Kalian sering berantem dan saling meng-ekspresikan
emosi, terkadang kubiarkan semua itu berlangsung sampai tahap tertentu, karena ku
fikir itu cara kalian berproses menjadi lelaki gagah. Kadang ku biarkan
kalian berantem sampai ada yang menangis, sebab aku ingin kalian belajar
mengerti kata sakit di pukul, sehingga kalian pun tak sembarangan mengeluarkan
pukulan. Aku pun ingin melihat, bagaimana satu dari kalian menikmati kemenangan bercampur
rasa berdosa karena ada yang menangis diatas kemenangan itu. Uniknya lagi, beberapa menit
kemudian kalian sudah berdamai dan asik bercengkrama dalam canda tawa seolah kalian sudah melupakan perkelahian sengit yang baru saja berlangsung. Kalian memang anak kecil yang masih jauh dari mengenal apa itu kata"dendam".
Suatu waktu, tiba2 kalian menyusul ke dapur saat ku
sibuk dengan piring2 kotor selepas kita makan berjama'ah. Saat kalian
berinisiatif membantu, ku puji kalian walau sering berujung penyampaian
permohonan atas mainan yang sangat ingin kalian miliki. Hmmm...akal cerdas
berstrategi empati dalam bermohon, fikirku. Di suatu waktu lain, kalian mendekati dan
memelukku saat merebahkan badan sejenak menghilangkan lelah...hmmm
ternyata satu dari kalian mau minta maaf karena di kertas ujian salah 2 (dua) sehingga hanya mendapat nilai 8
(delapan)...akal kalian memang tak pernah habis hingga aku hampir tak mempunyai kesempatan untuk marah.
Aku hanya belajar untuk selalu senyum dan mencoba menyampaikan pesan-pesan edukatif dan motivasional ketika menemukan momen strategis seperti saat ada yang menangis karena kalah berantem, saat ada yang mendapat nilai jelek karena terlalu banyak main, saat jalan-jalan di akhir pekan dan atau saat wajah kalian menunjukkan aura siap menerima nasehat dariku.
Di saat-saat kesabaranku
hampir mencapai puncaknya, ku ingatkan diriku bahwa aku pun pernah menjadi
seperti kalian, menjadi seorang anak dengan segala tingkahnya. Ketika kalian bersekolah atau sedang ikut jalan-jalan bersama pakde ke tempat mbah , rumah terasa begitu sepi. Terasa begitu mendamaikan di jam pertama, tetapi kemudian berubah menjadi rindu dengan segala kebisingan rutin dan terlatih di telingaku. Terkadang, saat aku lelah dengan segala dinamika
hidup, kecupan dan pelukan yang datang tiba-tiba seketika menjadi sumber energi untuk
terus melangkah menjalani hidup penuh liku.
Kupandang kalian tertidur pulas.....aku berjanji akan menjadi Ibu terbaik bagi kalian di sepanjang hidupku. Ku panjatkan pada
Tuhan untuk diberi kesempatan membawa kalian ke titik keberhasilan, titik dimana
kalian akan tumbuh menjadi insan soleh, bahagia dan membawa kebaikan bagi manusia
lainnya. Amin...
Di sudut kamar berantakan
Buah kenakalan dan kecerdasan 3 (tiga) lelakiku
Sekelumit suara bathin seorang ibu
Posting Komentar
.