Pertemuan yang dihadiri 22 orang civitas SMK3 ini berlangsung menarik dan hangat. Acara diskusi ini diawali dengan sambutan dan pengarahan dari bapak kepala sekolah SMKN3 yang juga pembina ke dua koperasi yang beroperasi di lingkungan sekolah ini, yaitu Bapak Asep. Dalam sambutannya, beliau berharap koperasi bisa berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada anggotanya. Pak Asep juga menyarankan, agar segenap civitas koperasi kluar dari zona nyaman dan mulai menggagas hal-hal baru yang atraktif dan memberi daya akselerasi bagi pertumbuhan dan perkembangan koperasi di lingkungan SMKN3 Purwokerto.
Untuk lebih menyemangati segenap civitas kopeasi yang hadir, dilakukan pencerahan dalam pemahaman koperasi yang detail materinya di jelaskan berikut ini :
BELAJAR BERSAMA tentang PERKOPERASIAN
A. Pendahuluan : Cooperative is Not Economy Only
Induk
organisasi dunia/ ICA (International Cooperative Aliiance) mendefenisikan
koperasi sebagai kumpulan orang untuk memenuhi aspirasi dan
kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka
miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Ironisnya, sampai detik
ini koperasi masih sering di fahami sebagai aktivitas ekonomi saja layaknya
non- koperasi, sehingga SHU difahami sebagai laba pada perusahaan-perusahaan non-koperasi
(PT,CV,UD dan lain sebagainya). Oleh karena itu, bukanlah hal mengherankan
ketika di tanya apakah koperasi sebagai kumpulan orang atau kumpulan modal,
maka mayoritas akan menjawab kumpulan modal. Akibat selanjutnya, setiap kali
orang bergabung di koperasi, maka SHU selalu menjadi tema yang menarik untuk di
bicarakan atau di tunggu. Fenomena semacam itu mutlak di sebabkan oleh
kebelum-fahaman kebanyakan orang tentang koperasi. Disamping itu, jarangnya koperasi
menyelenggarakan pendidikan perkoperasian kepada anggotanya, merupakan faktor
pendukung semakin kuatnya “pemahaman keliru” tentang koperasi.
Koperasi
lahir sebagai alat efektif dalam menciptakan peradaban yang lebih baik. Atas
dasar itulah, mengapa pendidikan dijadikan sebagai salah satu dari 7 (tujuh)
prinsip koperasi. Pendidikan diyakini sebagai media pencerdasan dan alat untuk
memasuki sebuah perubahan. Atas dasar
itulah PBB membuat resolusi dimana tahun 2011 sebagai Tahun Koperasi Dunia
dengan thema “Cooperative’s entreprise build better world”. Penetapan thema
ini bukan saja mendasarkan pada perspektif filosofis ideologi-nya saja, tetapi
di inspirasi ragam praktika di berbagai belahan dunia yang membuktikan kebaikan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diperjuangkan koperasi. Intinya, koperasi
diyakini sebagai alat efektif membentuk hidup yang lebih baik dan berkualitas.
B. Koperasi Sebagai Kumpulan Orang
Sebagai
kumpulan orang, koperasi terdiri dari orang-orang yang memiliki masalalu dan
karakter yang berbeda-beda pula. Ke-pelangi-an ini bisa menjadi sebuah kekuatan
dan bisa juga sebagai sebuah hambatan, tergantung bagaimana ke-beragaman di
kelola dalam kejelasan arah yang didasarkan pada persepsi dan keinginan yang sama. Oleh karena itu, jauh sebelum membicarakan
arah, “kesamaan persepsi” adalah satu pra-syarat untuk memasuki tahapan
berikutnya. Hal ini tidak saja menyangkut pengetahuan koperasi yang sama,
tetapi juga harus sampai ke tahap pemahaman dan keyakinan yang sama bahwa
menjadi bagian dari keluarga koperasi adalah sebuah kebutuhan. Untuk itu,
setiap orang yang akan bergabung ke dalam koperasi hendaklah terlebih dahulu
diberikan pendidikan, minimal tentang apa, mengapa dan bagaimana berkoperasi.
Sesudah mengetahui, baru mengambil keputusan apakah mau bergabung atau tidak.
Dengan demikian, setiap orang yang bergabung dipastikan didasarkan pada
pemahaman dan keyakinan yang sama serta siap dengan segala konsekuensi yang
mengikutinya.
C. Pemberdayaan (empowering)
Apapun
karya yang akan dibentuk oleh koperasi, sesungguhnya simbol kesepakatan dan
harapan segenap unsur organisasi (baca: pengurus, pengawas dan anggota) yang
dalam perwujudannya melalui distribusi peran proporsional dengan mendasarkan
diri pada semangat kebersamaan (kolektivitas). Artinya, setiap orang harus
mengambil bagian dari gerakan yang dilakukan koperasi. Inilah yang menyebabkan
bahwa koperasi identik dengan pemberdayaan (empowering). Dengan demikian, apapun capaian koperasi
sesungguhnya merupakan hasil bersama. Oleh karena itu, koperasi tidak mengenal keberhasilan
perorangan, tetapi hanya mengenal keberhasilan kolektif. Jika ada orang yang meng-klaim dirinya
sebagai kunci keberhasilan koperasi, maka orang tersebut tidak faham tentang
koperasi.
D. 2 (dua) Kelompok Besar Aktivitas Perusahaan
Koperasi
Sesuai
dengan defenisinya, “Perusahaan” adalah alat koperasi dalam memenuhi
tujuan-tujuannya. Oleh karena itu, perusahaan koperasi harus lahir sebagai
sebuah institusi penjawab ragam kebutuhan dan aspirasi anggota dalam bidang
ekonomi, sosial dan budaya. Di dalam pengelolaannya, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
koperasi harus tuntunan dalam men-drive ketercapaian tujuan-tujuan yang telah
didefenisikan bersama, mulai dari jenis tujuan sampai dengan tata cara
pengelolaan segala sumber daya. Dalam
tata kelolanya, spirit ekonomi, sosial dan budaya harus diramu menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Falam
tinjauan perusahaan, aktivitas koperasi bida di katagorikan dalam 2 (dua)
kelompok besar, yaitu : (i) Aktivitas mencerdaskan anggota dalam menggunakan
pendapatannya dan; (ii) mencerdaskan anggota dalam meningkatkan pendapatannya.
Kata kuncinya adalah “mencerdaskan anggota” baik secara
pribadi maupun secara kolektif.
Dalam
hal koperasi mencerdaskan anggota menggunakan pendapatannya, koperasi bisa
menyelenggarakan unit-unit layanan berbasis kebutuhan anggota, seperti;
(i) untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, koperasi bisa menyelenggarakan toko dengan harga yang lebih murah
atau hal lainnya yang bernada keunggulan dibanding toko yang lain; (ii) untuk
perawatan kendaraan (roda 2 atau roda 4) milik anggota, koperasi bisa
menyelenggarakan bengkel, cucian, ganti oli atau lainnya yang berhubungan
dengan anggota; (iii) dan lain sebagainya. Satu hal yang menjadi catatan,
apapun aktivitas koperasi yang masuk dalam golongan mencerdaskan anggota dalam
menggunakan pendapatannya seharusnya bisa melahirkan efisiensi kolektif, yaitu
efisiensi yang diciptakan akibat dari adanya aksi kolektif dalam bertransaksi si
unit-unit layanan koperasi. Dalam meningkatkan efisiensinya, koperasi pun bisa
mengembangkan pasarnya di luar anggota (kecuali simpan pinjam atau aktivitas
lainnya yang diatur oleh pemerintah atau undang-undang). Misalnya unit layanan
toko dan bengkel, koperasi boleh saja mengembangkan unit layanannya terhadap
non-anggota. Bahkan, adanya nilai beda pelayanan anggota
merupakan sarana promosi efektif untuk mengajak non anggota untuk bergabung
menjadi keluarga besar koperasi. Satu hal yang memerlukan perhatian, koperasi
adalah organisasi yang terbuka pada siapapun yang ingin
bergabung, tanpa membedakan agama, strata sosial, latar belakang, jenis kelamin,
sepanjang siap bertanggungjawab.
Sebagai
contoh, ketika koperasi menyelenggarakan pelayanan simpan pinjam, maka unit
layanan ini harus dikelola dengan semangat kegotongroyongan yang bersifat
edukatif. Pemberian pinjaman harus memperhatikan tujuan penggunaannya, sehingga
koperasi tidak memerankan diri sebagai institusi yang mendorong anggotanya
menjadi konsumtif. Dengan demikian, koperasi terhindar dari peran penyubur
budaya konsumerisme. Demikian juga dalam hal penentuan jasa pinjaman,
seharusnya tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan modal, tetapi pada
terfasilitasinya kebutuhan anggota dengan baik dan lebih efisien. Demikian
halnya ketika koperasi menyelenggarakan unit layanan toko, koperasi bisa membuat
special
treatmen alias perlakuan khusus pada anggota dalam
hal pelayanan, seperti harga pokok atau discount pada tingkat tertentu. Dengan
demikian, nilai beda perusahaan koperasi akan benar-benar dirasakan dan nyata
sebagai ciri khas yang melekat pada koperasi itu sendiri.
Sementara
itu, aktivitas koperasi mencerdaskan anggotanya dalam hal peningkatan produktivitas
anggotanya, koperasi bisa menyelenggarakan ragam aktivitas yang
berorientasi pada terbangunnya semangat hidup untuk lebih produktif, baik secara
materil (ekonomi) maupun im-materil (non
ekonomi). Untuk itu, koperasi bisa menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan,
penyelenggaraan pinjaman dengan tingkat jasa rendah atau bahkan 0 (nol) untuk
mendorong laju pertumbuhan usaha yang dijalankan anggota. Koperasi juga bisa
memerankan diri sebagai institusi yang memperluas jaringan pemasaran usaha
anggota, pemasok teknologi dan lain sebagainya.
Pada
akhirnya, 2 (dua) jenis kelompok besar aktivitas koperasi tersebut (salah satu
atau keduanya), akan berkontribusi dalam pembentukan kesejahteraan dalam arti
luas. Ini lah keunikan koperasi yang mengedepankan “komitmen kolektif” dalam
membentuk hidup yang lebih berkualitas.
E.
Perbedaan SHU dan Laba
Dalam
cara perhitungan, “SHU dan Laba” sama-sama mengukur selisih pendapatan dan
biaya. Namun demikian, pemakaian istilah SHU bukanlah dimaksudkan hanya pembeda
dengan non koperasi, tetapi terdapat
pesan moral perjuangan koperasi sesungguhnya.
Secara proses, perbedaan mendasarnya adalah tentang “pelibatan”.
Pada non
koperasi , pengusaha/pemilik perusahaan memiliki otoritas penuh dalam
membentuk harga jualnya dan memposisikan konsumen sebagai orang yang bebas
memilih. Sementara itu, dalam koperasi proses penentuan pendapatan dan biaya
melibatkan segenap unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota). Artinya, anggota
adalah pemilik dan juga konsumen dari unit layanan koperasi itu
sendiri. Atas dasar inilah, sesungguhnya bertransaksi di koperasi identik
dengan menabung sebab keuntungan yang akan diraih kembali lagi kepada
anggotanya dalam bentuk SHU. Dalam cara baca ini, kalau kemudian secara radikal
anggota menyepakati “margin keuntungan” hanya untuk
menutup biaya operasional sehingga SHU nya 0 (nol), sepanjang itu membahagiakan
segenap unsur organisasinya maka hal tersebut sah-sah saja. Sebab, koperasi
lahir tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan laba, tetapi jauh lebih
mengutamakan perluasan kebermanfaatan yang dimobilisasi dari kebersamaan
melalui pembangunan orang-orang didalamnya. Itulah sebabnya, yang dibangun dari
koperasi adalah “kualitas” orangnya, bukan modalnya. Hal ini tentu sangat
berbeda dengan non koperasi yang mayoritas didorong oleh keinginan
melipatgandakan modalnya.
F. Koperasi Dari Sisi UU No.17 Tahun
2012
Dari
sisi hukum, Bulan oktober tahun 2012 adalah momentum perubahan bagi koperasi
yang diawali dengan lahirnya UU No.17 Tahun 2012. PP dari UU ini masih dalam
proses penyusunan, namun demikian pelaksanaan UU secara keseluruhan harus sudah
dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak di undang-undang kan. UU No, 17
Tahun 2012 merupakan pengganti UU No.25 Tahun 1992.
Secara
garis besar, ada perubahan revolusioner
yang harus dilakukan koperasi dan sebagaian dari hal-hal yang memerlukan
perhatian dijelaskan berikut ini :
- Jenis Koperasi,
Kalau dulu kita mengenal KSU (Koperasi Serba Usaha), di UU No.17 ini tidak
mengenal istilah tersebut. Koperasi harus memilih salah satu dari 4
(empat) jenis yang ditawarkan yaitu; (1) koperasi simpan pinjam; (2)
Koperasi Konsumsi; (3) Koperasi Produksi dan; (4) Koperasi jenis lainnya.
- Kepengurusan.
Kepengurusan bisa dari bukan anggota atas usulan
pengawas. Pengurus di gaji (kalau sebelumnya hanya insentif atau uang
kehormatan), sehingga berakibat kalau pengurus itu harus bekerja
profesional alias tidak boleh menjadi sambilan. Sementara itu, UU ini juga
harus selaras dengan segala perundang-undangan lain. Akibat dari hal ini adalah insan
koperasi berstatus PNS aktif tidak bisa menjadi pengurus dan
hanya bisa menjadi pengawas koperasi.
Ketrlibatan insan koperasi berstatus PNS aktif menjadi pengurus
dikhawatirkan bertabrakan dengan UU kepegawaian.
- dan lain
sebagainya.
Catatan tambahan, sebagai sebuah wacana tambahan untuk
melihat review dan juga analisa sederhana UU No.17 Tahun 2012, bisa di baca di
: (i) http://www.arsadcorner.com/2012/12/uu-no17-tahun-2012-tentang-perkoperasian.html
dan; (ii) di www.arsadcorner.com :
Mengkritisi UU UU NO.17 TAHUN 2012
TENTANG PERKOPERASIAN
Sampai
detik ini, kehadiran UU ini mendapatkan reaksi beragam dari kalangan koperasi.
Sebagian yang kontra berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah
Konstitusi. Namun demikian, sepanjangan belum ada judicial review yang di
sahkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka UU baru ini tetep harus dijadikan pedoman
dasar. Oleh karena itu, koperasi-koperasi di Indonesia, harus bisa memanfaatkan
waktu penyesuaian ke UU Baru ini dengan baik.
G.
Penutup
Demikian,
beberapa pemikiran sederhana ini disampaikan sebagai pengantar diskusi tentang
koperasi. Semoga menginspirasi kebaikan. Amin ya Robbal ‘Alamin.
Posting Komentar
.