MENGELOLA HASRAT ANGGOTA | ARSAD CORNER

MENGELOLA HASRAT ANGGOTA

Jumat, 16 Desember 20110 komentar


Disampaikan pada Pendidikan Lanjut Perkoperasian Tingkat Nasional, yang dilaksanakan oleh Kopma Universitas Hasanuddin, Makassar,
16-18 Desember 2011

A.  Prolog
Dalam tinjauan kuantitas, anggota adalah unsur organisasi terbesar dalam koperasi. Disamping sebagai pemilik sah organisasi dan perusahaan, anggota sesungguhnya adalah subjek dan sekaligus obyek pembangunan koperasi. Artinya, aktivitas apapun yang dilakukan dan dikembangkan oleh anggota, seharusnya  merefresentasi keinginan mayoritas anggota. Dengan demikian, potensi keterbahagiakannya anggota lebih berpeluang. 
”Bahagia” adalah sebentuk kata sifat yang sarat dengan urusan rasa dan subjekifitas. Ketika sebagian orang mengatakan sesuatu begitu membahagiakan, bukan jaminan bahwa hal itu juga membahagiakan bagi sebagian yang lain. Di sini lah letak tantangan dalam berkoperasi. Ragam perbedaan harus dikelola dengan bijak. Perbedaan harus dimaknai sebagai dinamika organisasi dan seyogyanya dijadikan sumber inspirasi dan pengayaan materi untuk duduk bersama dan menemukan kesesuaian pandangan.

Menyamakan  kepentingan dari sekelompok orang yang berasal dari berbagai latar belakang adalah sesuatu yang hampir mustahil, sehingga apa yang dilakukan adalah mencoba menyatukan kepentingan dan menyemangati perwujudannya bersama-sama. Untuk itu, komunikasi intensif menjadi ujung tombak dalam membentuk defenisi kepentingan kolektif. Komunikasi yang dimaksud tidak terpaku pada pola yang formalistik, tetapi juga bisa pula melalui komunikasi informal. Bahkan dalam prakteknya, komunikasi informal sering dipilih pertama kali sebelum memasuki komunikasi formal.


B.  Peta Harapan Sebagai Sumber Energi Kolektif.
Setiap manusia melakukan sesuatu pasti tidak lepas dari motif (sesuatu yang mendorong dirinya untuk melakukan). Demikian juga ketika seseorang bergabung dengan koperasi, pasti didorong oleh sebuah harapan. Selanjutnya harapan tersebut men-drive spirit dan energinya dalam proses selanjutnya. Mengingat koperasi adalah kumpulan orang, maka koperasi sebenarnya identik dengan ”kumpulan harapan”. Untuk itu, langkah-langkah penyatuan harapan harus terus dilakukan dan sekaligus dijadikan sebagai sumber keterciptaan energi kolektif. Dengan demikian, potensi ketercapaian harapan menjadi terbuka lebar. Satu hal yang memerlukan perhatian, di dalam proses pencapaian harapan tersebut, spirit kolektifitas (kebersamaan) dari segenap unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota) harus di dorong menjadi pemberdayaan (empowering) melalui distribusi peran efektif. Dengan demikian, keterwujudan harapan tersebut merupakan hasil olah energi positif dari segenap unsur organisasi, termasuk anggota. Anggota harus diedukasi, di motivasi dan dibangunkan kesadarannya untuk ikhlas mengambil tanggungjawab dalam menjaga dan sekaligus membesarkan organisasi dan perusahaan.      


C.  Mendeteksi Potensi Sebagai Inpirasi Efektivitas Pemberdayaan dan Partisipasi
Setiap anggota yang bergabung dengan koperasi memiliki potensi yang bisa di drive menjadi alat percepatan pencapaian tujuan. Dengan demikian, penambahan anggota seharusnya bukan bermakna penambahan beban organisasi, tetapi merupakan penambahan potensi dan sekaligus energi positif. Namun demikian, untuk efektivitasnya,  potensi-potensi yang melekat di dalam diri anggota perlu digali lebih dalam, sehingga mempermudah dalam mendorong potensi tersebut berkontribusi positif bagi pencapaian tujuan kolektif.   

Keterwakilan potensi dalam metode cara yang ditempuh akan memupuk percaya diri anggota untuk berpartisipasi dan memberikan sumbangsih. Apresiasi yang dinamis terhadap setiap keikhlasan berkontribusi juga perlu dilakukan sebagai upaya menjaga konsistensi partisipasi. Dengan demikian, iklim  pemberdayaan senantiasa terjaga dan  menjadi faktor penting dalam perjalanan roda organisasi dan usaha.


D.  Mahasiswa dan Koperasi Mahasiwa
Dalam tinjauan tahapan pendidikan, muasal keterlahiran seseorang dikampus berstatus mahasiswa adalah keinginan melanjutkan studi setelah melalui SLTA. Sementara itu, dari sisi siklus hidup seorang anak, mahasiswa sering dimaknai sebagai tahapan terakhir sebelum masuk ke dunia kerja (baca: kemandirian berfikir dan bersikap dengan segala resiko yang muncul). Oleh karena itu, biasanya setelah seorang mahasiswa/i menamatkan kuliahnya, ada hukum tidak tertulis di masyarakat untuk segera mencari pekerjaan dan membentuk hidup mandiri. Sementara itu, Koperasi Mahasiswa (kopma) sering didefenisikan koperasi yang dihuni (beranggotakan) mahasiswa. Dalam ragam aktivitas di lingkungan kampus, kopma merupakan salah satu dari ragam unit aktivitas intra kampus.

2 (dua)  penjelasan diatas menginspirasi sebuah pertanyaan, adakah relevansi kuat antara tujuan dasar  mahasiswa di kampus dengan kopma..???. Pertanyaan ini diharapkan mampu menggugah spirit segenap pegiat kopma untuk melakukan auto koreksi dalam 2 (dua) hal, yaitu; (i) seberapa jauh keterjawaban tujuan awal dan; (ii) seberapa jauh kopma menjadi bagian dari penjawab tujuan utama. Ketika jawaban atas 2 (dua)  pertanyaan tersebut mengandung korelasi kuat dalam mencapai sebuah kesuksesan, maka hal ini diharapkan mampu menciptakan lompatan gairah dalam memajukan kopma. Sebab, korelasi yang kuat mendorong sebuah kesimpulan bahwa kalau kopma maju berarti masa depan individu pegiatnya berpotensi lebih cerah. 


E. Menelusur Letak Pusat Kebahagiaan Anggota.
Hakekat keterbentukan koperasi adalah membahagiakan segenap unsur organisasi termasuk anggota sebagai populasi mayoritas dalam koperasi. Namun demikian, urusan ”membahagiakan” bukanlah perkara mudah, disamping sarat dengan urusan subyektivitas juga memerlukan ragam syarat ketika indikatornya di jadikan liar (sesuai keinginan individu-individu). Bagaimana selayaknya kopma  membahagaiakan anggotanya???

Kembali ke filosopi koperasi yang menekankan kolektivitas sebagai ujung tombak, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah duduk bersama untuk :
  1. Mendefenisikan tentang ”kebahagiaan berkoperasi”. Dalam tahap ini kebahagiaan bisa didasarkan atas capaian materialitas (profit oriented) atau immaterial (benefit oriented). Pada pilihan manapun yang diambil adalah benar, sepanjang merefresentasikan keinginan dan cita-cita mayoritas anggota serta memiliki peluang ketercapaian.  Namun demikian, satu hal yang menjadi catatan penting ; ”pilihan ini harus tegas”, sebab pilihan ini mempengaruhi segala gerakan yang dilakukan oleh koperasi dan juga menjadi indikator penilaian segenap unsur organisasi dalam melihat  ”capaian kebahagiaan”.
  2. Merumuskan distribusi peran dalam mencapainya. Tahap ini merupakan perumusan konsep pemberdayaan kolektif yang akan melibatkan seluruh unsur organisasi.    

Setelah 2 (dua) hal itu terumuskan, selanjutnya koperasi masuk dalam tahap implementasi dengan memegang tegus hasil rumusan-rumusan yang ditetapkan bersama. Pemahaman inilah yang kemudian menyimpulkan bahwa ”sesi implementasi” adalah uji konsistensi dan komitmen seluruh organisasi.


F. Sejenak Menggagas Kebahagiaan Anggota Berbasis Pemberdayaan
Pemberdayaan segenap unsur organisasi adalah kunci melahirkan karya dalam kopma, baik karya-karya berbasis material (seperti ragam unit layanan bisnis anggota) maupun berbasis immaterial (seperti kegiatan pelatihan, seminar, pengabdian masyarakat dan lain sebagainya).

Mungkin layak menjadi bahan diskusi untuk mencoba menggagas ragam aktivitas yang memiliki relevansi dengan peningkatan kesiapan anggota (mahasiwa) pasca studi. Peningkatan kesiapan yang dimaksud adalah peningkatan kapasitas diri melalui ragam aktivitas yang terprogram dan terkonsolidasi. Dalam konteks ini, kopma akan menjelma menjadi ruang investasi sumber daya manusia (SDM) tanpa meniadakan rekam jejak pertumbuhan statistik produktivitas secara usaha. Setidaknya ada 3 (tiga) hal yang layak dijadikan titik concern dalam peningkatan kapasitas diri segenap anggota yaitu : (i) managerial skill; (ii) leadership dan;(iii) kewirakoperasian. 3 (tiga) titik concern ini diyakini mampu meningkatkan lompatan kapasitas segenap kader sekaligus meningkatkan variasi aktivitas yang membuat kopma semakin bergairah.

Tertemukannya keselarasan antara ragam aktivitas kopma dan keterbentukan kesiapan pegiat kopma memasuki kehidupan pasca studi, di yakini mampu memantik  akumulasi energi lewat terwujudnya pemberdayaan anggota. Pada akhirnya, kopma maju dengan lompatan warna lewat ragam aktivitas briliannya seperti mimpi segenap pegiat koperasi mahasiswa


G.  Penutup
Relevansi aktivitas koperasi mahasiswa dan masa depan anggota selayaknya menjadi pembenar untuk terus menumbuhkembangkan kopma. Melalui ragam pemberdayaan anggota, diharapkan mampu menciptakan lompatan karya kopma secara institusi dan sekaligus mencerminkan kesiapan pegiat koperasi memasuki fase pasca studi. Semoga menginspirasi...!!!!
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved