Kesibukan mukzi di kesehariannya membuat situasi ini menjadi rada aneh dan sedikit seru. Berbagai agenda mengalami penyesuaian, namun mukzi bertekad bisa melewatkan 2 (dua) hari ini dengan sukses menjalani situasi ini.Lagian, sebagai anak pertama, semasa kecil mukzi terbiasa ngurus adik-adiknya saat ibunya kerja di kantor dan ayahnya ke sawah.
Malam pertama, setelah mengantarkan sang istri dan anaknya ke stasiun kereta, mukzi mulai memasang strategi pertama yaitu men-setting alarm di HP nya sebelum tidur agar tidak kesiangan. Apa yang terjadi kemudian dipagi harinya???...Mukzi malah dibangunin anak pertamanya. Ternyata alarm yang bunyi berkali-kali tak mampu menggugah mukzi dari mimpinya. Hmmm…”satu bukti bahwa mukzi terlalu mengandalkan istri dan anaknya dalam hal urusan bagun pagi”, gumamnya dalam hati. Untung anaknya membangunin diwaktu yang masih tergolong tepat tepat, sehingga masih ada waktu untuk mempersiapkan keperluan anak2nya sekolah. Setelah sholat subuh (walau rada telat), mukzi langsung ke kamar mandi menyiapkan handuk dan peralatan mandi lainnya. Akal mukzi mulai bermain disempitnya waktu. “mumpung mama lagi ke Jakarta , ini kesempatan kalian untuk belajar mandiri ya, hayo mandi bergiliran”. Seru Mukzi memecah suasana kedua anaknya yang lagi asik belajar di meja makan. Saat anak-anak asik mandi, mukzi langsung menyalakan kompor dan memasak air dan setelah mendidih langsung membuat 2 (dua) gelas susu untuk kedua anaknya. Kemudian mukzi menyiapkan sarapan pagi. Hmmm..sarapan dan susu sudah tersaji bersamaan dengan kedua anaknya selesai berpakaian secara mandiri . Saat anaknya sedang melahap sarapan, mukzi memanasi kendaraan sambil ganti pakaian. Hmmm...mukzi sudah standby untuk ngantar. ”Hayo...piring dan gelas masing-masing ke tempat cucian ya ”, sahut mukzi untuk melatih kemandirian anaknya. Sesudah itu, mereka bertiga menuju kendaraan dan melaju ke sekolah. Sukses....fikir mukzi sesudah anak2nya memasuki gerbang sekolah. Sesampai dirumah, mukzi langsung ngacir ke kamar mandi, sarapan dan langsung menuju kantor. Ups...saat mukzi bergegas menuju kantor, dia menyadari telah lupa satu hal, yaitu lupa memberi uang jajan pada anaknya. Mukzi langsung berbelok arah menuju sekolah anaknya lagi. Hmmm...hari yang menggelikkan...fikir mukzi sambil tersenyum-senyum sendiri.
Teng...teng...bunyi jam di ruang kerja mukzi menunjukkan jam 14.00 wib, mukzi langsung menutup pekerjaannya dan jam 14.15 wib langsung ngacir memacu kendaraan menuju sekolah anaknya. Tepat waktu, fikirnya. Berselang beberapa menit, bel pulang sekolah berbunyi dan sesaat kemudian mereka bertiga sudah berada di kendaraan menuju rumah. Baru saja mukzi memarkir kendaraan, sang anak bilang,” aduh pah, saya kelupaan kalau besok ada tugas sekolah dan harus membawa kertas lipat”. Hmmm...”mengapa tidak dari tadi sich”, ujarnya dalam hati. Akhirnya mukzi dan kedua anaknya kembali ke kendaraan dan melaju menuju sebuah swalayan. Dalam benaknya, dia harus menikmati situasi ini, lagian namanya juga anak kecil. Mukzi menghibur dirinya untuk membangun kesabaran dan lebih enjoy menjalani hari yang tak biasa ini.
Malam kedua, mukzi bertekad untuk bisa bangun sebelum anak-anaknya bangun. Sebelum tidur, mukzi nyetel alarm di HP dan menempatkannya di samping telinganya dengan harapan akan segera bangun bila beredering. Untuk tekad itu, Mukzi pun bergegas tidur lebih cepat dari biasanya. Nyatanya, terjadi perubahan signifikan. Begitu alarm HP bunyi, mukzi langsung terbangun. Namun, lagi2 dia kalah cepat dengan anak pertamnya. Pandangan pertama yg didapat begitu mengagetkannya, anak pertamanya ternyata sedang duduk sambil membaca buku pelajaran persis disampingnya dengan ubun2 yg masih terlihat basah bekas air wudhu. Kok mas ndak bangunin pa2 ??. Saya takut kalau pa2 masih capek karena kerja di komputeran sampai malam. Oh Tuhan, jawaban itu mengagetkan mukzi dan seketika mencium anaknya dan kemudian bergegas menuju kamar mandi dan bergegas menunaikan sholat subuh. Setelah subuh dan beranjak keluar kamar, dia dikagetkan untuk ke-2 kali ketika menyaksikan anak pertamanya sedang melipat gorden dengan rapi yg hasilnya sama dengan kebiasaan mamanya. Disatu sisi mukzi terkaget, tetapi disisi lain inisiatif itu membuat mukzi bangga atas apa yang dilakukan anak pertamanya. Sepertinya, anak pertamanya itu telah tumbuh dewasa dan mencoba menyesuaikan keadaan. Anaknya sudah mulai tumbuh secara pemikiran dan memahami serta memaknai kesibukan papahnya setiap hari demi masa depannya. Kenyataan ini membangunkan kesadaran mukzi bahwa banyak hal yang terlewat dari perhatiannya selama ini. Situasi ini membuat mukzi sedikit malu pada diri sendiri. Dirasa malu itu, muncul keinginan untuk menjadi ayah yang lebih baik.
Ups..waktu terus berputar. Mukzi langsung lari ke dapur dan segera menanak nasi dan menyalakan kompor. Anak pertamanya dimintain tolong untuk membangunkan adiknya yang memang selalu punya masalah dengan urusan bangun pagi. Setelah semua beres dan melakukan pengecekan akhir persiapan, mulai dari kerapian berpakaian, wangi-wangian, kesesuaian buku2 dalam tas dengan jadual dan termasuk uang jajan, mereka kemudian bergegas ke kendaraan dan melaju menuju sekolah. Pagi ini lebih baik sebab mereka sudah tiba di gerbang sekolah 15 menit lebih cepat dibanding kemarin. Perjuangan pagi itu diakhiri dengan pamit bersalaman dan memberikan ciuman pagi pada anak2nya tercinta. Alhamdulillah...ucap mukzi sambil memacu kendaraannya menuju kantor.
Disepanjang jalan menuju kantor, mukzi merasa lega dan bahagia atas pencapaian pagi ini, pagi terakhir menjalankan tugas ganda sebagai ayah dan sekaligus ibu. Dalam kebahagiaan yg amat sangat, dia tak bisa membohongi betapa kalutnya dirinya dalam 2 (dua) hari ini. Konsentrasi kerjanya terganggu dan agendanya benar-benar jadi berantakan. Tapi, mukzi kemudian mencoba menikmati dan mengambil hikmahnya....
2 (dua) hari yang crowded memberi gambaran nyata padanya tentang bagaimana ribernya mengurus anak dari A sampai Z. Mukzi meresapi betapa berat tugas seorang istri, karena disamping harus mengurus anak-anak, juga harus mengurus keperluan suami. Seorang istri harus bangun yang pertama dan tidur yang terakhir. Seorang ibu juga tak mengenal jam istrahat layaknya seorang ayah yang bekerja dikantoran.
Diakhir kontemplasinya, dia berfikir tak akan menggugat mengapa sorga diletakkan di bawah telapak kaki ibu. Trimakasih Tuhan atas 2 (dua) hari crowded yang menginspirasi.
Posting Komentar
.