KOPERASI = PT (PERSEROAN TERBATAS) JIKALAU....
Judul
ini tampak aneh, sebab mencoba menyamakan antara koperasi dan PT (Perseroan
Terbatas). Dalam bahasa perjuangan, koperasi sering di identikkan dengan
perjuangan rakyat dan PT (Perseroan
Terbatas) sering di deskripsikan dengan pemilik modal yang dominan dan getol
dalam urusan pertumbuhan modal atau istilah kerennya kapitalis. Judul ini sesungguhnya terinspirasi dari
tanya seorang peserta Pendidikan dan Pelatihan di suatu pelatihan yang
dilaksanakan oleh sebuah koperasi mahasiswa, “manakah yang lebih baik antara
Koperasi dan PT (Perseroan Terbatas)”.
Tanya
peserta pelatihan tersebut di jawab dengan tanya pula oleh sang nara sumber.
Pertanyaan pertama, “manakah lebih baik antara koperasi yang
pelit dengan PT yang dermawan???”. Jawab peserta pelatihan, “pengusaha
yang dermawan”. Kemudian nara sumber bertanya lagi, “manakah
yang lebih baik koperasi dermawan atau pengusaha yang pelit???”. Jawab
peserta pelatihan, “koperasi dermawan”. Selanjutnya, nara sumber bertanya lagi;
“apakah persoalan sesungguhnya terletak pada koperasi-nya, PT-nya atau
kedermawan-nya??. Kemudian peserta pelatihan hanya diam dan tersenyum simpul dengan
kesan kebingungan yang begitu dalam.
Dalam
tinjauan vertikal, ketika keterlahiran di dunia dimaknai sebagai kesempatan
membentuk rekam jejak kebaikan, baik bagi diri sendiri dan juga bagi banyak
orang, maka pola fikir dan tindakan akan mengarah pada kemandirian dan
kepedulian Dalam konteks ini, maka koperasi atau PT sesungguhnya hanyalah
sebatas bentuk organisasi dan kelembagaan dalam menterjemahkan keinginan dan
cita-cita melahirkan ragam karya berorientasi pada penciptaan ragam
kebaikan.
Namun
demikian, secara kelembagaan PT menganut sistem one share one vote, sehingga
para pemilik modal memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Pada titik ini lah
sesungguhnya muasal kerawanan itu. Kondisi social moral setiap orang yang
cenderung berubah-ubah, membuat PT berpotensi besar melakukan penguasaan dan
eksploitasi atas hidup orang lain. Tidak adanya peran control secara
organisasi, membuat pemilik modal mayoritas memiliki peluang mewujudkan
impian pribadinya, sehingga sangat mungkin lalai dengan tanggungjawab sosialnya dalam arti
luas, seperti salary yang layak bagi karyawan dan pembangunan daerah kerja.
Kalaupun akhir-akhir ini masyarakat sering mendengar CSR (Coporate Sosial
Responsibility), namun dalam prakteknya sering
tak bisa bersifat pengabdian murni dan sering menghubungkannya dengan
kepentingan promotif sehingga berefek positif bagi pertumbuhan keuntungan perusahaan di periode
berikutnya. Hal ini berbeda dengan
koperasi, yang berdiri diatas komitmen segenap unsur organisasi ( pengurus, pengawas dan anggota) untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi,
sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka
kendalikan secara demokratis. Di dalam koperasi, mulai dari pemilihan aktivitas
layanan (baca: unit usaha), tahap pengelolaan dan evaluasi senantiasa
menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, transfaransi dan saling tolong
menolong. Pada pola semcam ini lah setiap orang terkontrol dalam mengupayakan
dan memperoleh nilai manfaat bagi pribadinya. Pada titik ini pula setiap orang akan terkontrol
secara proporsional dan termotivasi untuk terus berkarya secara fair. Posisi
equal (duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi), membuat semua orang di dalam
koperasi senantiasa saling menghormati dan bertindak proporsional. Kondisi
semacam ini tidak di dapatkan pada PT atau lembaga non- koperasi lainnya.
Artinya, nuansa demokratis, kebijakan berpandangan dan bertindak, telah
terdefenisi dalam konsep kelembagaan koperasi. Sedangkan, pada PT sangat dipengaruhi kondisi
moral dan kepedulian sang pemilik modal mayoritas.
Sebagai
sebuah kesimpulan, pada tingkatan logika konsepsinya adalah sangat layak
berharap koperasi bisa menjadi sokoguru ekonomi sebagaimanai cita-citakan Bung
Hatta. Koperasi juga layak sebagai media strategis bagi penciptaan pemerataan dan keadilan ekonomi.
Kalau kemudian koperasi tak kunjung mampu menunjukkan dirinya seindah
konsepsinya, itu hanya disebabkan belum tertemukannya pola operasionalisasinya
yang efektif bagi pencapaian tujuan mulianya. Sementara itu, pada konsepsi PT
atau Institusi perusahaan non koperasi lainnya, kebebasan pribadi cenderung begitu luas dan hampir tak terbatas (kecuali
oleh aturan dan perundang-undangan yang berlaku). Namun demikian, ketika
koperasi berjalan sesuai konsepsinya dan melahirkan ragam karya penuh makna dan
di sisi lain PT atau institusi perusahaan non koperasi nya berjalan diatas
kondisi moral,kepedulian sosial, serta spirit vertikalnya senantiasa terjaga,
maka koperasi atau PT atau institusi bisnis lainnya adalah sama-sama baik.
Kesimpulan ini belum mempertimbangkan apakah di non-koperasi terjadi
pemberdaayan/empowering atau tidak
sebagaimana hal tersebut merupakan spirit dasar koperasi. Mungkin pejuang ekonomi rakyat yang radikal
akan bertanya, “siapa yang bisa menjamin
kalau moralitas dan kepedulian sosial pemilik mayoritas PT akan senantiasa
terjaga???”. Pertanyaan senada juga akan dikemukakan oleh para aktivis PT, “seberapa
jauh koperasi sudah membuktikan dirinya sebagai agen pemberdayaan masyarakat
dan pencipta keadilan ekonomi di negeri ini??”.
Apapun
jawabanya, semoga kedua pertanyaan terakhir akan menggiring pada pencarian
jawab atas satu tanya,” untuk sesungguhnya manusia di ciptakan oleh Tuhan??”.
Tetapi pertanyaan ini tidak menarik bagi mereka yang meragukan eksistensi Tuhan
di dalam hidupnya. Satu hal lagi,
tulisan ini pada akhirnya tidak dimaksudkan untuk membandingkan, tetapi hanya
menegaskan bahwa dunia ini memerlukan keadilan dan kebijaksanaan serta terbebas
dari penjajahan dalam bentuk apapun juga. Semoga menginspirasi.
Posting Komentar
.