Mugiyono,SPd, begitu nama asli bapak bijak ini biasa dipanggil. Berprofesi seorang guru. Kesan edukator sangat jelas terasa ketika beliau menjelaskan apa saja. Ramah, hangat dan rendah hati melengkapi aura guru yang juga kepala sekolah SDN 06 Sima, Moga, Kab.Pemalang ini.
Disamping seorang edukator, figure satu ini juga memiliki karakter leadership yang baik. Terbukti, beliau juga di percaya memimpin KPRI Maharja, sebuah koperasi yang di naungi oleh para PNS berprofesi guru SD se kecamatan Moga. Kata “Maharja” merupakan singkatan dari bahasa berbunyi jawa ”Marsudi Harjaning”. Mungkin, kalau dalam bahasa Indonesia lebih kurang artinya ”membangun keselamatan” (maklum penulis bukan asli orang jawa nih)
Ada hal yang sangat menarik dari pembicaraan santai sore itu. Awalnya, mukzi berbincang-bincang ringan ngalor ngidul sesudah makan sore. Namun ditengah pembicaraan, tiba-tiba keduanya terjerumus ke dalam tema koperasi. Tema ini tentu juga sangat digandrungi mukzi yang kebetulan telah menjadi aktivis koperasi sejak 18 (delapan belas) tahun yang lalu. Pak Mugiyono semakin bersemangat ketika mukzi membuat pernyataan bahwa telah terjadi pemahaman yang keliru tentang koperasi. Pernyataan mukzi ini kemudian mengakibatkan keduanya larut dalam diskusi edukatif yang akhirnya disajikan dalam blog ini.
PM= Pak Mugiyono dan M=Mukzi
PM : Kenapa Om (cara Pak Mugiyono biasa memanggil mukzi) mengatakan kalau
koperasi2 telah berpraktek keliru.
M : ya..karena koperasi telah difahami sebagai perusahaan murni yang selalu

kepemilikan sebagai pembenar untuk selalu menuntut SHU tanpa
peduli bagaimana cara pengurus mencapainya.
PM : Apakah Om Mukzi menilai upaya mencari laba/SHU adalah sebuah
kekeliruan??
kekeliruan??
M :Saya tidak mengatakan hal tersebut sebagai kekeliruan,
tetapi yg perlu menjadi perhatian adalah koperasi sering
meng-eksploitasi anggotanya dalam meraih SHU, bukankah itu
namanya tega ???. Apalagi anggota jg merupakan pemilik sah
tetapi yg perlu menjadi perhatian adalah koperasi sering
meng-eksploitasi anggotanya dalam meraih SHU, bukankah itu
namanya tega ???. Apalagi anggota jg merupakan pemilik sah
perusahaan??. Kecuali, semua transaksi mereka di niatin sebagai
cara menabung disamping saat bersamaan mereka sedang memenuhi
kebutuhannya, maka seluruh margin yang diperoleh dijadikan
sebagai tabungan, bukan dijadikan sebagai SHU. Kalau ini
yang terjadi, maka pada kurun waktu tertentu akan terkumpul akumulasi sumber daya yang
bisa dimanfaatkan untuk membangun unit2 layanan baru. Ini lah yang kemudian yang disebut
kebutuhannya, maka seluruh margin yang diperoleh dijadikan
sebagai
yang terjadi, maka pada
bisa dimanfaatkan
multiplier effect dari akumulasi tindakan anggota yang berpihak pada
koperasi.
PM : Bener juga ya om...kalau begitu ndak masalah dong ketika SHU koperasi nol
Sepanjang angotanya bahagia???. Apalagi semua margin yang dihasilkan dari transaksi
anggota dijadikan tabungan mereka di koperasi.
anggota dijadikan tabungan mereka di koperasi.
M : Ya..betul pak de, ketika semua transaksi anggota dianggap sebagai sarana
untuk menabung. Dengan demikian, koperasi hanya akan menerapkan
margin/keuntungan pada transaksi yang dilakukan dengan non anggota.
PM : Apakah dengan demikian koperasi ndak di bilang kejam om, karena telah
berbuat tak adil bagi non anggota??
berbuat tak adil bagi non anggota??
M : tergantung cara memandangnya pakde??. Ketika koperasi menerapkan
margin, sesunguhnya koperasi sedang berperan layaknya pelaku usaha lain
(baca: non koperasi). Artinya, tidak ada kekejaman dalam situasi itu. Tetapi,
ketika koperasi menerapkan sistem keanggotaan suka rela dan terbuka, justru
perlakuan beda ini bisa dijadikan sarana untuk menggiring mereka masuk
menjadi anggota dan ikut memiliki perusahaan koperasi secara bersama-sama.
PM : kalau gitu, koperasi berpotensi membangun apa saja dong om??, sebab
semakin banyak orang yang tergabung, maka semakin banyak akumulasi
sumber daya yang akan terbentuk.
M : Betul Pakde...itulah sebabnya koperasi itu didefenisikan sebagai kumpulan
orang, bukan kumpulan modal. Artinya, keterkumpulan modal, keterlahiran
karya (baca : unit layanan) dan ragam makna adalah imbas dari kualitas
kolektivitas yang terbangun di segenap unsur organisasi. Mengingat kekuatan
koperasi ada pada kolektiitas (kebersamaan), maka sesungguhnya yang
dibangun koperasi terlebih dahulu adalah orangnya lewat pendidikan. Artinya,
orang (baca anggota) adalah subyek dan obyek pembangunan koperasi itu
sendiri. Lewat pendidikan yang tersistematis, maka akan melahirkan insan-
insan yang faham koperasi dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Insan
koperasi akan memahami perusahaan bernama koperasi bukan sekedar
persoalan pemenuhi aspirasi/kebutuhan ekonomi aggotanya, tetapi juga
sesunggunya berhubungan dengan pemenuhan aspirasi/kebutuhan sosial dan
budaya. Artinya, koperasi sesungguhnya salah satu jalan yang
mempertahankan atau bahkan mengembalikan manusia kedalam fitrahnya,
baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.
PM : Kok jauh gitu sih om jadinya berkoperasi. Keprimen contohe???
M : Pakde, nilai kerja sama, gotong royong dan kesetiakawanan yang diusung oleh
koperasi akan membentuk insan-insan yang memiliki kepedulian tinggi, kesetiakawanan,
,kemauan untuk saling memotivasi akan erjadi secara ikhlas. Nilai-nilai tersebut akan
membentuk budaya yang sangat mendamaikan, sebab aktualisasi nilai yang tertanam
menyebabkan semua orang merasa menjadi bagian lainnya. Dengan demikian, dalam
perspektif koperasi, tak kan ada orang yang mengalami kesepian ketika kesusahan
membentuk budaya yang sangat mendamaikan, sebab aktualisasi nilai yang tertanam
menyebabkan semua orang merasa menjadi bagian lainnya. Dengan demikian, dalam
perspektif
menderanya. Semangat kolektivitas akan mendorong setiap orang untuk
mengambil inisiatif membentuk solusi atas setiap permasalahan yang timbul.
Satu hal yang menjadi catatan, diam berarti beban bagi orang lain. Disinilah
letak empowering (pemberdayaan) dan cikal bakal kelahiran ragam makna
berkoperasi bagi stake holdernya.
PM : Kalau begitu, agar tak ada yang menjadi beban bagi lainnya, berarti setiap
M : Ya...dan itu akan menjadi budaya yang selanjutnya membentuk
tatanan sosial yang penuh kebijakan.
tatanan sosial yang penuh kebijakan.
PM : Kalau gitu..bagaimana mengoreksi atas kekeliruan yang
kadung terjadi di mayoritas koperasi om??
kadung terjadi di mayoritas koperasi om??
M : Menurut saya, harus ada upaya koreksi bijak atas mindset
berkoperasi. Pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial
dan budaya harus difahamkan sebagai satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Dengan demikian, spirit ”materialitas only”
alias SHU minded akan terkoreksi secara bertahap dan berkesinambungan. Orientasi pada
pembangunan insan koperasi perlahan akan diyakini sebagai sesuatu yang harus disegerakan.
berkoperasi. Pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial
dan budaya harus difahamkan sebagai satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Dengan demikian, spirit ”materialitas only”
alias SHU minded akan terkoreksi secara bertahap dan berkesinambungan. Orientasi pada
pembangunan insan koperasi perlahan
PM : Om..bisa kasih contoh ndak relevansi koperasi dengan ”budaya” ??..kok aku
malah jadi mumet...(sembari tersenyum..)
M : Pakde..yang saya fahami sampai saat ini, budaya adalah buah keyakinan
berbentuk tindakan yang berulang-ulang atau dengan kata lain telah menjadi
kebiasaan. Misalnya koperasi bertekad membangun ”budaya menabung”.
Maka langkah ini akan membiasakan anggota untuk lebih bisamerencanakan
hidupnya dengan lebih bijak. Kebiasaan menabung sesungguhnya bagian dari
cara mengendalikan diri dari gaya hidup konsumerisme (baca: bertingkah
melebihi kebutuhan). Disamping itu, budaya menabung juga salah satu cara
merancang masa depan yang lebih terarah. Tentu hal ini memerlukan metode
kampanye yang efektif, apalagi tema ini diangkat saat ”hedonisme” telah
begitu merasuk dalam gaya hidup masyarakat. Untuk itulah, koperasi
selayaknya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, sebab
lingkungan sangat berpengaruh membentuk karakter dan budaya individu.
Koperasi harus bekerja sama dengan segenap unsur dan mengajak mereka
menjadikan ”hedonisme” sebagai musuh bersama. Namun demikian, sebelum
jauh melibatkan unsur lainnya, koperasi dengan stake holdernya harus
membangung kesadaran dan sekaligus bertekad membentuk ketauladanan
tindakan. Untuk itulah, pendidikan menjadi vital dalam roda organisasi
koperasi.
PM : Om...saya fikir dalam konteks membangun budaya harus disertai dengan
dengan pendidikan ”disiplin hidup”.
M :Saya sepakat pakde...tapi kenapa sich pakde berfikir demikian??
PM :menurut saya, kebiasaan menabung juga merupakan persoalan komitmen
dan disiplin diri. Pada titik inilah ketauadanan bisa diharapkan. Saya sangat
meyakini itu dan bahkan sudah menjalaninya, khususnya dalam kurun waktu
11 (sebelas) tahun terakhir.
M : Maksud Pakde??
PM : Awalnya saya terinspirasi oleh senior saya yang saat itu sedang menjabat
ketua KPRI Maharja. Beliau adalah sosok pribadi yang sangat disiplin, edukatif
dan hangat. Berkat kedisiplinan beliau dalam hidup, termasuk dalam hal
ekonomi rumah tangga, beliau bisa memiliki tanah yang luas dan rumah yang
bagus. 7 (tujuh) anaknya juga berhasil dalam hal pendidikan. Atas kenyataan
itu, saya kemudian disarankan untuk mencoba disiplin. Saya memulainya
dengan disiplin menabung atas setiap penghasilan yang saya peroleh. Saya
membangun komitmen pribadi bahwa x% dari setiap penghasilan saya langsung di
tabungkan, mulai dari persiapan pendidikan anak, untuk rumah, untuk hal-hal
emergency, kemasyarakatan, kendaraan dan bahkan untuk urusan hobby.
Alhamdulillah, dari hasil menekan selera (dimana range budget untuk
konsumsi dijaga dengan ketat dengan tetep menjaga hidup sehat),
Alhamdulillah saya bisa mendirikan rumah yang saat ini saya tempati. Saya
juga bisa beli kendaraan roda empat. Demikian juga anak-anak, bisa
menyelesaikan sekolahnya sampai jenjang S1. Bahkan, cita-cita saya
memanjakan hobby akhirnya terpenuhi setelah tabungan khusus saya bisa
mencapai jumlah seharga piano (lebih kurang Rp 10 juta). Tabungan khusus
yang saya maksud adalah tabungan yang bersumber dari x% pendapatan di
luar yang rutin atau pendapatan yang tak terduga.
M : wawww..luar biasa ya Pakde. Coba hal ini tersosialisasi dan teredukasi pada
segenap masyarakat, maka bisa dibayangkan tatanan sosial seperti apa yang
akan terbentuk di masyarakat. Saya fikir hal ini akan sangat bermanfaat bila
diedukasikan pada banyak orang. Hal ini tidak hanya akan menekan budaya
konsumerisme, tetapi dalam jumlah yang banyak, akan membentuk akumulasi
sumber daya yang bisa di mobilisasi menjadi unit-unit layanan pembentuk
efisiensi kolektif di lingkungan koperasi. Saya membayangkan, andai seluruh anggota koperasi
di pemalang mengkampanyekan budaya disiplin dalam menabung, maka
di
membangun swalayan atau grosir skala hyper sekalipun menjadi sangat memungkinkan.
Bahkan membangun hotel berbintang juga sangat berpeluang. Bahkan
koperasi juga bisa membentuk usaha manufacture (industri) yang
memproduksi kebutuhan-kebutuhan anggotanya. Dengan
demikian, segenap anggota koperasi akan bisa berbelanja di perusahaan
swalayan atau grosir yang mereka miliki bersama dengan harga yang pasti lebih bersahabat , .
Anggota koperasi juga akan bisa menikmati hotel berbintang dengan tarif rendah, sebab
mereka tak pernah memikirkan margin. Atau bahkan dalam dataran kepedulian berfikir,
Anggota koperasi juga akan
mereka tak pernah memikirkan margin. Atau bahkan dalam dataran kepedulian berfikir,
margin yang dihasilkan dari transaksi dengan non anggota bisa disumbangkan
untuk mengentaskan kemiskinan, mengatasi masalah anak2 putus sekolah,
membina para pengemis yang mengalami kemiskinan mental. Koperasi akan
menjelma menjadi agen pencetak hidup yang damai dan mensejahterakan
bagi anggota maupun masyarakat umum. Menabung menjadi fantastic begitu ya pak
de??

betapa
begitu luas. Saya pun tersadar bahwa sesungguhnya setiap transaksi
aggota adalah tindakan menabung. Tanpa disadari bahwa selama ini
unit2 layanan koperasi dan strategi pemasarannya telah mendorong laju pertumbuhan budaya konsumerisme dan memperluas
faham hedonisme. Seharusnya anggota diarahkan untuk menekan
"naluri konsumsinya" sehingga terbentuk "saving" . Kemudian saving itu bisa dimanfaatkan secara kolektif untuk mengembangkan layanan-layanan baru yang tentu memiliki nilai lebih dibanding layanan serupa yang disajikan oleh non koperasi. Harga-harga bisa ditekan secara bersama-sama, karena semua sudah memahami bahwa transaksi di koperasi adalah menabung. Sepertinya kekliruan memandang koperasi ini memerlukan koreksi segera.
"naluri konsumsinya" sehingga terbentuk "saving" . Kemudian saving itu bisa dimanfaatkan secara kolektif untuk mengembangkan layanan-layanan baru yang tentu memiliki nilai lebih dibanding layanan serupa yang disajikan oleh non koperasi. Harga-harga bisa ditekan secara bersama-sama, karena semua sudah memahami bahwa transaksi di koperasi adalah menabung. Sepertinya kekliruan memandang koperasi ini memerlukan koreksi segera.
M : Saya sangat sepakat pakde. Saya faham dan menyadari ini bukan
pekerjaan mudah ditengah arus globalisasi yang menggejala. Tetapi
hal ini harus segera dimulai dan di sosialisasikan serta di edukasikan
kepada segenap insan koperasi.
pekerjaan
hal ini harus segera dimulai dan
kepada segenap insan koperasi.
PM : Betul Om...saya sangat sepakat untuk segera mensosialisasikan hal ini
sehingga terjadi perubahan mindset berkoperasi. Dengan demikian, kehadiran
koperasi mampu membentuk manusia-manusia yang senantiasa dilingkupi
fikiran dan tindakan yang bijak dalam hidupnya. Pada segenap insan koperasi harus
ditanamkan bahwa setiap transaksi mereka di koperasi sesungguhnya adalah menabung.
Artinya, semua tindakan
partisipasi anggota sesungguhnya adalah membentuk akumulasi tabungan yang selanjutnya bisa
di manfaatkan untuk memperluas kebermanfaatan berkoperasi.
ditanamkan bahwa setiap transaksi mereka di koperasi sesungguhnya adalah menabung.
Artinya, semua tindakan
partisipasi anggota sesungguhnya adalah membentuk akumulasi tabungan yang selanjutnya bisa
di manfaatkan untuk memperluas kebermanfaatan berkoperasi.
M : Oke Pakde....berhubung dah malam dan masih harus melanjutkan perjalanan, saya
mohon pamit. Terimakasih sekali atas diskusinya, setidaknya bisa menginspirasi
banyak hal bagi hidup saya dan juga bagi koperasi, Sampai ketemu
Pakde..pareng...!!!
Pakde..pareng...!!!
Posting Komentar
.