BERBENAH KOPERASI ALA SMKN 3 PURWOKERTO | ARSAD CORNER

BERBENAH KOPERASI ALA SMKN 3 PURWOKERTO

Rabu, 13 Februari 20130 komentar

 SMKN3 Purwokerto, Kab.Banyumas, Prop. Jawa Tengah memiliki2 (dua) koperasi yang sama-sama berjalan, yaitu koperasi simpan pinjam dan koperasi serba usaha (KSU). Pada koperasi simpan pinjam, unit layanan yang diselenggarakan hanya simpan dan pinjam anggota. Sedangkan KSU nya bergerak dalam bidang Catering, laundri,busana  dan pertokoan.

Pertemuan yang dihadiri 22 orang civitas SMK3 ini  berlangsung menarik dan hangat. Acara diskusi ini diawali dengan  sambutan dan pengarahan dari bapak kepala sekolah SMKN3 yang juga pembina ke dua koperasi yang beroperasi di lingkungan sekolah ini, yaitu Bapak Asep. Dalam sambutannya, beliau berharap koperasi bisa berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada anggotanya. Pak Asep juga menyarankan, agar segenap civitas koperasi kluar dari zona nyaman dan mulai menggagas hal-hal baru yang atraktif dan memberi daya akselerasi bagi pertumbuhan dan perkembangan koperasi di lingkungan SMKN3 Purwokerto. 


Untuk lebih menyemangati segenap civitas kopeasi yang hadir, dilakukan pencerahan dalam pemahaman koperasi yang detail materinya di jelaskan berikut ini :



BELAJAR BERSAMA tentang PERKOPERASIAN

A.  Pendahuluan : Cooperative is Not Economy Only
Induk organisasi dunia/ ICA (International Cooperative Aliiance) mendefenisikan koperasi sebagai kumpulan orang untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Ironisnya, sampai detik ini koperasi masih sering di fahami sebagai aktivitas ekonomi saja layaknya non- koperasi, sehingga SHU difahami sebagai laba  pada perusahaan-perusahaan non-koperasi (PT,CV,UD dan lain sebagainya). Oleh karena itu, bukanlah hal mengherankan ketika di tanya apakah koperasi sebagai kumpulan orang atau kumpulan modal, maka mayoritas akan menjawab kumpulan modal. Akibat selanjutnya, setiap kali orang bergabung di koperasi, maka SHU selalu menjadi tema yang menarik untuk di bicarakan atau di tunggu. Fenomena semacam itu mutlak di sebabkan oleh kebelum-fahaman kebanyakan orang tentang koperasi.  Disamping itu, jarangnya koperasi menyelenggarakan pendidikan perkoperasian kepada anggotanya, merupakan faktor pendukung semakin kuatnya “pemahaman keliru” tentang koperasi.

 photo DSC09007_zpsd2db208d.jpgOleh karena itu, dalam perjuangannya koperasi concern pada pembangunan “orang/manusia” dan bukan pada pertumbuhan modalnya. Artinya, orang-orang yang bergabung di koperasi harus di drive sedemikian rupa, sehingga mereka akan hidup dalam kualitas yang layak. Kita melihat fenomena berkembangnya konsumerisme, telah membuat banyak orang latah sehingga menggandrungi gaya konsumsi yang mengarah pada hedonisme. Penyakit berikutnya sebagai turunan dari penyakit konsumtif adalah individualisme, dimana kepedulian sosial dan kesetiakawanan perlahan menipis dan selalu ingin lebih unggul dari orang lain lebih disukai. Dampak lainnya adalah “capaian materialitas”  selalu dijadikan indikator sebuah keberhasilan.  Bahkan, tak jarang orang keliru dan memaksakan diri hanya untuk bisa tampil di kekinian zaman.

Koperasi lahir sebagai alat efektif dalam menciptakan peradaban yang lebih baik. Atas dasar itulah, mengapa pendidikan dijadikan sebagai salah satu dari 7 (tujuh) prinsip koperasi. Pendidikan diyakini sebagai media pencerdasan dan alat untuk memasuki sebuah perubahan.  Atas dasar itulah PBB membuat resolusi dimana tahun 2011 sebagai Tahun Koperasi Dunia dengan thema “Cooperative’s entreprise build better world”. Penetapan thema ini bukan saja mendasarkan pada perspektif filosofis ideologi-nya saja, tetapi di inspirasi ragam praktika di berbagai belahan dunia yang membuktikan kebaikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diperjuangkan koperasi. Intinya, koperasi diyakini sebagai alat efektif membentuk hidup yang lebih baik dan berkualitas. 


B.  Koperasi Sebagai Kumpulan Orang
Sebagai kumpulan orang, koperasi terdiri dari orang-orang yang memiliki masalalu dan karakter yang berbeda-beda pula. Ke-pelangi-an ini bisa menjadi sebuah kekuatan dan bisa juga sebagai sebuah hambatan, tergantung bagaimana ke-beragaman di kelola dalam kejelasan arah yang didasarkan pada persepsi dan  keinginan yang sama.  Oleh karena itu, jauh sebelum membicarakan arah, “kesamaan persepsi” adalah satu pra-syarat untuk memasuki tahapan berikutnya. Hal ini tidak saja menyangkut pengetahuan koperasi yang sama, tetapi juga harus sampai ke tahap pemahaman dan keyakinan yang sama bahwa menjadi bagian dari keluarga koperasi adalah sebuah kebutuhan. Untuk itu, setiap orang yang akan bergabung ke dalam koperasi hendaklah terlebih dahulu diberikan pendidikan, minimal tentang apa, mengapa dan bagaimana berkoperasi. Sesudah mengetahui, baru mengambil keputusan apakah mau bergabung atau tidak. Dengan demikian, setiap orang yang bergabung dipastikan didasarkan pada pemahaman dan keyakinan yang sama serta siap dengan segala konsekuensi yang mengikutinya.



C.  Pemberdayaan (empowering)
Apapun karya yang akan dibentuk oleh koperasi, sesungguhnya simbol kesepakatan dan harapan segenap unsur organisasi (baca: pengurus, pengawas dan anggota) yang dalam perwujudannya melalui distribusi peran proporsional dengan mendasarkan diri pada semangat kebersamaan (kolektivitas). Artinya, setiap orang harus mengambil bagian dari gerakan yang dilakukan koperasi. Inilah yang menyebabkan bahwa koperasi identik dengan pemberdayaan (empowering).   Dengan demikian, apapun capaian koperasi sesungguhnya merupakan hasil bersama. Oleh karena itu, koperasi tidak mengenal keberhasilan perorangan, tetapi hanya mengenal keberhasilan kolektif.  Jika ada orang yang meng-klaim dirinya sebagai kunci keberhasilan koperasi, maka orang tersebut tidak faham tentang koperasi.


D.  2 (dua) Kelompok Besar Aktivitas Perusahaan Koperasi
Sesuai dengan defenisinya, “Perusahaan” adalah alat koperasi dalam memenuhi tujuan-tujuannya. Oleh karena itu, perusahaan koperasi harus lahir sebagai sebuah institusi penjawab ragam kebutuhan dan aspirasi anggota dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Di dalam pengelolaannya, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi harus tuntunan dalam men-drive ketercapaian tujuan-tujuan yang telah didefenisikan bersama, mulai dari jenis tujuan sampai dengan tata cara pengelolaan segala sumber daya.  Dalam tata kelolanya, spirit ekonomi, sosial dan budaya harus diramu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Falam tinjauan perusahaan, aktivitas koperasi bida di katagorikan dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu : (i) Aktivitas mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya dan; (ii) mencerdaskan anggota dalam meningkatkan pendapatannya. Kata kuncinya adalah “mencerdaskan anggota” baik secara pribadi maupun secara kolektif.

Dalam hal koperasi mencerdaskan anggota menggunakan pendapatannya, koperasi bisa menyelenggarakan unit-unit layanan berbasis kebutuhan anggota, seperti; (i)  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, koperasi bisa menyelenggarakan toko dengan harga yang lebih murah atau hal lainnya yang bernada keunggulan dibanding toko yang lain; (ii) untuk perawatan kendaraan (roda 2 atau roda 4) milik anggota, koperasi bisa menyelenggarakan bengkel, cucian, ganti oli atau lainnya yang berhubungan dengan anggota; (iii) dan lain sebagainya. Satu hal yang menjadi catatan, apapun aktivitas koperasi yang masuk dalam golongan mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya seharusnya bisa melahirkan efisiensi kolektif, yaitu efisiensi yang diciptakan akibat dari adanya aksi kolektif dalam bertransaksi si unit-unit layanan koperasi. Dalam meningkatkan efisiensinya, koperasi pun bisa mengembangkan pasarnya di luar anggota (kecuali simpan pinjam atau aktivitas lainnya yang diatur oleh pemerintah atau undang-undang). Misalnya unit layanan toko dan bengkel, koperasi boleh saja mengembangkan unit layanannya terhadap non-anggota. Bahkan, adanya nilai beda pelayanan anggota merupakan sarana promosi efektif untuk mengajak non anggota untuk bergabung menjadi keluarga besar koperasi. Satu hal yang memerlukan perhatian, koperasi adalah organisasi yang terbuka pada siapapun yang ingin bergabung, tanpa membedakan agama, strata sosial, latar belakang, jenis kelamin, sepanjang siap bertanggungjawab.   

Sebagai contoh, ketika koperasi menyelenggarakan pelayanan simpan pinjam, maka unit layanan ini harus dikelola dengan semangat kegotongroyongan yang bersifat edukatif. Pemberian pinjaman harus memperhatikan tujuan penggunaannya, sehingga koperasi tidak memerankan diri sebagai institusi yang mendorong anggotanya menjadi konsumtif. Dengan demikian, koperasi terhindar dari peran penyubur budaya konsumerisme. Demikian juga dalam hal penentuan jasa pinjaman, seharusnya tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan modal, tetapi pada terfasilitasinya kebutuhan anggota dengan baik dan lebih efisien. Demikian halnya ketika koperasi menyelenggarakan unit layanan toko, koperasi bisa membuat special treatmen alias perlakuan khusus pada anggota dalam hal pelayanan, seperti harga pokok atau discount pada tingkat tertentu. Dengan demikian, nilai beda perusahaan koperasi akan benar-benar dirasakan dan nyata sebagai ciri khas yang melekat pada koperasi itu sendiri.

Sementara itu, aktivitas koperasi mencerdaskan anggotanya dalam hal peningkatan produktivitas anggotanya, koperasi bisa menyelenggarakan ragam aktivitas yang berorientasi pada terbangunnya semangat hidup untuk lebih produktif, baik secara materil (ekonomi) maupun im-materil  (non ekonomi). Untuk itu, koperasi bisa menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan, penyelenggaraan pinjaman dengan tingkat jasa rendah atau bahkan 0 (nol) untuk mendorong laju pertumbuhan usaha yang dijalankan anggota. Koperasi juga bisa memerankan diri sebagai institusi yang memperluas jaringan pemasaran usaha anggota, pemasok teknologi dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, 2 (dua) jenis kelompok besar aktivitas koperasi tersebut (salah satu atau keduanya), akan berkontribusi dalam pembentukan kesejahteraan dalam arti luas. Ini lah keunikan koperasi yang mengedepankan “komitmen kolektif” dalam membentuk hidup yang lebih berkualitas.


E.  Perbedaan SHU dan Laba
Dalam cara perhitungan, “SHU dan Laba” sama-sama mengukur selisih pendapatan dan biaya. Namun demikian, pemakaian istilah SHU bukanlah dimaksudkan hanya pembeda dengan non koperasi, tetapi  terdapat pesan moral perjuangan koperasi sesungguhnya.  Secara proses, perbedaan mendasarnya adalah tentang “pelibatan”. Pada non koperasi , pengusaha/pemilik perusahaan memiliki otoritas penuh dalam membentuk harga jualnya dan memposisikan konsumen sebagai orang yang bebas memilih. Sementara itu, dalam koperasi proses penentuan pendapatan dan biaya melibatkan segenap unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota). Artinya, anggota adalah pemilik dan juga konsumen dari unit layanan koperasi itu sendiri. Atas dasar inilah, sesungguhnya bertransaksi di koperasi identik dengan menabung sebab keuntungan yang akan diraih kembali lagi kepada anggotanya dalam bentuk SHU. Dalam cara baca ini, kalau kemudian secara radikal anggota menyepakati “margin keuntungan” hanya untuk menutup biaya operasional sehingga SHU nya 0 (nol), sepanjang itu membahagiakan segenap unsur organisasinya maka hal tersebut sah-sah saja. Sebab, koperasi lahir tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan laba, tetapi jauh lebih mengutamakan perluasan kebermanfaatan yang dimobilisasi dari kebersamaan melalui pembangunan orang-orang didalamnya. Itulah sebabnya, yang dibangun dari koperasi adalah “kualitas” orangnya, bukan modalnya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan non koperasi yang mayoritas didorong oleh keinginan melipatgandakan modalnya.  


F. Koperasi Dari Sisi UU No.17 Tahun 2012
Dari sisi hukum, Bulan oktober tahun 2012 adalah momentum perubahan bagi koperasi yang diawali dengan lahirnya UU No.17 Tahun 2012. PP dari UU ini masih dalam proses penyusunan, namun demikian pelaksanaan UU secara keseluruhan harus sudah dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak di undang-undang kan. UU No, 17 Tahun 2012 merupakan pengganti UU No.25 Tahun 1992.

Secara garis besar, ada perubahan revolusioner  yang harus dilakukan koperasi dan sebagaian dari hal-hal yang memerlukan perhatian dijelaskan berikut ini :
  1. Jenis Koperasi, Kalau dulu kita mengenal KSU (Koperasi Serba Usaha), di UU No.17 ini tidak mengenal istilah tersebut. Koperasi harus memilih salah satu dari 4 (empat) jenis yang ditawarkan yaitu; (1) koperasi simpan pinjam; (2) Koperasi Konsumsi; (3) Koperasi Produksi dan; (4) Koperasi jenis lainnya.
  2. Kepengurusan. Kepengurusan bisa dari bukan anggota atas usulan pengawas. Pengurus di gaji (kalau sebelumnya hanya insentif atau uang kehormatan), sehingga berakibat kalau pengurus itu harus bekerja profesional alias tidak boleh menjadi sambilan. Sementara itu, UU ini juga harus selaras dengan segala perundang-undangan lain.  Akibat dari hal ini adalah insan koperasi berstatus PNS aktif  tidak bisa menjadi pengurus dan hanya bisa menjadi pengawas koperasi.  Ketrlibatan insan koperasi berstatus PNS aktif menjadi pengurus dikhawatirkan bertabrakan dengan UU kepegawaian.
  3. dan lain sebagainya. 
Catatan tambahan, sebagai sebuah wacana tambahan untuk melihat review dan juga analisa sederhana UU No.17 Tahun 2012, bisa di baca di : (i) http://www.arsadcorner.com/2012/12/uu-no17-tahun-2012-tentang-perkoperasian.html dan; (ii) di www.arsadcorner.com : Mengkritisi UU  UU NO.17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN

Sampai detik ini, kehadiran UU ini mendapatkan reaksi beragam dari kalangan koperasi. Sebagian yang kontra berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, sepanjangan belum ada judicial review yang di sahkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka UU baru ini tetep harus dijadikan pedoman dasar. Oleh karena itu, koperasi-koperasi di Indonesia, harus bisa memanfaatkan waktu penyesuaian ke UU Baru ini dengan baik.


G.  Penutup
 photo DSC09006_zps6bdfd300.jpgHakekat koperasi adalah sebagai alat perjuangan memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Dengan memposisikan anggota sebagai obyek dan subyek pembangunan koperasi, maka pendidikan adalah kunci keterbangunan kualitas berkoperasi dan juga ujung tombak paling tajam dalam mencapai kesejahteraan dalam arti hidup yang berkualitas. Sementara itu, pertumbuhan modal dan unit layanan (baca: usaha koperasi) adalah imbas dari terbangunnya kualitas kebersamaan yang terbangun. Oleh karena itu, ketika berharap koperasi tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya anggota, maka pendidikan adalah kunci utamanya.

Demikian, beberapa pemikiran sederhana ini disampaikan sebagai pengantar diskusi tentang koperasi. Semoga menginspirasi kebaikan. Amin ya Robbal ‘Alamin.
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved