EKONOMI KERAKYATAN | ARSAD CORNER

EKONOMI KERAKYATAN

Sabtu, 19 November 20110 komentar


Disampaikan pada diskusi tanggal 05 Agustus 2010, di Wisma Satria, Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia

 A. Ekonomi Kerakyatan Dalam Perpspektif Liar
 Ntah Kapan dan hal apa yang menginspirasi lahirnya istilah ”ekonomi kerakyatan”.  Adakah Istilah ini lahir untuk mempertegas bahwa negara sedang berkonsentrasi tinggi untuk membangun ekonomi rakyat yang juga berarti pengakuan  jujur bahwa angka kemiskinan memang tinggi. Atau istilah ini dipilih oleh politikus untuk mendapatkan simpati rakyat miskin yang realitas statistiknya masih memperlihatkan angka tinggi, sehingga mengkampanyekan istilah  ini berpeluang mendulang popularitas tinggi.   Ataukah istilah ini lahir dari kelompok kecil ( hanya 5%)  penguasa 95% uang yang beredar di negeri ini, sebagai bentuk  aktualisasi diri mereka dalam bidang sosial, pembangunan citra diri sebagai orang dermawan dan memiliki kepedulian tinggi terhadap persoalan kemiskinan, atau titik  awal  mendekatkan diri pada Tuhan karena  mereka sadar telah lama melupakan NYA dan asik berkutat dalam putaran uang demi masa depan 7 (tujuh) turunan. Ataukah istilah itu lahir dari kaum intlektual yang hidupnya (secara ekonomis) kurang beruntung, dimana keadaan sulit yang membelelnggu melahirkan istilah yang mewakili ”perasaan dan kondisi” dia saat itu. Ataukah istilah itu lahir dari ”kaum kampus” sebagai bentuk koreksi terhadap penguasa yang  getol melakukan pembangunan tetapi melupakan aspek pemerataan.

Apapun yang mendasarinya, tetapi istilah ”ekonomi kerakyatan”  begitu populer dan sering dimanfaatkan para calon penguasa dan calon legislatif sebagai jargon/thema untuk mendulang suara dan keberpihakan rakyat. Disisi lain, di kalangan masyarakat Istilah ini pun kemudian lekat dengan penggambaran sebuah kondisi yang ”jauh dari mapan” sehingga menegaskan bahwa ada sesuatu yang harus diperjuangkan, yaitu; ” mewujudkan keadaan yang lebih baik dan berpengharapan”. Akibatnya, istilah ini menjadi familiar dikalangan masyarakat khususnya kelompok marginal (yang secara ekonomi tergolong miskin).

Akhirnya, Apapun pembacaan anda atas istilah ”ekonomi kerakyatan” terserah anda saja. Karena sesungguhnya saya, anda, dia, dan mereka adalah sama-sama berstatus rakyat. Disisi lain setiap rakyat pasti berkeinginan untuk mempertahankan hidupnya  dan atau  bahkan bermimpi hidup layak dan nyaman. Keinginan ini pula yang kemudian menggerakkan mereka untuk bergerak di bentangan alam untuk  memperjuangkan ”ekonomi” mereka masing-masing.

 B. Ketika Asa Tak Bermuara
 Fakta menunjukkan bahwa walau semua orang sudah bergerak, ternyata terjadi perbedaan hasil, sehingga kemudian melahirkan istilah miskin dan kaya. Diperbedaan itu, satu hal yang tetap sama yaitu keinginan untuk tetap mempertahankan hidup.

Bagi mereka yang meyakini hukum causa, ”perbedaan hasil” itu diakibatkan oleh perbedaan tingkat efektivitas cara. Bagi mereka yang suka memperhatikan perilaku negara (dengan segenap perangkatnya), ”perbedaan hasil” itu dibaca sebagai salah satu bentuk kekeliruan negara dalam mengurus permasalahan ekonomi dan pembangunan. Bagi mereka yang berkawan dengan Tuhan memandang  ”Perbedaan hasil” itu bentuk keadilan Tuhan.  Bahkan mereka berpandangan  Tuhan menjadi aneh dan tak adil ketika memberi ”hasil sama” pada setiap orang, sementara tingkat spirit, keseriusan, kesungguhan dan amunisi masing-masing orang yang berjuang (pengetahuan dan sarana) nyata-nyata berbeda. Banyak lagi pembacaan atas ” perbedaan hasil” itu dan mungkin...anda pun punya pembacaan sendiri atas perbedaan hasil itu. Itu sah-sah saja, sepanjang pembacaan itu membuat anda nyaman dan tak mengganggu kenyamanan orang lain.  Tetapi pertanyaan menarik adalah ketika ”perbedaan hasil” ndak pernah ada, artinya semua rakyat  akan kaya raya atau miskin papah. Gimana jadinya ya ????


C. Ketika  Kemiskinan di anggap sebuah masalah
 Siapapun tidak mau miskin dan selalu ingin kaya, baik secara ekonomi maupun mental, kecuali anda memang menginginkan dan memilih untuk miskin selamanya.  Banyak orang bilang, tak ada indahnya berada  dalam kesusahan dan hidup di penuh keterbatasan. Tak banyak pula orang yang mau dikatakan ”miskin”. kecuali kategori  ”miskin” di iming-imingi hadiah seperti BLT (bantun langsung tunai),  tabung gas gratis berikut isinya, atau pinjaman lunak  jangka panjang dan bayarnya semampunya , maka seketika angka statistik kemiskinan meningkat tajam.

Ketika kemiskinan melanda anda dan memahami hal ini sebagai sebuah masalah, maka sikap yang terbaik adalah memulainya dengan ”tidak mencoba menyalahkan siapapun kecuali menyalahkan diri sendiri”. Artinya, sikap ini menunjukkan adanya ”spirit auto koreksi dan semangat untuk melakukan perubahan”.   Memilih mandiri dan tak berpangku tangan adalah sikap yang paling arif untuk merubah keadaan anda. Anda boleh saja bersedih atau bahkan menitikkan air mata, tetapi dikesedihan dan derai airmata itu, anda harus bisa menemukan semangat untuk berubah dan melakukan sesuatu lewat memaksimalkan segala potensi yang ada dan berhenti berfikir tentang segala keterbatasan.

Kalau memang kebetulan anda kaya (baik karena usaha anda maupun karena terlahir dari keluarga kaya raya) dan kemudian menganggap ”kemiskinan” adalah peluang beribadah dan kemudian memacu adrenaline anda untuk  melakukan sesuatu, Insya Allah anda akan menjadi lebih kaya dan mendapat kemuliaan dipandangan Tuhan. Saya hanya berpesan, ketika anda melakukannya bukan karena keinginan untuk mulia dipandangan manusia, sebab anda berpeluang menjadi hina ketika anda sudah tak berbuat apa-apa lagi untuk rakyat miskin.

Yang menarik adalah ketika ”orang miskin” menganggap dirinya dan lingkungan nya yang juga ”miskin” sebagai sebuah masalah serius.  Kemudian dia  mencoba membangun kesadaran kolektif untuk tidak menyerah pada keadaan dan bergerak melawan kemiskinan dengan cara-cara cerdas dan mengarah pada penciptaan produktivitas kolektif. Mereka memilih untuk menciptakan karya bersama secara mandiri dan terbuka terhadap siapapun yang bergabung atas dasar spirit  kebersamaan dan ikhlas mengambil tanggungjawab. Mereka menyatukan segala potensi dan sumber daya untuk kemanfaatan bersama. Kalau kondisi ini benar-benar nyata, sepertinya  menarik untuk mencermati apa yang akan terjadi berikutnya. Menurut anda, Adakah ini yang disebut sebagai ”ekonomi kerakyatan???”.

D. Penutup
Demikian prolog ini disampaikan sebagai stimulan dalam diskusi kita tentang thema ”ekonomi kerakyatan’.  Semoga pemikiran liar yang mungkin tak ilmiah ini mampu menginspirasi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermartabat, lebih bermanfaat bagi banyak orang sehingga peluang ke sorga semakin terbuka, kecuali anda memang tak menginginkan sorga  dan atau bahkan tak percaya sama sekali kalau ”sorga itu memang benar-benar ada”. Satu hal, kebahagiaan sesungguhnya tak datang tiba-tiba, tetapi harus diperjuangkan dengan upaya yang nyata dan tak kenal menyerah.  Adalah sebuah kebenaran ”diskusi dan bertukar fikiran” sering membuat kita cerdas, tetapi kecerdasan tanpa tindakan adalah bagaikan pungguk merindukan bulan. KAH...!!!.

Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved