MANAJEMEN SIMPAN PINJAM
“Ketika Simpan Pinjam
Bukan Tentang Uang”
A. Pendahuluan
Ini fenomena yang sudah berlangsung lama dan
membudaya, sehingga menarik untuk mendalaminya dalam rangka menemukan faktor-faktor
pendorong keterbentukan fakta ini. Kalau di tilik lebih jauh, walau berjalan
dengan baju yang sama “koperasi”, praktek simpan pinjam yang terjadi
dilapangan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
1. simpan pinjam yang dikelola dengan cara koperasi pada umumnya. Pada praktek semacam ini, permodalan koperasi bersumber
dari akumulasi simpanan anggota, baik secara reguler maupun berjangka sesuai
dengan produk-produk simpanan yang ada di koperasi. Pada capaian tertentu,
koperasi semacam ini biasanya membangun korespondensi dengan pihak perbankan,
khususnya dalam meng-cover pertumbuhan permintaan pinjaman anggota yang sering tidak
sebanding dengan pertumbuhan simpanan (modal koperasi).
2.
simpan pinjam yang dikelola berdasarkan kepentingan pertumbuhan modal. Pada jenis
ini, operasionalnya dikendalikan
sekelompok kecil orang yang memiliki uang yang banyak. Pada koperasi semacam
ini, biasanya jumlah anggota koperasinya
hanya sampai pada pemenuhan syarat minimal dan kemudian mengoperasikan
pemberian pinjaman kepada masyarakat dalam judul “calon anggota”. Ironisnya, calon anggota tak pernah berubah
status menjadi anggota. Artinya, masyarakat mutlak diposisikan sebagai “market” dan sumber pelipatan modal yang ditanamkan. Koperasi semacam ini
beroperasi layaknya sebuah bank dan bahkan tak jarang operasionalnya didukung
dengan sarana dan prasana yang bagus, seperti gedung dan juga teknologi yang
canggih.
2 (dua) jenis praktek semacam ini sudah berlangsung
lama dan berjalan beriringan. Hanya saja, praktek jenis ke-2 (dua) ini mulai menimbulkan
keresahan di kalangan pelaku bisnis jasa keuangan lainnya, karena mereka merasa
terganggu pasarnya. Sepertinya, kelahiran UU Koperasi No.17 tahun 2012 menjadi
bagian dari solusi dan sekaligus penertiban para koperasi pelaku usaha di
bidang jasa keuangan yang berpraktek layaknya penyedia jasa keuangan lainnya.
Namun demikian, hal menarik sesungguhnya adalah
bagaimana seharusnya memandang sebentuk “simpan pinjam” dan kemudian mengelolanya dengan benar sehingga
menghasilkan kemanfaatan yang luas dan nyata bagi segenap insan-insan koperasi,
sebagaimana digariskan dalam semangat perjuangan ideologi koperasi sesungguhnya.
B. Sesaat menilik Ideologi Koperasi.
Untuk mempermudah pemahaman atas defenisi tersebut,
berikut ini disajikan dalam cara berfikir dasar ke dalam bentuk 3 (tiga) tanya,
yaitu :
1.
Apa koperasi?. Jawabannya adalah kumpulan orang
2.
Mengapa berkoperasi?. Jawabannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan
aspirasi ekonomi, sosial dan budaya.
3.
Bagaimana mencapaianya?, jawabannya adalah melalui perusahaan yang mereka
miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Kemudian, PBB selaku induk organisasi tertinggi
dunia menetapkan tahun 2012 sebagai tahun koperasi dunia. Uniknya, tema yang di
pilih adalah “the cooperative’s entreprise build a better world” atau dalam terjemahan bebasnya, perusahaan
koperasi membangun dunia lebih baik. Pertanyaan menariknya adalah mengapa “dunia yang lebih baik” yang dijadikan tema?. Artinya, pemilihan kata “dunia yang lebih baik” merupakan bentuk pengakuan jujur bahwa perusahaan-perusahaan
koperasi memiliki “nilai beda” secara konsepsi dan diperkuat
dengan ragam data empiris (fakta
lapangan) diberbagai belahan dunia tentang kebaikan-kebaikan
koperasi dibanding
perusahaan-perusahaan lainnya, khususnya dalam hal mendatangkan
pengaruh-pengaruh positif terhadap keberlangsungan hidup dalam arti luas. Hal
ini tentu menjadi pembanding dan sekaligus fakta tak terbantahkan bahwa ketika
koperasi berjalan diatas konsepsinya, maka secara alamiah koperasi akan memerankan
dirinya sebagai korektor bijak atas dampak-dampak
negatif yang ditimbulkan oleh praktek
kurang bijak dari perusahaan-perusahaan private di berbagai belahan dunia.
Kebaikan-kebaikan praktek perusahaan koperasi ini kemudian membangunkan
kesadaran banyak pihak, bahwa “kebijakan hidup” adalah sebuah kebutuhan yang harus ada ketika keseimbangan hidup masih
diinginkan semua orang. Kalau pembacaannya sedemikian jauh, maka koperasi
selayaknya di tempatkan sebagai sebuah ideologi yang layak diperjuangkan,
karena visi dan komitmen tingginya terhadap penciptaan perdamaian dunia,
keadilan ekonomi dan keinginan kuat
memerangi segala kerusakan dimuka bumi ini.
Artinya, koperasi sebagai sebuah ideologi telah
berhasil membuktikan efektivitasnya dalam membentuk dan membangun
manusia-manusia yang bijak dalam mengintrepretasikan kesempatan hidupnya di
dunia. Ini sesuatu yang harus tersampaikan, terkampanyekan dan ter-edukasi
kepada segenap insan koperasi di seluruh penjuru dunia. Dalam kebijakan
prakteknya, perusahaan koperasi telah menjelma menjadi pembentuk ketauladanan
dan sekaligus menggungah moral dan tanggungjawab sosial bagi segenap perusahaan
berbasis private yang mengutamakan keuntungan pribadi dan sering lalai
dengan segala akibat yang ditimbulkan oleh tindakannya.
Tidak berlebihan kemudian untuk mendefenisikan
koperasi sebagai alat perjuangan kemanusiaan. Adalah layak koperasi
dipersepsikan sebagai penjaga perdamaian dunia, karena nilai-nilai
kesetiakawanan yang diusung, membuat insan koperasi senantiasa terlatih dalam membentuk
dan menjaga persatuan dan kesatuan. Tidak berlebihan pula, koperasi di pandang
sebagai sebuah institusi pencegah terjadinya dis-integrasi sebuah
bangsa dan pencegah munculnya gerakan-gerakan separatis yang sering menimbulkan konffik-konflik kemanusiaan
yang berkepanjangan.
Sedemikian luasnya makna sebuah koperasi dan
sedemikian besarnya peran koperasi menjadi stabilisator sekaligus penyeimbang
iklim dunia. Oleh karena itu, sebagai kumpulan orang selayaknya koperasi di mobilisasi
sebagai media untuk pembentukan karakter segenap unsur organisasinya sehingga
menjadi lebih bijaksana dalam memilih cara hidup. Inilah yang didefenisikan
sebagai sebuah kesejahteraan dalam arti luas, bukan sebatas manfaat ekonomi
yang selalu dominan dikeseharian mayoritas koperasi di negeri ini sampai saat
ini.
C. Menilik Simpan Pinjam Dalam
Perspektif Ideologi Koperasi
Spirit ideologi koperasi harus menjadi landasan
utama dalam mengoperasionalisasikan simpan pinjam. Simpan pinjam tidak boleh
dipandang sebagai sebuah tujuan, tetapi harus dimaknai sebagai bagian dari
sarana untuk menciptakan kehidupan yang lebih berkualitas dari anggotanya.
Dalam cara baca ini, maka simpan pinjam sesungguhnya bukan-lah tentang uang
berikut pertumbuhannya, tetapi tentang bagaimana simpan pinjam mampu menjadi partner terbaik dari anggota
dalam merencanakan dan merealisasikan kehidupan ekonominya yang lebih baik.
Nilai-nilai kesetiakawanan, kegotong royongan, semangat saling tolong menolong,
harus di intrepretasikan ke dalam produk-produk simpan pinjam, sehingga
memperbesar peluang segenap anggota dalam mengembangkan tujuan-tujuan hidupnya
ke arah yang lebih berpengharapan.
Untuk itu,
bilai-nilai edukatif harus kental dalam setiap produk yang disajikan simpan
pinjam koperasi. Edukatif dalam arti, semua produk simpan pinjam harus
dikembangkan dalam tujuan mengangkat
harkat dan martabat anggotanya ke posisi yang lebih baik. Di titik ini lah
simpan pinjam sebagai alat perjuangan kemanusiaan harus mewujud. Simpan pinjam
sebagai sumber harapan harus terimplementasikan dan secara nyata dirasakan oleh
segenap anggotanya. Pada titik ini pula seharusnya simpan pinjam tidak di arahkan
pada pertumbuhan modal, tetapi lebih mengarus utamakan perluasan kebermaknaan dalam membentuk taraf
hidup anggotanya yang lebih baik.
Bicara membentuk taraf hidup anggota, simpan pinjam
koperasi bukan berarti harus membagikan uang segara (fresh money) kepada
anggotanya. Ada 2 (dua) PR (pekerjaan rumah) yang besar bagi simpan pinjam
yaitu; (i) bagaimana simpan pinjam
meng-edukasi anggotanya untuk membudayakan hidup kreatif bagi penciptaan kemandirian
dan; (ii) bagaimana anggotanya bijak
dalam menggunakan pendapatannya. Untuk itu, simpan pinjam koperasi
harus menyelenggarakan edukasi secara terencana dan tersistematis. Simpan
pinjam harus bisa menjadi filter yang baik bagi anggotanya dalam menggunakan
pendapatannya dan juga menjadi motivator
sekaligus pendamping yang ulung bagi anggota dalam membentuk kemandirian
produktif.
Pola semacam itu memang begitu ideal, tetapi itulah
yang seharusnya dilakukan simpan pinjam ketika menggunakan label koperasi. Itu
pula nilai beda simpan pinjam koperasi dengan pelaku jasa keuangan lainnya,
dimana mereka tidak ikut mau mengambil tanggungjawab melekat terhadap kemampuan
nasabahnya dalam mengangsur. Mereka selalu berposisi sebagai eksekutor atas
asset yang dijadikan collateral
(jaminan) saat mengakses pinjaman, ketika nasabah yang bersangkutan benar-benar kehilangan kemampuan dalam memenuhi
segala kewajibannya. Sementara itu pada koperasi seharusnya hal semacam itu
tidak boleh terjadi kecuali anggota yang bersangkutan memang “merasa hebat” dan tak memerlukan uluran tangan koperasi dalam
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam bahasa kesetiakawanan,
kesedihan yang dirasakan oleh satu anggota harus dijadikan sebagai agenda kolektif
dan mengatasinya secara bersama-sama. Ini lah yang kemudian di defenisikan
sebagai ikatan ideologi yang
jauh dari hiruk pikuk kepentingan pragmatis sempit yang biasanya bermuara
kepentingan pribadi.
C. Menggagas Pengelolaan Simpan
Pinjam Berbasis Ideologi Koperasi
Ditinjau dari asepk operasional , aktivitas simpan
pinjam terdiri dari 2 (dua), yaitu aktivitas menyimpan dan aktivitas menabung. Dengan
demikian, dalam cara baca manajemen biasa,
simpan pinjam secara rutin berkutat dengan perjuangan pertumbuhan
simpanan maupun pertumbuhan pinjaman yang berujung
pada pengukuran selisih antara pendapatan jasa/margin dan biaya jasa/margin.
Namun demikian, hal ini berbeda ketika manajemen
simpan pinjam dibaca dari perspektif ideologi koperasi yang fokus pada
keterbangunan karakter setiap orang lewat mobilisasi kolektivitas. Dalam cara
baca ideologi, simpan pinjam adalah bagian dari alat perjuangan dalam membentuk
peningkatan derajat hidup anggotanya.
Sebagai sebuah tawaran gagasan, berikut ini
dijelaskan pola pengelolaan induk ativitas simpan pinjam dalam perspektif
ideologi koperasi :
1.
Mengelola simpanan di koperasi. Dalam makna bebas, simpan atau menyimpan adalah
menitipkan sejumlah uang di koperasi baik karena kesepakatan bersama maupun
karena sebuah kesadaran dan keinginan kuat untuk membentuk masa depan dan
sekaligus mengembangkan kepedulian dan saling tolong menolong. Dalam tinjauan
modal, simpanan anggota adalah sumber utama kekuatan koperasi dalam memberikan
pinjaman kepada anggotanya. Persoalan pentingnya adalah bagaimana koperasi menjadikan “aksi simpan” menjadi sebuah budaya di kalangan anggota,
sehingga aksi simpan benar-benar menjadi satu kebutuhan mutlak yang harus
dilakukan. Untuk mengembangkan budaya semacam ini, koperasi harus melakukan edukasi
yang massif, khususnya berkaitan dengan kebijakan menggunakan pendapatan
anggota. Koperasi harus membangun tema-tema yang menyemangati dan diyakini
anggota sebagai sebuah kebenaran yang harus diikuti, karena memiliki relevansi
dalam membentuk kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Pada akhirnya, langkah-langkah
membudayakan “menabung” dan langkah-langkah dalam memberikan “pinjaman bijak” akan memiliki implikasi luas bagi keterbentukan pribadi-pribadi
segenap anggota dan tentu juga hal ini akan berdampak positif terhadap
masyarakat luas. Pada titik inilah simpan pinjam koperasi akan lahir sebagai
pencetak kebaikan-kebaikan baru dalam arti yang seluas-luasnya.
.
D. Transisi Berbasis Keinginan Kuat Untuk Berubah
Pemikiran-pemikiran diatas mungkin mengandung banyak
keanehan bila ditinjau dari kebiasaan yang terlanjur berlangsung di kebanyakan
koperasi saat ini. Namun demikian, ketika hal ini diyakini sebagai sebuah
kebenaran dan mengandung nilai-nilai kebaikan, maka “perubahan” adalah sebuah keharusan untuk dilakukan.
Aksi koreksi bijak harus dilakukan secara terencana
dan terukur, sehingga efektivitas koperasi sebagai sebuah ideologi pembawa
kebaikan bagi kehidupan mewujud di keseharian koperasi-koperasi di negeri ini.
Ini memang bukan hal mudah ditengah paradigma sempit masyarakat Indonesia
memahami koperasi, tetapi keterbentukan para militan dan pejuang koperasi akan membangun
harapan-harapan yang lebih baik dan perubahan-perubahan yang lebih menegaskan
makna dan manfaat koperasi dalam arti yang seharusnya.
Oleh karena itu, disamping memerlukan kehadiran
para pendekar-pendekar koperasi militan, juga
diperlukan tahapan-tahapan yang memperhatikan kondisi psichologis
masyarakat koperasi, sehingga aplikasi pemikiran-pemikiran diatas dapat
tersosialisasikan, teredukasikan secara tepat dan teraplikasikan secara
bertahap dan berkesinambungan.
Sebagai gagasan awal, berikut disajikan beberapa
gagasan tahapan yang mungkin bisa dilakukan dalam mengembalikan simpan pinjam
sebagai alat perjuangan pembentukan kesejahteraan dalam arti luas, yaitu :
1.
Membangun kesadaran kolektif bahwa “pembiaran adalah membahayakan”. Perlu dibangun kesadaran kolektif bahwa
praktek-praktek koperasi yang berlangsung saat ini masih minim kontribusinya
dalam membentuk kualitas hidup anggotanya. Praktek menunjukkan bahwa anggota di
posisikan sebagai orang dewasa yang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri,
sehingga koperasi merasa tidak perlu mengedukasi anggotanya dalam memanfaatkan
pendapatannya maupun dalam merancang peningkatan pendapatannya. Akhirnya,
koperasi mewujud sebagai korporasi yang terpisah dan berjarak
dengan kehidupan keseharian anggotanya.
2
Membangun pemahaman yang massif bahwa koperasi adalah kumpulan orang. Sebagai sebuah awalan, hal yang harus dilakukan
adalah merubah paradigma dan pemahaman masyarakat tentang sebuah koperasi.
Pemahaman kumpulan modal harus digiring menjadi kumpulan orang yang berjalan
bersama diatas nilai-nilai kesetiakawanan dan saling tolong menolong.
3
Merubah paradigma pertumbuhan modal menjadi pertumbuhan kebermanfaatan. Fakta
lapangan menunjukkan bawa sebagian masyarakat masih berpandangan bahwa
berkoperasi sama dengan berinvestasi pada sebuah perusahaan pada umumnya.
Akibatnya, motif laba menjadi dominan dan selalu dinantikan dan venderung abai bahwa dalam perolehan SHU simpan pinjam,
koperasi mendapatkannya juga dari anggota yang tak lain adalah dirinya dan atau
temennya sendiri sesama anggota. Oleh karena itu, menggiring berharap
pertumbuhan SHU menjadi berharap
pertumbuhan manfaat melalui optimalisasi kesetiakawanan dan
spirit saling tolong menolong. Pembentukan efisiensi kolektif yang berarti biaya meminjam di koperasi
menjadi lebih murah juga bisa dijadikan sebagai tawaran yang akan mendorong perubahan paradigma
berkoperasi lebih cepat, khususnya simpan pinjam.
E. Penutup
Posting Komentar
.