kebermanfaatan
berkoperasi bagi anggota dan masyarakat luas pada umumnya.
Sebagai pengingat, koperasi adalah perkumpulan orang yang lahir dari kesadaran
dan keyakinan bahwa “kebersamaan” merupakan cara hidup yang akan lebih men-sejahterakan
melalui penyatuan komitmen dan potensi sumber daya. Oleh karena itu, koperasi
sesungguhnya merupakan gerakan masyarakat otonom (mandiri) dimana mereka memiliki
kebebasan mengatur rumah tangganya sendiri tanpa intervensi siapapun sepanjang
tidak berseberangan dengan ketertiban umum, peraturan-peraturan dan UU yang berlaku.
Dalam tinjuan semangat, keberadaan UU tentang perkoperasian adalah untuk menyemangati dan melindungi.
Dengan demikian, potensi berkembangnya koperasi akan lebih besar. Disamping
itu, UU tentang perkoperasian juga
bermaksud untuk menghindarkan koperasi
dari ragam intervensi yang tidak edukatif. Dengan demikian, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi, yang merupakan hasil kesepakatan organisasi koperasi
dunia ICA (International Cooperative Alliance) tahun 1995 dimana Indonesia
merupakan salah satu anggotanya, selalu hadir dan menjadi sumber inspirasi
kehidupan perkoperasian di Indonesia.
Satu hal yang menjadi catatan, UUD 45 memberikan hak berkumpul dan
berserikat bagi setiap warga negara dimana berkoperasi adalah salah satu bentuk
implementasinya. Ruang perjuangan koperasi yang meliputi pembangunan ekonomi,
sosial dan budaya dengan menempatkan orang sebagai subyek dan obyek
pembangunan, memiliki kesamaan dengan ragam
agenda pembagunan yang diselenggarakan oleh negara. Cara baca ini
selayaknya menginspirasi terbentuk dan
terjaganya hubungan produktif negara
dan koperasi. Artinya, koperasi sebagai
gerakan mandiri masyarakat layaknya
diapresiasi secara tepat sehingga terbentuk akselerasi dengan tetap
pada keterpeliharaan substasi dasar perjuangannya sebagai kumpulan orang yang
otonom. Semoga kelahiran UU No.17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian ini adalah bagian dari cara negara dalam
mengapresiasi dan sekaligus mengakselerasi pertumbuhan dan perkembang koperasi
di negeri ini.
B. Menilik Sebagian Isi
UU No.17 Tahun 2012
Menilik isi UU
perkoperasian yang baru, ada beberapa hal yang memerlukan perhatian khusus
segenap pegiat dan aktivist koperasi,
sebab hal ini berkaitan dengan penyesuain di tingkat
operasionalisasi organisasi dan usaha koperasi, sebagaimana dijabarkan
berikut ini :
BAB I : KETENTUAN UMUM
|
|
Pasal 1
|
·
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal
untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
·
Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
orang perseorangan.
·
Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
badan hukum Koperasi.
|
BAB II : LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
|
|
Pasal 2
|
Koperasi berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
Pasal 3
|
Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan.
|
Pasal 4
|
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan
Anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan
perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
|
BAB III : NILAI DAN
PRINSIP
|
|
Pasal 5
|
(1)
Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu: kekeluargaan; b. menolong
diri sendiri; c. bertanggung jawab; d. demokrasi; e. persamaan; f.
Berkeadilan dan; g. kemandirian.
(2)
Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu: a. kejujuran; b. keterbukaan;
c. tanggung jawab dan; d. kepedulian terhadap orang lain.
|
Pasal 6
|
(1) Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang
meliputi:
a.
keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b.
pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c.
Anggota berpartisipasi aktif dalam
kegiatan ekonomi Koperasi;
d.
Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
e.
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,
Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
f.
Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional; dan
g.
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya
melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
(2)
Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber
inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha
Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
|
BAB IV : PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN
PENGUMUMAN
|
|
Pasal 7
|
(1)
Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang
perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai
modal awal Koperasi.
(2)
Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.
|
Pasal 9
|
(1)
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan
Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris dalam bahasa Indonesia.
|
Pasal 17
|
(2)
Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.
|
Pasal 18
|
(1) Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan
usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan dalam Anggaran
Dasar.
(2) Tujuan dan kegiatan Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi Anggota dan jenis
Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
BAB V : KEANGGOTAAN
|
|
Pasal 26
|
(1)
Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(3)
Keanggotaan Koperasi
bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa Koperasi dan
bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan.
|
Pasal 28
|
(2)
Keanggotaan Koperasi
tidak dapat dipindahtangankan.
|
BAB VI : PERANGKAT ORGANISASI
|
|
Pasal 31
|
Koperasi mempunyai perangkat
organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat
Anggota, Pengawas, dan Pengurus.
|
Pasal 32
|
Rapat Anggota merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi
|
Pengawas
|
|
Pasal 48
|
(1) Pengawas dipilih dari
dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.
(2) Persyaratan untuk
dipilih menjadi Pengawas meliputi:
a. tidak pernah menjadi
Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu
perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau
perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
b.
tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
|
Pasal 49
|
(3)
Jumlah imbalan bagi Pengawas ditetapkan dalam Rapat Anggota.
|
Pasal 50
|
(1)
Pengawas bertugas:
a. mengusulkan calon
Pengurus;
b. memberi nasihat dan
pengawasan kepada Pengurus;
(2)
Pengawas berwenang:
a. menetapkan penerimaan
dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan
ketentuan dalam Anggaran Dasar;
e. dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara
waktu dengan menyebutkan alasannya.
|
Pasal 53
|
(1) Pengawas dapat
diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan
alasannya.
|
Pengurus
|
|
Pasal 55
|
(1)
Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota.
|
Pasal 57
|
(2) Gaji dan tunjangan
setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.
|
Pasal 58
|
(1)
Pengurus
bertugas:
c.
menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
e.
menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk
diajukan kepada Rapat Anggota;
|
Pasal 61
|
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan:
a.
mengalihkan aset
atau kekayaan Koperasi;
b.
menjadikan jaminan utang atas aset atau
kekayaan Koperasi;
c.
menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
d.
mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder; dan/atau
e.
memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
|
Pasal 63
|
(1) Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh
Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
|
BAB VII : MODAL
|
|
Pasal 66
|
(1)
Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
sebagai modal awal.
(2)
Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat
berasal dari: a. Hibah;
b. Modal Penyertaan; c. modal pinjaman yang berasal (dari anggota; Koperasi lainnya dan/atau
Anggotanya; bank dan lembaga keuangan lainnya; penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau Pemerintah dan Pemerintah Daerah.)
dan/atau; d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 67
|
(1)
Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan
mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.
(2)
Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah disetor
penuh dengan bukti penyetoran yang sah.
(3)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penetapan Setoran Pokok pada
suatu Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar.
|
Pasal 68
|
(1)
Setiap Anggota Koperasi harus membeli Sertifikat Modal Koperasi yang
jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)
Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi dengan nilai nominal
per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok.
(3)
Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan modal Anggota di
Koperasi.
(4)
Kepada setiap Anggota diberikan bukti penyetoran atas Sertifikat Modal
Koperasi yang telah disetornya.
|
Pasal 69
|
(1) Sertifikat Modal Koperasi
tidak memiliki hak suara.
(2) Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikeluarkan atas nama.
(4) Penyetoran atas
Sertifikat Modal Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
|
Pasal 70
|
(1)
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota yang lain tidak boleh
menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi dalam
jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68.
(2)
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi oleh seorang Anggota dianggap sah
jika:
a. Sertifikat Modal Koperasi telah dimiliki paling singkat selama 1
(satu) tahun;
b. pemindahan dilakukan kepada Anggota lain dari Koperasi yang
bersangkutan;
c. pemindahan dilaporkan kepada Pengurus; dan/atau
d. belum
ada Anggota lain atau Anggota baru yang bersedia membeli Sertifikat Modal
Koperasi untuk sementara Koperasi dapat membeli lebih dahulu dengan
menggunakan Surplus Hasil Usaha tahun berjalan sebagai dana talangan dengan
jumlah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Surplus Hasil Usaha tahun
buku tersebut.
(3)
Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1), Anggota yang bersangkutan wajib menjual Sertifikat Modal Koperasi yang
dimilikinya kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan berdasarkan
harga Sertifikat Modal Koperasi yang ditentukan Rapat
Anggota.
|
Pasal 71
|
Perubahan nilai Sertifikat
Modal Koperasi mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku dan
ditetapkan dalam Rapat Anggota.
|
Pasal 72
|
(1)
Sertifikat Modal Koperasi dari seorang Anggota yang meninggal dapat
dipindahkan kepada ahli waris yang memenuhi syarat dan/atau bersedia menjadi
Anggota.
(2)
Dalam hal ahli waris tidak memenuhi syarat dan/atau tidak bersedia
menjadi Anggota, Sertifikat Modal Koperasi dapat dipindahkan kepada Anggota
lain oleh Pengurus dan hasilnya diserahkan kepada ahli waris yang
bersangkutan.
|
Pasal 75
|
(1)
Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari:
a.
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b.
masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan.
(2)
Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang
dibiayai dengan Modal Penyertaan sebatas nilai Modal Penyertaan yang
ditanamkan dalam Koperasi.
|
BAB VIII : SELISIH HASIL USAHA
DAN DANA CADANGAN
|
|
Pasal 78
|
Surplus Hasil Usaha
(1)
Mengacu pada
ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha
disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk:
a.
Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh
masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b.
Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi
yang dimiliki;
c.
pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;
d.
pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan kewajiban
lainnya; dan/atau
e.
penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)
Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha yang
berasal dari transaksi dengan non-Anggota.
(3)
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan
meningkatkan pelayanan kepada Anggota.
|
Pasal 79
|
Defisit Hasil Usaha
(1)
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha, Koperasi dapat menggunakan Dana
Cadangan.
(2)
Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan Rapat Anggota.
(3)
Dalam hal Dana Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup Defisit Hasil
Usaha, defisit tersebut diakumulasikan dan dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja Koperasi pada tahun berikutnya.
|
Pasal 80
|
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada
Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal
Koperasi
|
Pasal 81
|
Dana Cadangan
(1)
Dana Cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian
Selisih Hasil Usaha.
(2)
Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil Usaha untuk Dana Cadangan
sehingga menjadi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari nilai Sertifikat
Modal Koperasi.
(3)
Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai
jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk
menutup kerugian Koperasi.
|
BAB IX : JENIS, TINGKATAN, DAN USAHA
|
|
Pasal 82
|
(1)
Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.
(2)
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.
|
Pasal 83
|
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
82 terdiri dari: a. Koperasi konsumen;
b. Koperasi produsen; c. Koperasi jasa dan; d. Koperasi Simpan Pinjam.
|
Pasal 84
|
(1)
Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
(2)
Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan
sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota
dan non-Anggota.
(3)
Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan
pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
(4)
Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai
satu-satunya usaha yang melayani Anggota.
|
Pasal 87
|
(2)
Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lain dalam
menjalankan usahanya.
(3)
Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.
(4)
Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB X : KOPERASI SIMPAN PINJAM
|
|
Pasal 88
|
(1)
Koperasi Simpan Pinjam harus memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri.
|
Pasal 89
|
Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88 ayat (1) meliputi kegiatan:
a.
menghimpun dana dari Anggota;
b.
memberikan
Pinjaman kepada Anggota; dan
c.
menempatkan dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya.
|
Pasal 91
|
(1) Untuk
meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi usaha serta mengembangkan
kerjasama antar-Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Simpan Pinjam dapat
mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Simpan Pinjam Sekunder.
(2) Koperasi
Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan kegiatan:
a. simpan
pinjam antar-Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya;
b. manajemen risiko;
c. konsultasi
manajemen usaha simpan pinjam;
d. pendidikan dan pelatihan
di bidang usaha simpan pinjam;
e. standardisasi
sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
f.
pengadaan sarana usaha untuk
anggotanya; dan/atau
g. pemberian bimbingan dan
konsultasi.
(3) Koperasi Simpan Pinjam
Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan.
|
Pasal 92
|
(1) Pengelolaan kegiatan Koperasi Simpan Pinjam
dilakukan oleh Pengurus atau pengelola profesional berdasarkan standar
kompetensi.
(2) Pengawas dan Pengurus
Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan standar kompetensi yang
diatur dalam Peraturan Menteri.
|
Pasal 93
|
(5)
Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan investasi usaha pada sektor
riil.
|
Pasal 94
|
(1)
Koperasi Simpan Pinjam wajib menjamin Simpanan Anggota.
(2)
Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan
Pinjam untuk menjamin Simpanan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menyelenggarakan program penjaminan Simpanan bagi Anggota Koperasi Simpan
Pinjam.
|
BAB XI : PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
|
|
Pasal 96
|
Pengawasan
(1)
Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan para pihak terhadap Koperasi.
(2)
Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Menteri.
|
Pasal 97
|
(1)
Pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan,
dan evaluasi terhadap Koperasi.
(2)
Kegiatan pengawasan melalui pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara:
a.
meneliti laporan
pertanggungjawaban tahunan, dokumen-dokumen, dan keputusan-keputusan Rapat
Anggota;
b.
meminta untuk hadir dalam Rapat Anggota; dan/atau
c.
memanggil
Pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan Koperasi.
(3)
Kegiatan
pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengamati dan memeriksa laporan.
(4)
Apabila dari hasil pemantauan dan evaluasi
terbukti terjadi penyimpangan, Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
|
Pasal 98
|
Pemeriksaan
(1)
Menteri
melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal:
a.
Koperasi
membatasi keanggotaan atau menolak permohonan untuk menjadi Anggota atas
orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana
ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
b.
Koperasi tidak
melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut;
c.
kelangsungan usaha Koperasi sudah
tidak dapat diharapkan; dan/atau
d.
terdapat dugaan kuat
bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara
benar.
|
Pasal 100
|
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
(1)
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan
Koperasi Simpan Pinjam.
(2)
Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada
Menteri.
(3)
Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4)
Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
|
BAB XIV : PEMBERDAYAAN
|
|
Pasal 112
|
Peran Pemerintah
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong
Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
(2) Dalam
menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menempuh langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan,
dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota.
(3) Langkah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan bimbingan dan
kemudahan dalam bentuk:
a.
pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan,
dan penelitian Koperasi;
b.
bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
c.
memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi;
d.
bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling
menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;
e.
bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang
dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi;
dan/atau
f.
insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 113
|
(1) Dalam
rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dapat memprioritaskan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh
diusahakan oleh Koperasi.
(2) Ketentuan mengenai peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta
persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 115
|
Gerakan Koperasi
(1)
Gerakan Koperasi mendirikan suatu dewan Koperasi Indonesia yang berfungsi
sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa
aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi.
(2)
Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja dewan
Koperasi Indonesia diatur dalam
Anggaran Dasar.
(3)
Anggaran Dasar dewan Koperasi Indonesia disahkan oleh Pemerintah.
|
Pasal 116
|
Dewan
Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi yang
bertugas:
a.
memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.
melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip
Koperasi;
c.
meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
d.
menyelenggarakan sosialisasi
dan konsultasi kepada Koperasi;
e.
mengembangkan dan mendorong kerjasama antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat
lokal, nasional, regional, maupun internasional;
f.
mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;
g.
menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan kerja sama di bidang
Perkoperasian; dan memajukan
organisasi anggotanya.
|
Pasal 118
|
(1)
Pemerintah menyediakan anggaran bagi kegiatan dewan Koperasi Indonesia
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
BAB XVI : KETENTUAN PERALIHAN
|
|
Pasal 121
|
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku:
a.
Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini;
b.
Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian
Anggaran Dasarnya paling lambat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang
ini;
c.
Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b ditindak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
d.
Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar
Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses pengesahan dan
persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini.
|
Pasal 122
|
(1)
Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam wajib mengubah Unit Simpan
Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu paling lambat 3 (tiga)
tahun sejak Undang-Undang ini disahkan
(2)
Dalam jangka
waktu perubahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud ayat (1)
Unit Simpan Pinjam dilarang menerima Simpanan dan/atau memberikan Pinjaman
baru kepada non-Anggota.
(3)
Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mengubah Unit Simpan Pinjam
menjadi Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan kegiatan simpan pinjam.
(4)
Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam Koperasi
menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Menteri.
|
Pasal 123
|
(1)
Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang telah memberikan Pinjaman kepada
non-Anggota wajib mendaftarkan non-Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini
(2)
Jika non-Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersedia menjadi Anggota Koperasi
yang bersangkutan, non-Anggota tersebut tidak berhak memanfaatkan jasa simpan
pinjam dari Koperasi yang bersangkutan.
|
BAB XVII : KETENTUAN PENUTUP
|
|
Pasal 124
|
(1)
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
(3)
Terhadap Koperasi
berlaku Undang-Undang ini, Anggaran Dasar Koperasi, dan Peraturan
Perundang-Undangan lainnya.
|
Pasal 125
|
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini
ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
Sumber : UU NO.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian
C. Penutup
Terlepas dari ragam pro dan kontra terhadap UU No.17 Tahun 2012, UU ini
sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Artinya, sepanjang belum ada revisi
terhadap UU ini, maka pilihan yang tersedia adalah mensikapi dan menyesuaikan diri. Sebagai informasi
tambahan, untuk mendukung efektivitas UU ini, pemerintah akan segera menerbitkan
beberapa PP dan juga Permen (Peraturan Mentri). Dengan terbitnya UU ini,
segenap gerakan koperasi harus segera melakukan beberapa
penyesuaian-penyesuaian, kecuali bagi koperasi yang memang seluruhnya sudah
sesuai dengan apa-apa yang digariskan dalam UU
No.17 Tahun 2012 tersebut.
Sebagai catatan, materi tulisan ini hanya berisi cuplikan dari sebagian UU
No.17 Tahun 2012, oleh karena itu kepada segenap peserta sosialisasi disarankan
untuk membaca dan mempelajari secara utuh materi dari UU No,17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian, sehingga terbentuk pemahaman yang utuh terhadap
keseluruhan isinya.
Posting Komentar
.