MUASAL dan ARAH KETERLAHIRAN USAHA KOPERASI MAHASISWA | ARSAD CORNER

MUASAL dan ARAH KETERLAHIRAN USAHA KOPERASI MAHASISWA

Sabtu, 01 Desember 20120 komentar


Disampaikan pada acara: “Pendidikan dasar Koperasi” yang dilaksanakan oleh IAIN  Surakarta, 
02 Desember 2012.



A.  Pembuka : Memahami Untuk Berninisiatif
Satu pemahaman dan atau pengingat bagi segenap aktivis bahwa koperasi tidaklah terbatas pada gerakan ekonomi, tetapi juga merupakan gerakan sosial yang berjuang mewujudkan kehidupan yang lebih bermartabat. Lewat keterbangunan kualitas kebersamaan di segenap stake holder, koperasi perlahan membangun apa yang disebut kemadirian kolektif lewat karya yang lahir diatas semangat gotong royong .  Atas dasar itulah, anggota yang berkedudukan sebagai pemilik sah koperasi menjadi obyek dan juga subyek pembangunan koperasi itu sendiri. Atas dasar itu pula, ber-koperasi identik dengan kesadaran ikut mengambil tanggungjawab demi kemajuan bersama.

Lewat kesadaran kolektif yang terbangun melalui pendidikan yang dilaksanakan koperasi, gerakan sosial bercirikan pemberdayaan ini akan terbangun kemampuan mensukseskan agenda kolektif yang tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada, tetapi juga membangun harapan-harapan baru yang lebih baik dalam arti seluas-luasnya.

Nalar logis koperasi memang begitu mulia, tetapi banyak bahkan mayoritas koperasi tampaknya mengalami kesulitan dalam meng-operasionalisasikannya. Gerakan getol menyuarakan “kembali ke jati diri” merupakan fakta yang memberi isyarat kuat bahwa koperasi telah meninggalkan “konsepsi dasarnya” dan kemudian berpraktek sebagai kegiatan ekonomi semata dan ironisnya kemudian terjebak dalam perburuan laba (walau masih memakai istilah SHU).

Adakah ini realitas sosial yang menegaskan semakin masifnya kultur individualisme di masyarakat???. Adakah ini mencirikan bahwa kepedulian antar individu di lingkungan masyarakat sudah memudar??. Adakah jalan koperasi sudah tertutup oleh kecerdasan kapitalisme menanamkan mindset  hidup agar setiap orang berlomba saling mengalahkan, sehingga mempersulit langkah-langkah penyatuan dan pembentukan kerja sama yang setara???.  

Sebagai kelompok pemuda calon penentu masa depan bangsa, selayaknya memberi penegasan bahwa masih ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk membuktikan bahwa “koperasi” adalah jalan damai membentuk dunia yang lebih baik. Hal ini memang bukan perkara mudah, tetapi mimpi kolektif yang diiringi tanggungjawab pembuktian akan membuka peluang untuk mengoreksi realitas sosial yang kian teracuni oleh pemikiran-pemikiran ala kapitalis. Siap KAH??


B.  Menelaah: Muasal Usaha Koperasi
Sebelum membicarakan “usaha koperasi”, ada baiknya me-refresh tentang hakekat tujuan koperasi, yaitu membangun kehidupan yang lebih bermartabat. Kalau kemudian diterjemahkan secara operasional, kegiatan-kegiatan koperasi berorientasi pada 2 (dua) hal yaitu; (i) terselesaikannya masalah atau keresahan yang dihadapi dan; (ii) terbangunnya keadaan baru yang lebih berpengharapan.

Merujuk pada aliea diatas, maka “usaha” atau “perusahaan” koperasi merupakan salah satu “alat” atau sebagai “mesin penjawab” maksud dan tujuan keterlahiran koperasi itu sendiri. Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau kemudian berkesimpulan bahwa indikator obyektif dari keberhasilan koperasi adalah tingkat kebahagiaan anggota yang nota bene adalah pemilik sah koperasi. Kalau demikian, apakah koperasi meng-eksklusifkan diri..???. Pertanyaan itu selayaknya dijawab dengan tanya pula yaitu; “bukankah koperasi memegang teguh prinsip sukarela dan terbuka dalam hal keanggotaan???”.

Sebagai mesin penjawab, maka usaha atau perusahaan koperasi haruslah mendasarkan diri pada kebutuhan mayoritas anggotanya. Hal ini bukan berarti bahwa koperasi di-haram-kan untuk membangun usaha berbasis peluang, tetapi koperasi harus memegang teguh prinsip “membahagiakan anggotanya”. Artinya, pendirian usaha berbasis peluang bukan alasan pembenar koperasi me-nomor dua-kan kebutuhan anggotanya.

Oleh karena itu, idealnya pembentukan usaha atau unit layanan koperasi diawali dari “mapping kebutuhan” dan kemudian dijadikan dasar untuk mengambil keputusan. Selanjutnya, keputusan mengikat semua pihak yang terlibat dan ditandai dengan terbentuknya pola distribusi peran/partisipasi proporsional dari segenap unsur organisasi. Logika tahapan ini-lah yang kemudian menyimpulkan bahwa seharusnya unit layanan koperasi tidak akan pernah mati sepanjang “konsistensi” menjadi hal yang terbudayakan di komunitas koperasi. Kalau kemudian fakta lapangan menunjukkan kondisi yang berseberangan, maka sesungguhnya hal tersebut semata-mata karena belum tertemukannya cara mengoperasionalkan konsepsi koperasi itu sendiri.


C. Menilik : Koperasi Mahasiswa  Dari Perpsektif  Asa dan  Realitas
Hal paling up todate dan menarik dari isu seputar koperasi mahasiswa di lingkungan kampus adalah termarginalkan oleh kebijakan pimpinan universitas. Sebagaian berpandangan secara emosional dan sebagaian lagi memilih untuk menyerah.

Sekilas hal ini terkesan menyesakkan bagi gerakan koperasi, namun semua pihak sepatutnya  bisa memaknai dengan bijaksana, khususnya para aktivis koperasi. Dalam konteks ideal, kampus adalah  agen of change dimana kontekstualnya ditegaskan dalam tri dharma perguruan tinggi butir ke-3 yaitu pengabdian pada masyarakat.  Kalau menilik realitas mayoritas koperasi berpraktek jauh dari konsepsi dasarnya, sesunggunya “kampus” memiliki nilai strategis dalam akselerasi gerakan mengembalikan koperasi pada jati diri nya. Ketika ada kesamaan memaknai koperasi sebagai “gerakan sosial” diantara aktivis koperasi dan pemangku kebijakan, maka seharusnya antara koperasi dan universitas bisa berjalan beriringan dan bahkan bergandengan membangun masyarakat dalam arti luas. Namun demikian, kemitraan mutualsime ini tampaknya belum terwujud yang mungkin disebabkan oleh beberapa kondisi berikut ini :
1.      Pemahaman dan pemaknaan terhadap koperasi semata-mata sebagai gerakan ekonomi yang berurusan dengan perburuan laba. Hal ini tidak hanya terjadi pada pihak kampus saja, tetapi juga terjadi pada sebagian besar aktivis koperasi di lingkungan kampus. Ironisnya, hal ini diperparah dengan tidak  hadirnya figur yang mampu menjelaskan dan membuktikan koperasi juga adalah bagian dari gerakan sosial. Realitas koperasi di kampus dan juga koperasi-koperasi masyarakat yang berpraktek layaknya perusahaan murni juga telah berperan memperkuat pemahaman tersebut, sehingga tabrakan kepentingan menjadi sangat mungkin terjadi
2.      Bagaimanapun juga, universitas tidak berdiri sendiri dan terkait dengan  kebijakan pemerintah pusat. Banyaknya kabar tentang penggusuran KOPMA  dalam judul optimalisasi asset demi pencapaian misi utama kampus, merupakan satu hal yang juga harus difahami. Sebab hal itu berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan kampus terhadap pemerintah pusat.
3.      Realitas KOPMA yang sesungguhnya masih menjadi “beban” bagi kampus. Fakta lapangan menunjukkan sangat jarang KOPMA mampu membentuk capaian fantastic dan menjadi “sumber” kebanggan kampus. Kebelum mampuan ini semata-mata karena rendahnya kualitas pola kaderisasi dan kemudian berimplikasi pada kontinuitas capaian-capaian kopma.
4.      dan lain sebagainya

Diatas realitas yang demikian, gagasan membangun kopma berbasis kemandirian menjadi layak dijadikan pilihan. Disatu sisi, hal ini akan mendorong kopma sebagaimana sejatinya koperasi, di sisi lain hal ini membuka peluang terciptanya lompatan kapasitas dikalangan aktivis kopma. Pada awalnya hal ini memang akan terlihat sulit, namun demikian ketika “semangat kemandirian berkarya” terpatri dalam setiap pribadi aktivis kopma maka bisa dibayangkan akan lahir karya-karya yang luar biasa.


D. Membangun ; Koperasi Berbasis Kemandirian
Mungkin sebagian pihak berpandangan realitas keter-pinggiran KOPMA sebagai sebuah hal menyedihkan. Namun demikian, sesungguhnya keadaan ini bisa juga dimaknai sebagai momentum kebangkitan. Koperasi adalah organisasi yang menunjungtinggi nilai kerja sama, sehingga mengedepankan perbedaan hanya menghabiskan energi secara percuma. Disamping itu, hakekat koperasi adalah “gerakan mandiri berbasis kolektif”, sehingga selayaknya koperasi membangun diri diatas kekuatannya sendiri. 

Mungkin sudah saatnya KOPMA mandiri layaknya KUD-KUD yang dipaksa mandiri lewat pencabutan ragam fasilitas. Saatnya KOPMA mulai merobah caranya membangun eksistensi dalam arti luas. Pemaknaan KOPMA sebagai media belajar berorganisasi (kepemimpinan, kewirausahaan dan manajemen) harus di dorong lebih maju  menjadi media pembentukan karya berdimensi kebermanfaatan  nyata bagi segenap unsur organisasinya. Ini memang tak mudah, tetapi “keterdesakan atau keterjepitan” bisanya efektif dijadikan sebagai sumber lipatan energi  dalam sebuah perjuangan. Akan tetapi, hal ini memerlukan keterbangunan dan keterjagaan “semangat berjuang” dari segenap unsur organisasi. Kalau hal ini bisa di wujudkan, maka akan terbentuk lompatan kapastitas kader-kader KOPMA yang tidak hanya bermanfaat bagi keterlahiran ragam karya KOPMA tetapi juga mendukung akselerasi pencapaian cita-cita pribadi pejuang kopma itu sendiri.
     

E. Kopma : Diantara  Peluang, Konsistensi dan Apologi
Dari namanya. Kopma sudah menggambarkan penghuninya yaitu  sekelompok orang  yang sedang menuntut ilmu pengetahuan (padahal “ilmu pengetahuan” salah apa sehingga di tuntut??”]. Satu fakta mengatakan bahwa  masyarakat Indonesia yang  berkesempatan kuliah tidak lebih dari 20%. Artinya, kelompok mahasiswa adalah orang-orang yang layak dikategorikan cerdas, sebab memiliki ilmu pengetahuan yang luas dibanding lainnya. 

Kalau demikian adanya, maka sesungguhnya KOPMA dihuni oleh orang-orang potensial. Kalau kemudian faktanya KOPMA belum berkembang, maka hal ini memunculkan tanya besar, “what’s really wrong??”.

Ini pertanyaan sulit dan tak mudah mencari jawabnya. Namun demikian, perlu mengkaji beberapa hipotesis berikut ini :
  • Di dalam KOPMA terlalu banyak orang yang cerdas sehingga sulit menentukan cara terbaik untuk maju.
  • kelompok mahasiswa/i saat ini adalah “generasi instan” yang tidak menyukai tantangan atau semacam perjuangan.
  • mahasiswa  saat ini cuek dengan masa depan karena keliru mengintreprestasikan kalimat bahwa setiap orang lahir disertai dengan rejeki dari Tuhan. Sebagian mesar dari mereka kemudian memilih sikap “let it flow like water”.
  • Mahasiswa sekarang cenderung individualis, sehingga sulit menggaungkan kopma yang menjunjung tinggi “kebersamaan dan kegotongroyongan”.
  • Mahasiswa adalah kelompok usia labil, sehingga “in-konsistensi’ adalah penyakit menahun yang hanya bisa dirubah  oleh waktu dan keadaan.
  • Mahasiswa belum menemukan “korelasi kuat” antara lelah ngurusin kopma dan kecerahan masa depan dalam arti luas. Hal ini juga cerminan lemahnya sistem kaderisasi di lingkungan KOPMA. Kemajuan KOPMA belum difahami bermplikasi langsung pada peningkatan “kapasitas diri” yang merupakan modal terpenting dalam mengarungi kehidupan pasca kampus.
  • Alumnus yang egois. Fakta menunjukkan bahwa banyak mantan aktivis kampus berhasil membuat capaian-capaian fantastic dalam kehidupan pasca kampus. Namun demikian, sebagian dari terlalu asik dengan agenda sendiri dan lupa dimana dia ditempa sehingga memiliki kemampuan yang luar biasa. Disisi lain, egosime aktivis kampus yang enggan dan sungkan silaturrahmi membuat alumnus semakin berjarak dengan kopma.  

Penyajian ragam hipotesis diatas  diharapkan mampu menginspirasi tertemukannya musabab yang sahih sekaligus tersusunnya solusi  integratif, sehingga berimplikasi pada lompatan capaian di lingkungan KOPMA.


F. Penghujung
Demikian tulisan ini disajikan sebagai pemantik dalam diskusi membangun koperasi mahasiswa berciri intelektual. I

zinkan menyampaikan satu pengingat sebagai penghujung tulisan ini ; “keberhasilan sebuah pendidikan dan pelatihan tidak terletak pada kehebatan instruktur mempresentasikan  materi, tetapiterletak pada terciptanya perubahan signifikan dalam pemikiran dan tindakan dari segenap peserta didik”.

Semoga pemikiran sederhana ini menginspirasi karya-karya brilian di mendatang...Aminn.
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved