CARA CERDAS
MEMBACA dan MENGELOLA “PELUANG USAHA”
A. Pembuka Yang Menggugah
Beberapa tahun terakhir ini, tema kewirausahaan memang sangat popular
dibicarakan oleh negara dan tak luput juga lingkungan kampus. Hal ini bisa
difahami mengingat kuantitas dan
kualitas para wirausahawan sebuah negara sangat berpengaruh luas terhadap segala aspek kehidupan bernegara dan bahkan
juga menyangkut eksistensi sebuah negara di pandangan negara lainnya. Fakta
menunjukkan, negara yang mayoritas masyarakat nya bermental pekerja (worker) akan selalu menjadi target atau
sasaran bagi negara yang memiliki masyarakat kreatif (entrepreneur) dalam menghasilkan
“ragam produk dan jasa”.
Oleh karena itu, sebagai bangsa yang besar dengan potensi sumber daya yang
melimpah, Indonesia memerlukan kehadiran para wirausahawan handal dalam jumlah
banyak dan kualitas tinggi, sehingga potensi yang ada bisa dimanfaatkan
seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk itu, kampus sebagai tempat
berkumpulnya para kaum intelektual dan lumbungnya para generasi muda, merupakan
media strategis pembentukan para wirausahawan handal yang akan berkontribusi
nyata dalam menaikkan harga diri bangsa. Jika tidak, maka keterjajahan ekonomi dimana indonesia selalu menjadi target market
bagi negara produsen, adalah sesuatu
yang hampir pasti akan terjadi. Oleh karena itu, perjuangan membentuk para
wirausahawan sesungguhnya bukan hanya persoalan ekonomi saja, tetapi hal ini
juga menyangkut tentang harga diri sebuah bangsa.
Sebagai maha-siswa, selayaknya mengambil tanggungjawab moral dan
berinisiatif melakukan hal-hal besar dalam menjaga eksistensi dan harga diri bangsa.
Mahasiswa harus mengambil posisi garda terdepan dalam memberikan contoh yang
layak ditauladani. Mahasiswa seyogyanya menjadi sumber inspirasi bagi segenap
lapisan masyarakat dalam membudayakan pola hidup kreatif yang berujung pada
kelahiran ragam karya dan keterciptaan kemandirian.
Satu fakta yang menggugah, bahwa tidak lebih dari 5% (lima) penduduk Indonesia yang bekesempatan
mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Artinya, kesempatan luar biasa
ini harus di syukuri dalam bentuk tindakan-tindakan bijak yang tidak sebatas aksi mencerdaskan
diri sendiri, tetapi juga mengambil
tanggungjawab mencerdaskan anggota masyarakat lainnya. Kapasitas intelektual,
bakat yang melekat, energi dan waktu selayaknya di optimalkan dalam kombinasi
yang mempertinggi peluang keterlahiran karya-karya yang berkontribusi nyata, baik bagi diri mahasiswa
itu sendiri dan juga masyarakat pada umumnya.
Jika hal semacam ini bisa mewujud, maka potensi
keterancaman eksistensi bangsa khususnya di bidang ekonomi, akan terbendung
bersamaan dengan semakin banyak dan kuatnya barisan pejuang ekonomi yang handal dan kreatif. Sebaliknya,
jika hal semacam ini tak kunjung mewujud dari kelompok intelektual berstatus
mahasiswa, maka saatnya mengkaji ulang kelayakan manamakan diri sebagai
mahasiswa/i.
Sebagai bahan renungan, kuliah bukanlah hanya sebatas perjuangan memperoleh selembar kertas
bernama ijazah yang akan digunakan sebagai tiket untuk membentuk kehidupan atau
masa depan pribadi. Terlalu picik, ketika kuliah dipandang sebagai sarana untuk
menambah panjang nama anda dengan ragam gelar. Hakekat kesarjanaan bukan
terletak pada keberhasilan memperoleh selembar kertas ijazah dan bukan pula
pada sederetan gelar sebagai sumber harga diri, tetapi terletak pada keluasan
& kebijakan berfikir dan kemampuan bersikap dan bertindak yang layak
ditauladani oleh orang banyak orang.
B. Mempersepsikan Wirausaha Sebagai Awalan
Sebagai stimulan, berikut ini dijelaskan beberapa
persepsi tentang wirausaha :
1.
Wirausaha adalah usaha memindahkan uang dari kantong orang ke kantong
sendiri melalui cara yang disukai Tuhan atau syaitan. Hati-hati mencermati persepsi ini, sebab memilih
cara yang di sukai Tuhan atau di sukai syaitan mempunyai konsekuensi
sendiri-sendiri.
2.
Wirausaha adalah upaya ikhlas menyenangkan orang lain yang berujung
menyenangkan diri sendiri. Dalam persepsi ini, komitmen melayani atau membahagiakan orang lain begitu
kental dan kebahagiaan diri sendiri difahami hanya sebagai akibat positif dari upaya
menyenangkan orang lain.
3.
Wirausaha adalah menciptakan kehidupan bagi orang lain. Spirit kepedulian tampak jelas
dalam persepsi ini. Dalam tingkat implementasinya, tidak mungkin bisa
menciptakan kehidupan bagi orang lain kecuali mampu mewujudkan sebuah karya
yang mampu menghidupi dirinya dan juga orang lain yang mengikutinya.
4.
Wirausaha adalah salah satu jalan ke sorga. Persepsi ini mengandung nilai spiritualitas
tinggi, sebab aktivitas produktif yang
dilakukan berorientasi pada kemuliaan diri dimata sang pencipta agar memiliki
hak menempati sorga yang indah.
5.
Wirausaha adalah menjebakkan diri pada pilihan berbeda. Dalam persepsi ini, gairah untuk
selalu berbeda akan membentuk energi untuk terus menggagas hal-hal baru atau
cara-cara baru yang belum di fikirkan orang lain sebelumnya.
Walau diungkapkan dalam kalimat-kalimat yang
berbeda, semua menegaskan tentang sebuah “semangat” untuk melakukan sesuatu berbasis kesadaran diri dan di motivtasi oleh
keinginan untuk bisa menghasilkan sesuatu, baik untuk dirinya maupun untuk
orang lain.
Beberapa persepsi dari wirausaha yang dijelaskan
diatas mewakili realitas dunia wirausaha sesungguhnya, karena hakekat
berwirausaha sesunggguhnya adalah persoalan semangat. Bahkan ada yang
mempersepsikan wirausaha itu 95% (prosen) tentang semangat dan 5% (prosen) tentang
hal-hal yang berbau teknis operasional. Jadi, kalau anda berminat untuk terjun
ke dunia wirausaha, maka modal terpenting adalah “semangat”. Sebab
semangat lah yang melahirkan gairah untuk terus ber-ide dan mecari strategi
perwujudannya, semangat-lah yang mendorong orang untuk terus berfikir positif
dan senantiasa optimis, semangat-lah
yang menginspirasi energi untuk terus bergerak, semangat-lah yang membuat orang
tak mengenal lelah, semangat-lah yang membuat orang tak pernah menyerah dan semangat-lah yang
membuat orang tak pernah berhenti berusaha. Sementara itu, posisi “modal uang”
sesungguhnya hanyalah pembantu, sebab semangat bisa
mendatangkan uang, tetapi uang belum tentu
bisa melahikan atau menjaga stabilitas semangat.
Oleh karena itu, sebagai cara membangun dan
sekaligus menjaga semangat berwirausaha, maka mulai lah dengan membentuk
persepsi tentang wirausaha versi anda sendiri yang menyemangati. Sebagai
catatan penting, hindari persepsi yang
membawa anda pada perasaan tidak mampu atau rendah diri, sebab hal itu
membuat anda tak akan pernah memulainya. So...apa persepsi anda tentang wira usaha ???.
C. “SIAPA” Sebagai Muasal Peluang
D. Pengaruh Mentalitas Dalam Wirausaha
Mentalitas memegang pengaruh penting dalam
mengintrepretasikan “semangat wirausaha” ke dalam dataran aksi nyata. Satu hal yang menjadi catatan, wirausaha
adalah hal yang tidak memiliki keabsolutan/kepastian. Artinya, tak ada satupun
yang bisa menjamin apa yang anda peroleh esok hari dari apa yang anda lakukan
hari ini. Hal ini berbeda dengan “orang bekerja pada sebuah perusahaan” yang pasti mendapat gaji di setiap akhir atau di
setiap awal bulan dengan angka yang sudah terjelaskan dalam kontrak kerja. Sementara
itu, saat anda bewirausaha sesungguhnya anda menandatangani kontrak dengan alam
semesta seisinya dan didalam kontrak tesebut tidak terdapat klausul kepastian
apa yang akan anda dapatkan.
Itulah sebabnya, disamping semangat yang tak boleh
padam, berwirausaha memerlukan mentalitas berupa kesiapan dan keberanian diri
minimal dalam 3 (tiga) tahap, yaitu :
1.
Kesiapan dan keberanian dalam mengambil keputusan
untuk memulai aksi. Adalah
benar berwirausaha tak memiliki jaminan atau kepastian akan keberhasilan dan
juga memiliki kemungkinan resiko kegagalan. Oleh karena itu, kesiapan diri atas
segala resiko yang mungkin muncul harus
ada. Untuk mendukung hal tersebut, seorang wirausahawan harus membangun sikap optimis tanpa mengurangi
kewaspadaan. Seorang wirausaha wajib membangung “fikiran-fikiran positif” atas apa yang dia putuskan sehingga memiliki
keyakinan tinggi dalam menjalankannya.
2.
Kesiapan dan keberanian diri berproses. Operasionalisasi wirausaha memerlukan tahapan
yang menuntut ketekunan, kesabaran, keuletan dan kebesaran jiwa. Dinamika
proses belum tentu selalu menghadirkan situasi yang menenangkan fikiran, sebab
bisa saja terkadang menghadirkan keguncangan keyakinan, mencapai titik harapan
terendah dan bahkan mungkin saja menyentuh situasi di ketiadaan harapan. Untuk
itu, ketangguhan wirausahawan menyemangati diri untuk terus berproses sangat
diperlukan. Ragam hambatan harus dimaknai sebagai tantangan yang memerlukan
penyelesaian cerdas. Ragam rintangan harus dibaca sebagai sumber pembentukan
ketahanan diri atas ragam gelombang yang mungkin mewarnai proses perjalanan
sebuah wirausaha.
3.
Kesiapan dan keberanian mencapai keberhasilan. Ini tampak aneh, karena ternyata keberhasilan pun
memerlukan kesiapan dan keberanian diri. Anda mungkin pernah mendapati seorang wirausahawan cukup tangguh
dalam memulai dan mentahapi proses demi proses perjuangan usahanya, tetapi
justru tidak siap ketika sampai di titik keberhasilan. Banyak orang yang
berhasil pada akhinya lupa diri dan tidak kontrol, sehingga kembali ke titik 0
(nol) dan bahkan minus (-). Inilah yang disebut sebagai sebuah derajat
keberhasilan.
D. Mengasah Ketajaman Instuisi Layaknya Belajar Berbahasa
Kita sering mendengar kata “istuisi” saat membicarakan wirausaha. Dalam lingkup wirausaha, instuisi dipersepsikan sebagai “kemampuan membaca” peluang. Banyak orang mengatakan bahwa
berwirausaha itu lahir secara alamiah dan sering dipengaruhi oleh faktor
genetika dan lingkungan. Saya tidak menyalahkan pandangan itu, tetapi adalah
hal menarik ketika berkesimpulan bahwa berwirausaha adalah persoalan kebiasaan
saja. Artinya, membangun bakat berwirausaha sesungguhnya bisa dilakukan siapa
saja sepanjang memiliki semangat tinggi dan
kemauan berproses secara bertahap dan berkesinambungan. Alasannya
sederhana, pisau yang tumpul kalau terus diasah pasti menjadi tajam dan
sebaliknya pisau yang tajam kalau tidak pernah di asah juga akan tumpul. Oleh
karena itu, mengembangkan semangat dan terus belajar adalah bagian dari cara
untuk bisa memiliki dan mengembangkan bakat berwirausaha. Demikian halnya tentang
instuisi alias insting usaha yang
didefenisikan sebagai kemampuan memberi reaksi spontan atas apa yang dia lihat
atau amati. Artinya, mebiasakan diri untuk mengasah instuisi akan mempertajam
instuisi itu sendiri.
Intinya, semakin anda sering melakukannya maka
semakin tajam pula instuisi anda dalam membca atau menciptakan peluang. Akan
KAH?
D. Memulai Dari Hal Sederhana dan Fokus.
Orang bijak bilang, sesuatu yang besar berawal dari
yang kecil. Hal ini juga berlaku dalam dunia wirausaha dimana kebesaran sebuah
usaha merupakan akumulasi dari keberhasilan-keberhasilan kecil. Oleh karena
itu, mulailah dari hal sesederhana apapun yang anda bisa sebab yang paling
sulit dalam berwirausaha adalah “berani memulai”.
Tekunilah sesuatu secara terus menerus, sebab fokus
atas sesuatu biasanya akan memunculkan hal-hal yang bersifat mendukung dan tidak pernah di duga
sebelumnya. Oleh karena itu, kesabaran,
keuletan dan kebijaksanaan berpandangan menjadi faktor penting dalam menapaki
tahapan-tahapan menuju kebesaran sebuah usaha. Cobalah anda amati, adakah
sebuah tanaman langsung berbuah?.
Sekedar menyarankan, jangan pernah terfikir untuk
berhenti hanya karena satu kebelum-berhasilan, sebab bisa jadi keberhasilan
datang setelah mengalami 999 kali ke-belum-berhasilan. Dalam bahasa lain, kematian usaha hanya
terjadi bila anda berketetapan berhenti
bergerak saat terjatuh. Sebab pada saat itulah anda mengikrarkan bahwa “harapan sudah musnah”. Nikmati setiap proses dengan segala warna dan
rasa yang mengukutinya, sebab segala sesuatu yang terjadi dalam proses pasti
memiliki makna dan hikmah yang sangat berguna dan menjadi bekal di langkah
berikutnya. Ini lah yang disebut ketangguhan dalam berwirausaha.
E. 2 (dua) Alternatif
Orientasi Mahasiswa Menekuni Wirausaha
Mahasiswa adalah insan yang sesungguhnya sedang berproses di sebuah
universitas. Artinya, dengan status mahasiswa menandakan dirinya sedang berada
di tahap pembentukan kapasitas diri, baik dari sisi keilmuan maupun pembangunan
karakter dan kematangan pribadi. Dalam kondisi semacam ini, “belajar berwirausaha” merupakan bagian dari proses peningkatan kapasitas diri, baik dalam hal
pengetahuan, pembentukan ragam pengalaman dan pembentukan mentalitas tangguh.
Oleh karena itu, orientasi mahasiswa dalam menekuni (belajar dan praktek)
wirausaha seharusnya tidak semata-mata berorientasi
pada “perolehan uang”, tetapi juga menekankan pentingnya berproses dalam judul “membangun kapasitas diri”. Artinya, melatih diri bergagasan dan membentuk
rangkaian pengalaman akan sangat bermanfaat bagi kehidupan pasca kampus dan
juga dalam rangka mengembangkan kiprah di tengah masyarakat kaitannya dengan
kebermaknaan diri. Hal ini perlu menjadi bahan perenungan dan sekaligus dasar
mahasiswa untuk melakukan segala tindakan dalam proses belajar berwirausaha.
F. Berwirausaha Bukan Mengurangi Jam Belajar
Sekedar bersaran, berwirausaha jangan dipandang
sebagai hal yang merusak tujuan utama yaitu menuntut ilmu di kampus, sebab
berwirausaha juga merupakan bagian dari upaya peningkatan kapasitas diri.
Berwirausaha harus dibaca sebagai langkah peng-efektifan waktu bermain ke dalam
satu agenda produktif yang memiliki relevansi kuat terhadap keterbentukan masa
depan.
Oleh karena itu, ketika seorang mahasiswa yang
sedang belajar menekuni kewirausahaan mengalami
IP (Indeks Prestasi) rendah, maka hal yang tak boleh ada difikiran anda adalah menganggap berwirausaha sebagai biang
keladinya. Untuk mendukung pendapat tersebut, coba lah lakukan perenungan dan
pengukuran yang jujur tentang tingkat efektivitas
pemanfaatan 24 (dua puluh empat) jam yang anda miliki setiap harinya. Temukan
berapa jam setiap harinya termanfaatkan
untuk hal-hal yang tidak jelas dan tidak memiliki relevansi dengan urusan masa depan anda. Selanjutnya, susunlah pola memanfaatkan waktu
tersebut secara tepat untuk kepentingan
study anda maupun untuk pengembangan minat dan bakat kewirausahaan. Kemudian,
bangunlah komitmen pribadi untuk senantiasa konsisten dengan 2 (dua) misi besar
tersebut yang merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dalam membentuk seperti
apa anda di waktu mendatang.
G. Sekejap Menatap Relevansi Tuhan dan Berwirausaha
Mungkin anda setuju, ketika kita tidak
berjarak dan selalu mendekat dengan
Tuhan, perasaan akan menjadi lebih tenang, tentran lebih mudah konsentrasi dan
lebih bernergi. Sementara itu, pada saat kita bisa kosentrasi penuh dan
memiliki energi yang powerfull, maka kemampuan kita dalam melakukan sesuatu
menjadi lebih maksimal sehingga peluang untuk mencapai keberhasilan menjadi
lebih besar. Merujuk pada nalar diatas, adakah
relevansi antara menjaga kualitas ke-Tuhan-an dengan wirausaha?.
Atas dasar izin Tuhan segala sesuatunya terjadi
diatas dunia ini, demikian pula hal nya keberhasilan ataupun kegagalan. Oleh
karena itu, dalam tinjauan kewirausahaan, posisi manusia hanya lah; (i)
membangun niat baik; (ii) membangun mimpi besar; (iii) mengoptimalkan akal,
bakat, energi dan bakat; (iv) berdo’a
dan; (v) pasrah atas hasil akhir apapun yang diberikan Tuhan. Satu hal yang memerlukan
perhatian, “pasrah” dilakukan hanya bila sudah berusaha semaksimal maksimal dengan segala daya upaya. Oleh karena itu, keberhasilan
sesungguhnya bentuk keberpihakan Tuhan atas
serangkaian niat dan langkah-langkah efektif dari seorang hamba. Sementara itu,
dalam bahasa semangat, kebelum-berhasilan merupakan bentuk keadilan Tuhan atas
kebelum-efektifan langkah-langkah yang dilakukan manusia dalam mewujudkan satu
impian. Ke-belum berhasilan juga sebagai bentuk pesan Tuhan kepada manusia untuk
melakukan auto koreksi yang
ditindaklanjuti dengan perbaikan langkah. Singkat kata, keberpihakan Tuhan
hanya hadir bila manusia menampilkan fakta-fakta yang layak dikaruniai sebuah keberhasilan.
Sebagai bahan masukan dan sekaligus penawaran,
berikut disampaikan hasil kontemplasi panjang tentang peran Tuhan dalam lingkar
wirausaha, yaitu :
1.
Tuhan berposisi sebagai pemberi “inspirasi dan gagasan” sehingga seorang wirausahawan tidak salah dalam memilih dan memilah
langkah.
2.
Tuhan berposisi sebagai pemberi “restu” atas
segala daya upaya yang dilakukan manusia dalam menggapai impiannya.
3.
Tuhan berposisi sebagai “pelipat ganda” hasil
yang diperoleh seorang wirausahawan. Dalam cara baca ini, “perbedaan hasil” antar satu wirausahawan dan wirausahawan lainnya
merupakan sebuah bentuk keadilan Tuhan, sebab Tuhan memiliki hak prerogatif
dalam melipatgandakan hasil bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.
4.
Tuhan berposisi sebagai pemberi peringatan, pemberi cobaan dan bahkan pemberi
hukuman. Oleh karena itu, tak jarang kita mendapati dimana para wirausahawan yang
sudah sukses kembali ke titik 0 (nol) dan bahkan (-) minus. Mungkin, hal ini
disebabkan ke-alfa-an wirausahaan tersebut dalam bersyukur atau alfa menjaga
kedekatan diri dengan Tuhan. Semoga diri
kita tak akan pernah mengalaminya.
H. Penghujung
Semua itu memerlukan karya nyata yang berawal dari
semangat yang senantiasa membara. Idealisme terhadap keberhasilan akan membuat
anda tak pernah berhenti melakukan pencarian dan langkah apapun yang mungkin untuk
lakukan. Kombinasi ilmu pengetahuan, teknologi, energi, bakat dan keinginan
kuat (impian) merupakan bagian dari stratetgi dalam perwujudannya.
Demikian disampaikan sebagai pengantar dalam sesi
motivasi berwirausaha, semoga pemikiran sederhana ini bisa menginspirasi gairah
dan energi untuk menyukai wirausaha dan segera memulainya. Semoga kita semua
menjadi para wirausahawan handal yang senantiasa dalam lindungan dan arahan
Tuhan. Amin.
GALLERY
+ komentar + 2 komentar
Blognya bagus tapi kelihatannya tampilan versi seluler belum dioptimasi
terima kasih bos...siappp akan segera di optimasi versi selulernya. terima kasih atas masukannya dan sukses selalu untuk kita semua...
Posting Komentar
.