“MEMBANGUN PELUANG MENJADI PEMIMPIN” | ARSAD CORNER

“MEMBANGUN PELUANG MENJADI PEMIMPIN”

Rabu, 07 November 20120 komentar


Disampaikan pada :
1. Pendidikan Perkoperasian, yang dilaksanakan oleh UIN ( Universitas Isalam Negeri) Kakarta, di Aula Madya Kampus  
    UIN, Jakarta,  07 Nopember  2012
2. Juga di sampaikan pada Kuliah umum di Magista Utama, Purwokerto, 08 Nopember 2012 untuk Jurusan Asisten Kesehatan
3. Juga di sampaikan pada Kuliah Umum Di Magistra Utama, Purwokerto 12 Nopember 2012 untuk Jurusan Administrasi  
   Perkantoran/

A.  Prolog


Membicarakan kepemimpinan sama saja kita menguak tentang “pengaruh”, karena tugas utama seorang pemimpin adalah memberi “pengaruh”. Seberapa jauh efektivitas pengaruh yang diberikan merupakan ujian tersendiri tentang kapasitas kepemimpinan. Hakekatnya, setiap orang adalah pemimpin dan memiliki jiwa kepemimpinan. Perbedaannya hanya pada luas kepemimpinan masing-masing orang. Bahkan ada kepemimpinan seseorang hanya untuk memimpin dirinya sendiri.
 
Sebagian orang berpendapatan pemimpin itu dilahirkan dan bahkan banyak yang menghubungkan dengan faktor genetika. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah dan faktanya banyak pemimpin besar memiliki hubungan darah dengan pemimpin sebelumnya. Tetapi sebagian lain berpendapat bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin besar sepanjang yang bersangkutan mampu menebar  pengaruh dan melahirkan kepercayaan orang-orang yang di pimpin. Dalam konteks menyemangati, sepertinya pemahaman ke dua lebih menarik untuk di yakini, sebab memberi peluang bagi siapapun untuk menjadi pemimpin.

B.  Macam  kepemimpinan.
Dalam praktek keseharian, ada istilah kepemimpinan formal dan kepemimpinan in-formal. Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan dari sebuah institusi atau organisasi dimana di dalamnya terdapat sejumlah orang. Dalam konteks ini, pemimpin diangkat melalui mekanisme tertentu yang disepakati oleh segenap unsur organisasi.   Sementara itu, kepemimpinan in-formal adalah kepemimpinan yang lahir dari proses alamiah dan perjalanan waktu, seperti tokoh-tokoh masyarakat  atau orang-orang yang berpengaruh dalam komunitas. Bahkan, pemimpin in-formal terkadang berada di tengah-tengah organisasi formal. Biasanya, Hal ini bisa difahami karena pimpinan informal itu lahir dari proses interaksi alamiah, sehingga melahirkan pengaruh kuat terhadap lingkungan.  Dalam sesi kali ini, lebih banyak membahas tentang  kepemimpinan formal.

C.  Mengenal 2 (dua) Pemaknaan Kepemimpinan
Dalam perolehan hak memimpin sebuah organisasi formal ada 2 (dua) pemaknaan yang sangat mempengaruhi proses kepemimpinan, yaitu : (i) memaknai kepemimpinan sebagai kendaraan dan; (ii) memaknai kepemimpinan sebagai beban yang harus dibawah ke satu titik. Dalam pemaknaan sebagai kendaraan, pemimpin tersebut memaknai kepemimpinan sebagai kesempatan dan media yang akan membawanya pada titik-titik yang dia kehendaki atau cita-citakan. Dalam situasi tak terkendali, pemaknaan semacam ini berpotensi  membentuk perilaku opportunist dan cenderung egois. Kepentingan pribadi juga sering mempengaruhi keputusan-keputusan dan sikap-sikap yang diambil.  Pada ”pemaknaan” seperti  ini sering menjadikan seorang pemimpin mengalami apa yang dinamakan ”post power syndrome” ketika masa jabatan berakhir atau diambil alih.   Sementara itu, dalam pemaknaan kepemimpinan adalah sebuah beban, pemimpin tersebut memahami kepemimpinan sebagai proses penitipan amanah (kepercayaan)  yang harus dibawa ke satu titik yang di cita-citakan komunitas yang mengangkatnya sebagai seorng pemimpin. Pada cara pemaknaan ini, pemimpin tersebut cenderung terhindar dari penyakit ”post power syndrom”, sebab ketika kepemimpinannya berakhir (oleh masa waktu ataupun di ganti), maka dia merasa bebannya merasa terkurangi sehingga terasa menjadi ringan. 

D.  Perbedaan Pemimpin dengan Manager
Dalam konteks indikator output, tugas pemimpin adalah ”bekerja yang benar”, sedangkan tugas manager adalah ”bekerja dengan benar” Artinya, seorang pemimpin harus melakukan langkah-langkah efektif, sedangkan manager harus bekerja dengan indikator-indikator kebenaran yang didefenisikan oleh seorang pemimpin.

E.  Menilik Syarat-Syarat Menjadi Pemimpin
Sebenarnya tak ada aturan baku tentang syarat-syarat seorang pemimpin. Dalam organisasi formal, sebelum memilih dan menetapkan pemimpin, mereka terlebih dahulu mendefenisikan kriteria-kriteria yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar  dalam proses mencari, memilih dan menetapkan.

Sebagai gambaran saja, berikut ini disajikan beberapa kriteria yang mungkin bisa dijadikan tambahan referensi dalam meresapi dan belajar menjadi seorang pemimpin, antara lain:
1.       Memiliki ”Trust”
Trust atau kepercayaan merupakan implikasi dari rekam jejak ketulusan dan kebaikan yang berulang.  Trust tidaklah di dapat dari proses manipulasi, sebab trust menyangkut ”nilai kenyamanan” yang lahir dari hati yang tulus. Trust tidak datang dalam waktu dekat dan tidak pula bisa dipaksakan.  
2.       Ketauladanan
Ketauladanan adalah kebiasaan-kebiasaan yang layak dijadikan contoh. Memberi ketauladanan memerlukan komitmen tinggi, karena ini berkaitan dengan kemauan untuk memberikan contoh nyata bagi orang lain. Sangat sulit seorang pemimpin mendorong yang dipimpin untuk berprestasi, sementara rekam jejaknya sendiri jauh dari apa yang disebut sebuah prestasi. 
3.       Punya mimpi
Seorang pemimpin harus punya mimpi yang menjadi arah dan sekaligus sumber energi dalam menterjemahkan kepemimpinannya ke dalam dataran operasional.  
4.       Optimis
Optimis adalah bentuk keterjagaan keyakinan dan keterpeliharaan fikiran positif di segala kondisi. Hal ini perlu dimiliki seorang pemimpin agar  langkah pencapaian mimpi tak pernah menemukan titik lelah sebelum tercapai.
5.       Edukator
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan mendidik (meng-edukasi). Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang hanya cerdas, tetapi juga harus berkemampuan mencerdaskan orang-orang yang dipimpinnya. Untuk itulah, seorang pemimpin harus mampu mengedukasikan nilai-nilai yang layak ditumbuhkembangkan di wilayah yang di pimpinnya.
6.       Motivator
Seorang pemimpin harus mampu memotivasi yang dipimpin sehingga mereka memiliki keinginan kuat untuk menciptakan prestasi atau kinerja tinggi. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus berkemampuan memaksimalkan ragam tools untuk menyemangati. Dengan demikian, energi berkarya dari orang-orang yang di pimpin senantiasa terjaga.
7.       Kewibawaan.
Kewibawaan atau kharisma berkaitan dengan kualitas apresiasi kepada seorang pemimpin. Selanjutnya hal ini sangat mempengaruhi efektivitas  dan kepatuhan yang dipimpin terhadap pimpinannya.
8.       Sumber Inspirasi
Seorang pemimpin harus bisa memerankan diri sebagai sumber inspirasi bagi yang dipimpin. Seorang pemimpin harus mampu mempersonifikasikan dirinya sebagai sumber energi bagi orang-orang yang dipimpinnya, mulai dari fikiran, perkataan dan juga  tindakan nya.
9.       Ketegasan
Tidak semua proses kepemimpinan berjalan sesuai rencana. Terkadang banyak situasi-situasi serba sulit namun harus melakukan pilihan. Disinilah seorang pemimpin harus tegas dan berani bersikap dengan segala resiko yang mungkin muncul atas keputusan yang diambi.


10.   Adil  
Adil tidak berarti harus sama. Dalam konteks penugasan, seorang pemimpin harus jeli melihat relevansi kapasitas diri yang dipimpin dan luas penugasan yang akan diberikan. Demikian halnya dengan distribusi hasil, seorang pemimpin harus memperhatikan proporsional berdasarkan partisipasi. 
11.   Disiplin dan konsisten
Disiplin dan konsisten adalah hal yang tak mudah dalam proses pembudayaannya. Hal ini berkaitan dengan komitmen diri atas ragam hal. Seorang pemimpin harus bisa disiplin dan konsisten, sehingga yang dipimpin tidak kebingungan akibat sikap yang plin-plan dari seorang pemimpin.
12.   Apresiatif dan Akomodatif
Apresiasi adalah sebuah sikap untuk menghargai atau merespon hal-hal baik yang di lakukan atau di ciptakan oleh orang yang dipimpin. Mengingat bahwa pemimpin adalah sumber energi bagi yang dipimpin, maka apresiasi terhadap yang dipimpin mampu mendorong loncatan energi sekaligus loncatan kreativitas. 
13.   paling depan dalam menghadapi masalah dan paling belakang dalam hal kenikmatan.
Seorang pemimpin harus berani menghadapi setiap masalah yang ada. Seorang pemimpin tak boleh pengecut dan kemudian memposisikan yang dipimpin menjadi umpan. Sementara itu, dalam hal kenikmatan, seorang pemimpin harus paling belakang. 
14.   dan lain sebainya

F. Penghujung
Setiap orang berpeluang dan berhak menjadi pemimpin, sepanjang mau belajar dan mengembangkan pengaruh. Hal ini memang memang bukan perkara  mudah, namun bukan pula tak bisa dipelajari. Untuk itu, dengan berupaya menghadirkan sifat-sifat seorang pemimpin dalam diri kita, Insya Allah akan membawa seorang  menjadi pemimpin handal. Mari belajar bersama untuk menjadi pemimpin yang disukai banyak orang dan juga disukai Tuhan. Amin.







GALLERY
arsaddalimunte's UIN Jakarta 07 nop 12 album on Photobucket
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved