disampaikan pada seminar kewirausahaan dilaksanakan oleh Perkumpulan Aisyiyah Muhammadiyah, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah,
di Kampus STIE MUhammadiyah, Cilacap, Jalan Urip Sumharjo No.21a, Mertasinga, Cilacap
di Kampus STIE MUhammadiyah, Cilacap, Jalan Urip Sumharjo No.21a, Mertasinga, Cilacap
10 Desember 2012
A. Pembuka :
bernuansa kontemplasi
Koperasi hakekatnya
adalah kerjasama. Namun jauh sebelum membicarakan koperasi, sekedar pengingat
bahwa kerjasama yang menyentuh hal-hal berbau material memerlukan kehati-hatian
teramat sangat. Sebab hal ini memerlukan semangat yang sama dalam hal transparansi,
keterbukaan dan kesiapan saling jujur satu sama lain. Hal ini perlu ditandaskan
sebagai antisipasi dini terjadinya friksi (perpecahan) hanya karena persoalan
materialitas.
Sekedar menyampaikan
sebuah kalimat bijak dalam bentuk humor
mengatakan “banyak orang pinter dalam hal tambah-tambah, kurang-kurang dan
kali-kali, tetapi tak cukup pinter dalam bagi-bagi’. Hal ini bisa difahami
mengingat urusan “bagi-bagi” mengandung 2 (dua) unsur yang harus terpenuhi, yaitu
: (i) membagi yang adil dan; (2) menerima bagian dengan ikhlas. Hal ini tidak
hanya dalam konteks membagi hasil akhir tetapi juga dalam hal membagi tugas dan
tanggungjawab dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini perlu disampaikan, karena
koperasi sesungguhnya menekankan kebersamaan dimana tujuan-tujuan organisasi
dicapai melalui bagi-bagi tugas secara proporsional diantara segenap unsur
organisasi. Atas dasar itu pula, dalam
koperasi hanya mengenal kata “kita” dan tidak mengenal kata “saya
atau aku”, baik dalam keberhasilan maupun kebelum keberhasilan. Ini lah
yang biasa di istilahkan dengan “kolektivitas alias kebersamaan”
dalam koperasi.
B. Mengintip Makna
Koperasi
Sebagian besar orang
meng-identikkan koperasi dengan “usaha”. Pemahaman ini tidak sepenuhnya keliru.
Hanya saja, ketika pemahaman itu kemudian menggiring pada naluri pengumpulan
laba sebesar-besarnya melalui eksploitasi potensi anggota, maka hal ini menjadi
sebuah kekeliruan besar sebab koperasi sesungguhnya tidak pernah mengajarkan
untuk “tega” pada anggotanya. Koperasi lahir dari semangat tolong menolong,
kepedulian dan solidaritas. Disamping
itu, koperasi juga merupakan organisasi yang “tidak bebas nilai”
sehingga setiap orang tidak bisa mempersepsikan koperasi berdasarkan
kepentingannya masing-masing.
Untuk pengetahuan
bersama, Pada tahun 1995, tepatnya 23 september, induk koperasi dunia
(ICA/International Cooperative Alliance) berkumpul di Manchester, Inggris menghasilkan
kesepakatan yang kemudian dikenal
dengan konsep “jati diri koperasi” yang dalam bahasa inggris sering disebut
dengan singkatan ICIS (ICA Cooperative
Identity Statemen), sebagaimana di jelaskan berikut ini :
1.
Defenisi: Koperasi adalah
perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial & budaya bersama
melalui perusahaan yang mereka miliki bersama & mereka kendalikan secara
demokratis.
2.
Nilai-nilai: Koperasi
berdasarkan nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggungjawab sendiri,
demokrasi, persamaan, keadilan dan kesetiakawanan. Anggota koperasi percaya
pada nilai-nilai etis kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial, serta
peduli terhadap orang lain.
3.
Prinsip-Prinsip; (a) Keanggotaan sukarela dan terbuka; (b)
Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokrasi; (c) Partisipasi ekonomi
anggota; (d) Otonomi dan kebebasan; (e) .Pendidikan, pelatihan dan informasi; (f)
Kerjasama antar koperasi dan; (g) Kepedulian terhadap komunitas
Dari statemen ICA diatas, jelas bahwa koperasi merupakan organisasi
yang tidak bebas nilai. Artinya, dalam semanngat maupun operasionalisasi nya
koperasi harus tunduk dan patuh pada defenisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip.
Secara telusur logika, ada 3 (tiga) alasan rasional mengapa koperasi layak taat dan patuh
terhadap konsep jati diri, yaitu;
1.
“Jati
diri” merupakan alat pembeda nyata antara koperasi dengan bukan koperasi.
2.
Sebagai
alat pemersatu. Hal ini mengingat
bahwa koperasi adalah kumpulan orang yang begitu variatif (latar belakang, sejarah,
pemikiran dan kepentingan). Dengan demikian, konsep “jati diri” ini bisa
berfungsi sebagai rujukan dalam menyerap dan mewujudkan segala aspirasi dan
kebutuhan yang berkembang di keseharian koperasi.
3.
“jati diri” koperasi sesungguhnya
merupakan sumber keunggulan yang akan membawa koperasi dan segenap stake
holder nya menjadi kuat dan
sejahtera dalam arti luas.
Merujuk pada konsep
jati diri dan alasan rasionalnya, maka operasionalisasi koperasi harus
berkomitmen tinggi pada “jati diri” tersebut sehingga tidak terjebak pada
praktek layaknya non koperasi. Koperasi harus tampil dengan ciri khasnya
sehingga menghasilkan apa yang menjadi cita-cita bersama.
C. Sedikit Menilik
Beda istilah SHU dan Laba
Dalam cara perhitungan,
“SHU dan Laba” sama-sama mengukur selisih pendapatan dan biaya. Namun demikian,
pemakaian istilah SHU bukanlah dimaksudkan hanya pembeda dengan non koperasi,
tetapi terdapat pesan moral perjuangan
koperasi sesungguhnya. Secara proses,
perbedaan mendasarnya adalah tentang “pelibatan”. Pada non
koperasi , pengusaha/pemilik perusahaan memiliki otoritas penuh dalam
membentuk harga jualnya dan memposisikan konsumen sebagai orang yang bebas
memilih. Sementara itu, dalam koperasi proses penentuan pendapatan dan biaya
melibatkan segenap unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota). Artinya, anggota
adalah pemilik dan juga konsumen dari unit layanan koperasi itu
sendiri. Atas dasar inilah, sesungguhnya bertransaksi di koperasi identik
dengan menabung sebab keuntungan yang akan diraih kembali lagi kepada
anggotanya dalam bentuk SHU. Dalam cara baca ini, kalau kemudian secara radikal
anggota menyepakati “margin keuntungan” hanya untuk
menutup biaya operasional sehingga SHU nya 0 (nol), sepanjang itu membahagiakan
segenap unsur organisasinya maka hal tersebut sah-sah saja. Sebab, koperasi
lahir tidak didasarkan pada semangat pertumbuhan laba, tetapi jauh lebih
mengutamakan perluasan kebermanfaatan yang dimobilisasi dari kebersamaan
melalui pembangunan orang-orang didalamnya. Itulah sebabnya, yang dibangun dari
koperasi adalah “kualitas” orangnya, bukan modalnya. Hal ini tentu sangat
berbeda dengan non koperasi yang mayoritas didorong oleh keinginan
melipatgandakan modalnya.
D. 4 (empat) Langkah Membangun Koperasi Yang
Meng-anggota.
Koperasi adalah alat mencapai kesejahteraan. Luas
kesejahteran yang mungkin dibangun dan dapat dirasakan sangat tergantung dari
seberapa mampu unsur organisasi berpartisipasi membentuk capaian-capaian
yang dalam setiap prosesnya mengedepankan kebersamaan (collectivity) dan pemberdayaan (empowering).
Oleh karena itu, “kemandirian kolektif” sebagai sebuah cita-cita bisa diwujudkan
melalui tahapan-tahapan yang terencana, terukur dan terkendali secara
demokratis.
Dilihat dari perspektif spirit, berikut dijelaskan 4
(empat) langkah dalam membangun sebuah
koperasi yang meng-anggota (baca: mengakar), yaitu :
- Pastikan faham
koperasi sebelum bergabung melalui pendidikan. Pemahaman merupakan hal “fundamental”
dalam berkoperasi, sebab hal ini akan mempengaruhi segala pemikiran,
gagasan dan tindakan, baik secara kolektif maupun individu. Oleh karena
itu, idealnya seseorang terlebih dahulu diberikan “pendidikan” sebelum
diterima menjadi anggota keluarga koperasi. Minimal, pendidikan tersebut
mengajarkan tentang “apa, mengapa
dan bagaimana” berkoperasi. Pengetahuan ini selanjutnya menjadi dasar bagi
setiap orang dalam mempersepsikan koperasi dan mengintrepretasikan
keberadaan diri nya sebagai bagian dari koperasi itu sendiri. Pemahaman
ini lah yang selanjutnya mendorong terbangunnya “spirit kolektif”
dari setiap orang yang bergabung di koperasi. Bisa dibayangkan ketika
koperasi beranggotakan orang-orang yang mempunyai pemahaman yang sama
tentang koperasi, maka peluang untuk men-drive kebersamaan ke dalam aksi-aksi kolektif akan menjadi
lebih berpeluang. Sebaliknya, ketika anggota dibiarkan masuk tanpa melalui
proses pendidikan, bisa dibayangkan koperasi akan dipersepsikan sesuai
dengan masing-masing orang dan keseharian koperasi berpotensi menghadapi
perbedaan-perbedaan pendapat yang tak kan pernah berujung.
- Duduk bersama merumuskan untuk merumuskan:
i
Defenisi
Tujuan. Dengan mendasarkan pada
konsep “jati diri” koperasi, tujuan berkoperasi disusun dan harus mewakili
kepentingan besar mayoritas anggota. Hal ini tidak hanya untuk menjamin
keberlangsungan demokrasi di koperasi, tetapi juga sebagai upaya awal
memperbesar peluang ketercapaiannya. Ketika setiap orang merasa menjadi bagian
dari tujuan, maka secara emosional setiap orang akan merasa terikat pada tujuan
tersebut. Hal ini pula yang mendorongnya
untuk berpartisipasi optimal dalam perwujudan tujuan kolektif tersebut.
ii
Merumuskan
aktivitas . Setelah tujuan besar di
rumuskan, selanjutnya masuk ke dalam penentuan aktivitas. Sebagai organisasi
yang concern
membangun kesejahteraan dalam arti luas melalui perusahaan yang dimiliki
bersama dan dikendalikan secara demokratis, aktivitas koperasi bisa di
rumuskan dengan mendasarkan 2 (dua) kelompok besar, yaitu, “aktivitas
mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya dan aktivitas
mencerdaskan anggota dalam meningkatkan pendapatannya”. Kata
kuncinya adalah “menggunakan” dan “meningkatkan” pendapatan anggota.
Sebagai contoh, dalam mencerdaskan anggota menggunakan pendapatannya, koperasi menyelenggarakan
pendidikan dalam hal pengelolaan anggaran rumah tangga berbasis perencanaan.
Kemudian, untuk mendukung program itu, koperasi menyelenggarakan unit layanan
toko dengan sistem harga pokok sehingga memungkinkan anggota untuk mendapatkan
harga lebih murah. Pada titik ini, pendapatan riil anggota otomatis menjadi meningkat dan sisa
anggaran belanja bisa di motivasi
menjadi tabungan anggota di koperasi.
Lewat cara ini, koperasi juga mengajarkan kepada anggota tentang
perlunya “budaya menabung”. Selanjutnya, akumulasi tabungan itu menambah
kemampuan koperasi untuk mengembangkan pelayanan dalam arti luas kepada anggotanya. Sementara
itu, dalam rangka mencerdaskan anggota meningkatkan pendapatannya, koperasi bisa mendorong
anggotanya untuk mengembangkan kewirausahaan yang diikuti dengan pemberian
fasilitas pinjaman permodalan melalui unit layanan simpan pinjam, asistensi
manajerial, membantu akses pasar yang
lebih luas, akses teknologi dan lain sebagainya. Dengan pola semacam ini, akan
terbentuk relevansi kuat antara pertumbuhan perkembangan koperasi secara
kelembagaan dan pertumbuhan anggota secara individu. Inilah yang dimaksud
dengan kesejahteraan dalam arti luas.
- Distribusi peran proporsional dalam tahap
pencapaian. Sebagaimana dijelaskan diatas, dalam mencapai tujuannya
koperasi menekankan pada kolektivitas alias kebersamaan. Oleh karena itu, pola
distribusi peran proporsional dengan melibatkan semua unsur
organisasi menjadi hal mutlak diperlukan. Ini yang disebut dengan
pemberdayaan berbasis produktivitas, baik dari perspektif ekonomi (profit) maupun perspektif
kemanfaatan (benefit). Dengan demikian, keberhasilan dan kebelum-berhasilan menjadi milik bersama dan sekaligus
indikator efektivitas pembangunan kualitas dari kebersamaan segenap unsur
organisasi.
- Duduk bersama lagi
untuk ;
i.
menilik
pencapaian. Pada tahap ini
segenap unsur organisasi melihat secara obyektif capaian yang bisa diraih dan
membandingkan dengan rencana awal. Dalam hal ini, apapun kondisinya harus
difahami sebagai karya bersama.
ii.
meng-evaluasi
konsistensi komitmen setiap unsur organisasi. Keterlahiran karya adalah imbas
langsung dari kesadaran semua pihak mengambil tanggungjawab proporsional dalam
prosesnya. Ini lah yang disebut auto koreksi yang menitik beratkan pada komunikasi cair
dimana dalam prosesnya terjadi saling asah, saling asih dan saling asuh satu
sama lain.
iii.
merumuskan
target berikutnya yang diikuti
distribusi peran. Berdasarkan capaian sebelumnya dan komitmen yang terbangun di
masa depan merupakan 2 (dua) referensi obyektif dalam merumuskan target
berikutnya. Dengan cara ini, peluang ketercapaian menjadi lebih mungkin.
iv.
me-refresh
spirit kolektivitas segenap unsur organisasi. Re-fresh spirit perlu
dilakukan sebagai upaya menjaga dan meningkatkan loyalitas segenap unsur
organisasi. Loyalitas merupakan kunci dari lahirnya kesadaran untuk mengambil
tanggungjawab ikut membesarkan perusahaan yang dimiliki bersama.
E. Penutup
Hakekat koperasi adalah
sebagai alat perjuangan memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya melalui
perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Dengan
memposisikan anggota sebagai obyek dan subyek pembangunan koperasi, maka
pendidikan adalah kunci keterbangunan kualitas berkoperasi dan juga ujung
tombak paling tajam dalam mencapai kesejahteraan dalam arti hidup yang
berkualitas. Sementar itu, pertumbuhan modal dan unit layanan (baca: usaha
koperasi) adalah imbas dari terbangunnya kualitas kebersamaan yang terbangun.
Oleh karena itu, ketika berharap koperasi tumbuh dan berkembang seiring dengan
tumbuh dan berkembangnya anggota, maka pendidikan adalah kunci utamanya.
Demikian, beberapa
pemikiran sederhana ini disampaikan sebagai pengantar diskusi tentang koperasi.
Semoga menginspirasi kebaikan. Amin ya Robbal ‘Alamin.
GALLERY
Posting Komentar
.