Selasa, 23 April 2013

RE-FRESH “ROH” PENGELOLAAN SIMPAN PINJAM


MENAKAR PELUANG 
RE-FRESH “ROH” PENGELOLAAN SIMPAN PINJAM


Disampaikan pada kegiatan “sosialisasi prinsip-prinsip pemahaman perkoperasian”, diselenggarakan oleh Disperindagkop Kab. Banyumas tanggal 24 April 2013, di Hotel Atrium, Sokaraja, Kab. Banyumas , Jawa Tengah, Indonesia

A.  Sebuah Pengantar
 photo DSC09560_zps1fb646f9.jpg
Dalam tinjauan teknis operasional, secara garis besar simpan pinjam koperasi (USP atau KSP) memiliki 2 (dua) aktivitas utama (Core activity), yaitu simpan dan pinjam. Artinya USP/KSP hanya bermain di wilayah uang kartal dan tidak memiliki kewenangan  untuk memainkan uang giral sebagaimana bank umum. Dari sisi market (pasar) yang  dilayani, kalau bank umum bisa melayani masyarakat umum sementara KSP/USP terbatas hanya pada anggota, calon anggota (dalam jangka waktu yang jelas) dan atau  koperasi lain melalui suatu perjanjian. Dengan demikian, dalam tinjauan profitabilitas (keuntungan) KSP/USP hanya terletak pada selisih antara pendapatan bunga dengan biaya bunga ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendukung pendapatan. Hal ini berbeda dengan bank umum, disamping selisih bunga, bank umum juga bisa mendapatkan pendapatan dari hal-hal lainnya seperti keuntungan dari  mediasi trading, transaksi antar bank, biaya pemeliharaan rekening, biaya pemeliharaan ATM dan lain sebagainya.

Namun demikian, tulisan kali ini tidak dimaksudkan untuk membandingkan yang berujung pada pelemahan semangat, tetapi concern membahas KSP/USP dari perspektif ideologi koperasi. Sebab KSP/USP merupakan salah satu turunan aktivitas dari  sebuah ideologi besar bernama koperasi.


B.  Keluhan Yang Berulang
 photo DSC09557_zps62796e7c.jpg
Banyak orang memandang KSP/USP adalah tempat meminjam uang dan keluhan yang sering mengemuka adalah jarangnya anggota yang menyimpan. Anggota menempatkan KSP/USP sebagai mesin penjawab naluri meminjam mereka. Sementara itu, anggota diposisikan sebagai orang bebas yang menggunakan pinjamannya kemanapun yang dia inginkan, sebab pertanggungjawabannya hanya sebatas kemampuan mengembalikan pinjaman. Akibatnya, relevansi keberadaan KSP/USP terhadap peningkatan kualitas hidup anggtanya dalam tanya besar. Apa yang terjadi sesungguhnya?. Mungkin, awal mula keterciptaan situasi ini karena secara organisasi KSP/USP memposisikan uang sebagai “komoditi” yang harus tumbuh melalui pengenaan jasa kepada setiap para peminjam. Ironisnya, keterbatasan persediaan uang (karena minimnya semangat anggota untuk menabung) membuat gerakan “meminjamkan” menjadi terbatasi. Adakah ini karena rendahnya kepercayaan anggota untuk menabung di koperasi?. Ataukah anggota memang hanya menempatkan koperasi sebagai alternatif meminjam yang mudah persyaratannya, cepat dan tidak berbelit-belit?. Menarik untuk menemukan jawabannya, guna untuk menemukan referensi obyektif dalam penyusunan solusi integratif.


C.  Ketika KSP/USP mewujud sebagai korporasi
Dalam pembacaan uang sebagai komoditas yang harus tumbuh, KSP/USP sering terjebak pada semangat korporasi (perusahaan non koperasi). Artinya, KSP/USP mewujud menjadi unit layanan eksklusif dan kebijakan-kebijakannya tersentral ditingkat elit organisasi saja dan hampir tidak tersentuh oleh anggota yang nota bene pemilik sah USP/KSP itu sendiri.   Pola pembangunan “kepercayaan” terhadap organisasi pun  dibangun melalui pencitraan performance dan pelibatan teknologi terkini. Akibatnya, anggota diposisikan sebagai konsumen murni tanpa ada peluang untuk duduk bersama membicarakan arah dan kebijakan pengembangan USP/KSA itu sendiri. Kalau pun mereka duduk bersama, mungkin terjadi hanya setahun sekali saat RAT (Rapat Anggota Tahunan) berlangsung. Ironisnya, pada saat RAT pun sering yang diperdebatkan adalah seputar pemerataan kesempatan meminjam, jasa yang rendah, jangka waktu pinjaman yang panjang dan ironisnya tak luput tentang permintaan SHU yang besar. Ketika agenda peningkatan simpanan di koperasi dibocarakan, anggota cenderung berat hati untuk setuju. Pertanyaan menariknya adalah; “darimana harus memulai perubahan?”.


D.  Menilik Spirit KSP/USP Dalam Perspektif Ideologi Koperasi  
Dalam tinjauan ideologi koperasi, USP/KSP adalah salah satu ruang praktek dari ideologi bersar bernama koperasi. Oleh karena itu, idealnya KSP/USP berjalan diatas roh ideologinya, sehingga KSP/USP itu tidak berpraktek sesat dan terjebak pada praktek kapitalisme. Ketika koperasi terjebak pada semangat pertumbuhan modal, maka hampir bisa dipartikan koperasi itu akan berjarak dengan realitas anggotanya. Namun demikian, ketika KSP/USP berjalan diatas kesepakatan-kesepakatan sosial dari segenap stake holdernya, maka nafas koperasi pasti ada disana dan mempengaruhi pola hidup anggotanya, khususnya dalam kehidupan perekonomiannya.

Koperasi sebenarnya tidak mengharamkan laba (SHU), hanya saja jangan sampai dalam perolehan laba (SHU), semangat pertumbuhan modal lebih diutamakan ketimbang keterjawaban kebutuhan anggota. Kesetiakawanan, saling tolong menolong dan bergotong royong harus menjadi sumber semangat dalam merumuskan ragam kebijakan. Keterbangunan kualitas hidup (baca: kesejahteraan) harus tercermin tegas dari ragam program yang dikembangkan. Dengan demikian, KSP/USP tidak menjelma menjadi korporasi yang berjarak dengan hidup anggotanya. Untuk itu, unsur edukasi (pendidikan) harus ada dalam setiap produk dari simpan pinjam. Artinya, perusahaan koperasi harus memberi pesan bijak bagi anggotanya, sehingga produk-produk simpan pinjam membawa anggota pada hal-hal positif.

Untuk mempermudah pemahaman kalimat diatas, berikut ini dijelaskan beberapa contoh :
1.      Dalam rangka menghindarkan anggota kedalam pola hidup konsumtif, 500 orang anggota sebuah KSP berkomitmen mengembangkan budaya menabung. Untuk mewujudkan semangat itu, pada momen RAT disepakati setiap anggota meminjam di KSP sebesar Rp 60 juta per orang, di cicil selama 10 tahun dengan jasa pinjaman sebesar 0 (nol) prosen dan tidak dikenakan biaya administrasi apapun. Namun demikian, atas pinjaman ini disepakati untuk langsung ditabungkan di KSP tersebut. Secara matematika ekonomi, kesepakatan bersama ini identik dengan membangun komitmen untuk menabung sebsar Rp 500.000,oo/bulan/per anggota.
2.      Ketika KSP/USP bermaksud mengajak anggota untuk mengembangkan budaya hidup sederhana sekaligus  menekan naluri konsumtif anggotanya, maka KSP/USP tersebut menerapkan jasa pinjaman yang tinggi bagi pinjaman yang peruntukannya konsumsi. Dengan demikian, KSP/USP ini tidak terjebak sebagai “agen penyubur” konsumerisme, khususnya di kalangan anggota.
3.      Ketika semangat gotong royong seluruh unsur organisasi begitu massif, sebuah KSP mengambil kebijakan bahwa  pinjaman anggota yang didorong oleh keadaan yang tidak diinginkan (seperti untuk keperluan sakit, kecelakaan atau untuk kepentingan kelanjutan pendidikan anak-anaknya), maka dikenakan margin pinjaman yang kecil atau bahkan 0 (nol) prosen.
4.      Ketika KSP/USP bermaksud untuk mendorong anggotanya mengembangkan budaya produktif (misalnya : berwirausaha), maka segala pinjaman yang peruntukannya bagi peningkatan produktivitas anggota dikenakan jasa pinjaman yang lebih rendah dari lembaga keuangan manapun. Dengan demikian, usaha anggota tersebut lebih berpeluang berkembang yang salah satu faktornya disebabkan oleh biaya modal yang sangat rendah.  Dalam gaya seperti ini, KSP/USP akan berfungsi menjadi penyangga likuiditas bagi usaha-usaha yang dijalankan oleh anggotanya.
5.      Terinspirasi dari kawan-kawan aktivis koperasi di Malang, Jawa Timur, ketika mereka sangat menginginkan hidup sehat dan lingkungan yang bersih, KSP/USP nya mengambil kebijakan membayar cicilan pinjaman hanya boleh dengan “sampah”. Disamping sebagai bagian dari membangun lingkungan bersih dan hidup sehat, mereka berencana mengembangkan industri kreatif dari sampah-sampah itu.
6.      Dalam rangka mendorong anggotanya bisa memiliki rumah yang layak, kemudian KSP/USP membeli sebidang tanah yang kemudian dicicil anggotanya dengan jasa yang sangat rendah. Ketika anggota tersebut ingin membangun rumah diatas lahan yang mereka miliki, KSP/USP memberi talangan 100% dengan jasa pinjaman yang juga sangat ringan.
7.      Terinspirasi dari apa yang sudah dilakukan oleh kawan-kawan Credit Union (koperasi simpan pinjam) di kalimantan, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan masa depan yang lebih baik mereka mengembangkan budaya menabung dengan mengkampanyekan slogan “konsumsi adalah sisa menabung”. Untuk efektivitas tabungan tersebut bagi keterbentukan hidup yang lebih berkualitas, kemudian mereka membuat indikator keberhasilan seorang anggota koperasi apabila memiliki 4 (empat) jenis tabungan, yaitu : (i) tabungan investasi masa depan; (ii) tabungan kesehatan; (iii) tabungan pendidikan dan; (iv) tabungan rekreasi. Komitmen mereka terhadap budaya menabung telah membawa 500 (lima) ratus orang yang berprofesi sebagai buruh kebun itu mengalami peningkatan kualitas hidup yang jauh lebih baik dibanding sebelum mereka berkoperasi, antara lain : memiliki lahan sawit rata-rata 2 ha/anggota, anak-anak mereka mendapat pendidikan yang baik dan mereka melakukan perjalanan wisata ke luar negeri.   
8.      Menghapuskan “hutang anggota” berbasis kesetiakawanan. Ketika dalam proses pengambilan keputusan pemberian pinjaman sudah melalui identifikasi yang detail, dimana peruntukannya adalah mengembangkan usaha yang ditekuni oleh anggota tersebut, didalam perjalanan terjadi kehilangan kemampuan dalam mengembalikan pinjaman. Setelah semua anggota meyakini bahwa anggota tersebut telah berbuat yang terbaik dari apa yang dia bisa, kemudian anggota bersepakat untuk menghapus pinjamannya. Hal ini semata-mata dilandaskan atas dasar kesetiakawanan yang tulus diantara segenap anggota. Mungkinkah kerekatan sosial semacam ini hanya sebatas khayal?.

Apa yang dapat disimpulan dari beberapa contoh radikal diatas?.

Walau sebagian contoh diatas adalah rekayasa dan hasil pemikiran bernuansa angan, tetapi contoh ini memberi gambaran yang jelas bahwa KSP/USP sesungguhnya bukanlah persoalan uang, tetapi tentang bagaimana kebersamaan dioptimalkan mendorong peningkatan kualitas hidup segenap anggotanya. Dalam ragam contoh tersebut, uang bukanlah komoditas yang diperdagangkan, tetapi hanya media/sarana untuk mencapai tujuan-tujuan besar berdimensi peningkatan kualitas hidup segenap stake holdernya.

Sebagai catatan, hakekat koperasi sesungguhnya membangun kualitas hidup orang-orang yang terlibat didalamnya. Kebersamaan di mobilisasi ke dalam penyatuan potensi dan bakat sehingga tercipta keluasan makna dalam berkoperasi, baik secara organisasi maupun secara pribadi. Contoh-contoh ini juga mempertegas bahwa kesejahteraan bukanlah semata-mata harus berbentuk SHU (Sisa hasil Usaha), tetapi lebih luas dari itu berupa pengintegrasian aspek ekonomi, sosial dan budaya ke dalam produk-produk layanan KSP/USP dan kehidupan angotanya. Dari ragam contoh diatas juga bisa disimpulkan bahwa target KSP/USP tersebut bukan lah pada perumbuhan modal, tetapi keterbangunan “orang-orang” yang ada didalamnya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan ketika KSP/USP di defenisikan sebagai media pembentukan kesepakatan sosial berlabel produktif dalam arti luas.

Mungkin hal ini  bertabrakan dengan realitas mayoritas di kebanyakan koperasi. Namun demikian, kebaikan-kebaikan yang terkandung dari contoh-contoh diatas setidaknya menarik dijadikan sebagai bahan kontemplasi, khususnya dalam me-refresh  roh pengelolaan sebuah USP/KSP, akan KAH?


E. Strategi Membangun KSP/USP Berbasis Ideologi Koperasi.
 photo DSC09548_zps7d1587a1.jpg
Ragam keluhan yang sering mengemuka, baik dari sisi anggota maupun sisi elite organisasi (pengurus dan pengawas), sesungguhnya berawal dari belum tersosialisasinya defenisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Anggota dibiarkan liar mempersepsikan koperasi sebagaimana pemahaman mereka sendiri, sehingga sisi kepentingan pribadi sering bertabrakan dengan kepentingan organisasi. Komunikasi yang cair tak bisa dibentuk secara kolektif karena semua orang berdiri diatas pemahamannya masing-masing.

Oleh karena itu, edukasi/pendidikan adalah hal terpenting yang harus dilakukan koperasi secara kontinue dan konsisten. Pendidikan ini harus diselenggarakan sejak pertama kali seseorang ingin bergabung ke koperasi (KSP/USP) dan dilanjutkan secara kontinue dalam nuansa re-fresh spirit berkoperasi. Dengan demikian, kesamaan mempersepsikan koperasi, kefahaman kunci keberhasilan koperasi terletak pada partisipasi anggota, pengetahuan yang cukup tentang bagaimana memainkan peran secara proporsional, akan menjadi alat efektif terbangunnya kolektivitas berkualitas, partisipasi yang optimal dan pada akhirnya berimplikasi pada kelahiran dan perluasan kebermanfaatan koperasi kepada segenap stake holder koperasi itu sendiri.


E. Penghujung
Hakekat kelahiran koperasi adalah membentuk kesejahteraan dalam arti luas. Untuk itu, melalui ragam produknya, KSP/USP menjadi lebih dekat dengan kehidupan anggotanya. Kebermaknaan yang nyata dan peran KSP/USP yang kuat di dalam ranah perjuangan setiap pribadi anggota mencapai cita-cita, akan menjadi sumber perekat segenap unsur organisasi, yaitu anggota, pengurus/manajemen, pengawas. Inilah yang disebut pola pengelolaan KSP/USP berbasis “roh” koperasi.




GALLERY
Retno_Werdiningsih's ksp dinkop album on Photobucket

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.