I. Revolusi atau Evolusi adalah masalah pilihan cerdas
Perubahan selalu membutuhkan agen yang mampu mengusung isu perubahan itu sendiri. Sentuhan yang dilakukan haruslah mampu membangun keyakinan dan kesadaran penuh bahwa perubahan harus dilakukan. Dengan demikian, motivasi audience untuk berubah benar-benar dilandasi satu kesadaran penuh akan makna-makna positif dari sebuah perubahan. Adakah orang yang demikian di koperasi ???.
Ada 2 (dua) pilihan pendekatan yang bisa dilakukan untuk melakukan perubahan, yaitu ; (a) metode evolusi dan;(b) metode revolusi. Metode evolusi (baca:perlahan) dapat dilakukan memberikan pendidikan sistematik dan berkesinambungan kepada para pengurus dan manajemen. Namun, satu hal yang menjadi kendala ketika pilihan ini dilakukan, yaitu periodesasi kepengurusan. Adanya agenda reorganisasi sangat dimungkinkan terjadi pergantian pengurus, sehingga pendidikan yang sudah dilakukan akan terputus dan kembali dari awal lagi. Namun demikian, hal ini sangat dimungkinkan ketika semangat perubahan membuat anggota memberi kebijakan Khusus di RAT untuk memberi tenggang waktu tertentu kepada pengurus dalam mengusung agenda perubahan ini. Sementara itu, metode revolusi relatif lebih cepat dan peluang keberhasilannya leih tinggi. Dengan metode ini, koperasi merekrut seorang manager yang memang punya pemahaman massif terhadap konsep jati diri koperasi dan juga punya kemampuan untuk mengintrepretasikan dalam tingkat operasional.
II. Orang yang pantas
Membangun usaha koperasi berbasis nilai-nilai jati diri tidaklah sesederhana membalikkan tangan. Namun demikian, kedahsyatan dan nilai strategis jati diri seharusnya mampu dijadikan sebagai pembenar tak terbantahkan untuk memupuk keyakinan dan tak pernah menyerah untuk mengimplementasikannya.
Sepenuhnya saya sadari, kemampuan managerial ansih sebagaimana diterapkan pada perusahaan-perusahaan non koperasi bukanlah modal yang cukup untuk membangun koperasi raksasa. Pemahaman nilai-nilai koperasi merupakan pra-syarat mutlak yang harus melekat pada pribadi sang pendobrak. Jika tidak, formulasi atau aplikasi strategi yang akan diterapkan cendrung akan kapitalistik dimana perjuangan yang terjadi senantiasa seputar efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Kalau pencapaian SHU tinggi lewat eksploitasi potensi anggota setinggi-tingginya, maka anggota akan terjajah diperusahaannya sendiri. Namun, hal itu bisa menjadi benar kalau memang anggota bersedia dan ikhlas dieksploitasi. Mungkinkah kondisi demikian bisa diciptakan ?. Bukankah setiap orang mengidam-idamkan kemerdekaan ??. Kalau hal ini betul-betul terjadi, maka hal ini pasti semakin menjauhkan koperasi dari konsepsi jati dirinya. Akibatnya, berharap mendapatkan koperasi raksasa yang ditandai tercipta dan terpeliharanya iklim mengakar adalah mimpi belaka.
Dualisme peran anggota sebagai pemilik dan juga pelanggan/konsumen, telah menginspirasi keunikan sistem managemen dan strategi yang harus ditumbuh kembangkan. Bagaimana keunikan ini dikemas menjadi nilai jual dan marketable adalah kunci keberhasilannya. Keunikan ini pula yang kemudian mengharuskan adanya kehadiran orang yang unik di koperasi.
Menghadirkan seseorang yang memiliki keahlian managerial tinggi sekaligus memahami jati diri koperasi secara massif dan mampu mengkolaborasikannya menjadi strategi yang unik bukanlah hal gampang. Andaipun ada, pasti orang tersebut akan memasang standar gaji tinggi. Ironisnya, urusan gaji tinggi biasanya menjadi momok bagi para petinggi koperasi. Mayoritas koperasi masih men-tabu-kan pembahasan tema seputar “gaji” secara terbuka. Kondisi ini tak lepas dari cara baca koperasi sebagai lembaga sosial terlalu mendarah daging. Akibatnya, terlalu sulit mendapatkan iklim profesionalisme di lingkkungan koperasi. Sesungguhnya hal ini merupakan masalah serius dan perlu adanya upaya-upaya sistematis untuk merubah persepsi yang selanjutnya diaharapkan akan mampu memotivasi perubahan di segala aspek kehidupan berkoperasi.
Tanpa bermaksud membela para fraksi koruptor koperasi, tanpa sengaja semua unsur organisasi telah terlibat dalam menciptkan perilaku menyimpang dikoperasi. Perilaku pelit dan enggan membicarakan masalah penghasilan yang layak untuk urusan reward terhadap pengelola koperasi telah memotivasi para pengelola untuk melakukan kreasi negatif yang pada akhirnya memporakporandakan rancang bangun organisasi dan usaha sebuah koperasi. Kebutuhan yang terus melonjak (baca kondisi memaksa), telah mendorong pengelola untuk gelap mata dan memilih bersahabat dengan syaitan. Apa yang bisa kita harapkan dari kondisi yang demikian ???. Perubahan harus dimulai atau kita membiarkan kreasi negatif itu membudaya dan seolah menjadi benar.
III. koperasi tak perlu membayar, jadi mengapa takut ???
Dalam pandangan umum, pemenuhan atas kebutuhan karyawan adalah kebijakan personalia. Dalam tingkatan low management dimana fungsi otot 90% dan otak 10% saya sepakat memasukkan ini sebagai kebijakan personalia. Namun pada tingkatan midle (60% otak dan 40% otot dan tingkatan top (90% otak dan 10% otot), saya lebih sepakat difahami sebagai kebijakan investasi. Mengapa ?. Investasi identik dengan penambahan nilai, sehingga perlu pertimbangan matang dari bebrapa alternatif pilihan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari keputusan yang menyebabkan perusahaan terjebak dalam masalah.
Demikian juga halnya dengan pemenuhan karyawan pada tingkatan midle dan top manajemen. Pada tingkatan ini, kehadairan mereka lebih bijak untuk mempersepsikan sebagai upaya menambah nilai produktivitas perusahaan (dalam makna luas) ketimbang mempersepsikan mereka sebagai penambahan biaya. Kalau cara pandangnya demikian, maka sesungguhnya kedatangan mereka idenitk dengan menambah potensi/peluang perusahaan untuk lebih berkembang. Cara pandang inilah yang membawa saya bahwa sesungguhnya perusahaan tidak perlu membanyar mereka, tetapi justru mereka lah yang membiayai diri mereka Sendiri dan bahkan juga meningkatkan nilai perusahaan. Dengan demikian sepanjang seorang karyawan midle dan khususnya Top mempunyai alasan rasional yang bisa dipertanggungjawabkan dan juga mumpu untuk diharapkan, maka untuk memberi reward 10 juta atau bahkan 100 juta juga bukanlah masalah yang perlu dirisaukan. Apakah perusahaan rugi membayar karyawan/manager dengan 10 juta kalau kedatangannya bisa menyebabkan peningkatan nilai perusahaan 30 juta ???.
Jadi, berpenghasilan 10 atau bahkan 30 juta per bulan di koperasi bukanlah hal yang mustahil sepanjang sang karyawan/ manager mampu mempertanggungjawabkan keberadaannya dengan memberi nilai lebih.
IV. Manager : gaji 300 ribu ???
Andai seseorang mau dan bersedia memangku jabatan manager di koperasi dengan gaji Rp 300.000,00 per bulan, besar kemungkinan orang tersebut jauh dari sifat-sifat kreativitas dan inovasi. Atau, bisa jadi orang tersebut berpotensi tidak jujur dan menilai koperasi tersebut ada potensi yang terbuka untuk mengambil keuntungan diri sendiri. Walaupun demikian, bukan tidak mungkin dia adalah orang yang memang betul-betul cerdas, kreatif dan inovatif dimana Rp 300 ribu dimaknai sebagai kesempatan mendaptakan media yang strategis untuk mewujudkan visi dan misinya. Lewat karya-karya spektakuler kemudian diyakininya sebagai cara elegan untuk melipatgandakan penghasilannya sampai berpuluh-puluh kali lipat.
V. Mendapatkan Manager handal ???
Meghadirkan manager handal membutuhkan kejelian sehingga tidak terjebak dalam kekeliruan. Oleh karena itu, metode rekruitmen yang digunakan setidaknya memberi peluang untuk mendapatkan banyak alternatif pilihan bagus dan berkualitas.
Merujuk alinia diatas, maka perlu melakukan persiapan matang sebelum proses pelaksanaan rekruitmen, antara lain :
1. Menyiapkan mental
Situasi dan kondisi sebelum dan sesuadah ada pasti akan berbeda. Untuk itu, perlu mempersiapkan mental sehingga kehadiran manager tidak menimbulkan adanya konflik diantara para pengurus, badan pengawas maupun manager itu sendiri. Kedatangan manager sangat memungkinkan terjadinya perubahan radikal yang memaksa semua unsur organisasi (khususnya pengurus, badan pengawas dan karyawan) untuk beradaptasi. Untuk itu, perlu ada kesiapan mental atas beberapa kondisi positif yang akan terbentuk akibat kehadiran manager.
2. Perencanaan distribusi peran.
Koperasi yang baru pertama kali punya manager biasanya terjebak pada distribusi peran yang mengakibatkan terjadinya dualisme peran. Kewenangan instruksi yang menyebar memungkinkan pasukan penerima instruksi (staff atau karyawan) akan mengalami dilema. Adanya instruksi dari orang yang berbeda pada waktu bersamaan, adanya instruksi atau solusi yang berbeda atas satu masalah adalah beberapa contoh yang berakibat tidak terbangunnya kultur profesionalisme di koperasi. Untuk menghindari hal tersebut, sebelum dilakukan rekruitmen perlu melakukan mapping/pemetaan kewenangan dan tanggungjawab dan kemudian mendistribusikannya secara sistematis. Dengan demikian, gejala-gejala kepemimpinan ganda dapat diantisipasi jauh-jauh sebelumnya.
3. Sistem reward dan punishment yang jelas, berkeadilan dan memotivasi.
Rendahnya kinerja koperasi merupakan bagian dari imbas rendahnya tingkat penghargaan dan ketidakjelasan punishment sehingga sangat memungkinkan adanya ketidakpuasan di tingkatan pengurus, badan pengawas ,karyawan dan bahkan manager. Tanpa disadari, ketidakpuasan ini selanjutnya menjelma menjadi virus semangat bekerja dan pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya produktivitas. Oleh karena itu, formulasi reward dan punishment yang berkeadilan dan memotivasi telah tersusun secara permanen sebelum rekruitmen dilaksanakan. Kalau pengurus atau badan pengawas mempunyai keterbatasan dalam masalah penyusunan formulasi ini, maka pengurus bisa menerapka pola rekruiment bernuansa wirausaha. Artinya, kepada calon manager diberi target yang harus dicapai dan sekaligus ditugaskan untuk menyusun langkah-langkah pencapiannya. Satu hal yang menjadi catatan bahwa konsep operasional yang akan disampaikan sudah termaktub didalamnya mengenai konsep penggajian. Kalau metode ini yang dilakukan, maka pengurus atau badan pengawas hanya mengkaji rasionalitas langkah-langkah pencapaian target.
4. Materi dan Pola penyebaran informasi.
Materi informasi lowongan haruslah betul-betul menggambarkan tentang potensi perusahaan, potensi masa depan menggiurkan ketika bergabung di perusahaan dan sekaligus menantang. Sementara itu, teknik penyebaran informasi juga harus memberi peluang untuk masuknya orang-orang yang berkualitas dan berkapasitas.
5. Jaminan obyektivitas
Demi kepentingan yang lebih besar (masa depan koperasi), pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses rekruitmen haruslah mampu menanggalkan unsur subyektivitas dan kepentingan-kepentingan individu. Pengambilan keputusan haruslah mutlak mendasarkan pada pertimbangan kualitas para peserta seleksi.
VI. Managemen satu pintu salah satu alternatif menggiurkan
Ide ini terinspirasi dari pola kerja perbankan dimana satu kepala cabang membawahi unit-unit pelayanan yang tersebar dimana-mana. Mengapa koperasi tidak ???.
Adalah hampir sebuah kepastian “gagal” untuk berharap pada seorang manager bergaji Rp 300.000,00 membawa koperasi ke era perubahan radikal dan berpengharapan. Saatnya koperasi memberi reward kepada manager sejajar dengan seorang kepala cabang di suatu bank atau perusahaan lainnya. Pertanyaan menggelitik kemudian yang muncul adalah apa mungkin ????. Terserah anda menjawabnya, namun sebelum mengambil keputusan mungkin ada baiknya anda mencoba rasionalitas pemikiran dibawah ini.
Kalau koperasi berdiri sendiri, memberikan reward Rp 10 juta per bulan mungkin mustahil kalau total asset yang dikelola hanya Rp 500 juta. Namun ketika 10 (sepuluh) koperasi atau 20 (dua puluh) koperasi bergabung secara managerial, maka memberikan reward Rp 10jt sampai dengan Rp 20 juta adalah sesuatu yang sangat mungkin.
Bergabung secara managerial bukan berarti identik dengan merger/bergabung secara kelembagaan. Untuk tidak terjebak dalam kekeliruan ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam mengintrepretasikan manajemen satu pintu,yaitu :
a) Dalam perspektif hukum, koperasi-koperasi tersebut tetap berdiri sendiri-sendiri, hanya saja manajemen/pengelolaannya diserahkan kepada 1 (satu) orang manager yang diberi kewenangan untuk membentuk tim managemen dari budget/anggaran yang disediakan untuk 1 (satu) orang manager tersebut.
b) Dari perspektif akuntansi, pengukuran produktivitas tetap dilakukan masing-masing koperasi (baca : teknik perhitungan SHU). Demikian juga halnya dengan proses pertanggungjawaban dilakukan masing-masing koperasi. Artinya, manajer tersebut memberikan pertanggungjawaban atas pengelolaannya kepada masing-masing pengurus koperasi.
c) Dalam hal pengelolaan asset, manajemen satu pintu bukan berarti on-line asset dimana bisa terjadi perpindahan asset antar koperasi secara otomatis. Artinya, keberadaan manager adalah untuk melakukan mapping/pemetaan masalah maupun potensi pada masing-masing koperasi. Selanjutnya, hasil mapping tersebut dijadikan referensi untuk menyusun strategi pengembangan masing-masing koperasi.
Dalam perspektif peluang, manajemen satu pintu ini lebih memungkinkan koperasi bisa melakukan perubahan radikal dalam menuju koperasi yang benar dan sesuai dengan konsepsi jati diri koperasi. Ada beberapa alasan logis memperkuat kesimpulan tersebut, yaitu;
a) Dengan reward yang sangat layak, maka sangat dimungkinkan koperasi akan dimasuki seorang profesional yang pasti berkualitas, berkapasitas dan menjunjung tinggi nilai kejujuran dan jatidiri koperasi.
b) Karena angka/budget tersebut ditanggung oleh banyak koperasi, maka dalam perpspektif pembiayaan manajemen satu pintu tergolong sangat efisien jika dibandingkan harapan dan peluang yang muncul kemudian.
c) Dengan masuknya seorang manajer, maka langkah-langkah cerdas dan brilian akan mewarnai jalannya roda organisasi dan usaha koperasi sehingga peluang untuk mewujudkan koperasi raksasa ( besar dan mengakar) menjadi terbuka dan pencapaiannya tinggal menunggu waktu yang tidak terlalu lama.
d) Dalam perspektif usaha, penggabungan managerial berarti juga penggabungan market/pangsa pasar, sehingga akumulasi ini lebih bernilai harapan dan bisa dijadikan sebagai alat meningkatkan bargainning koperasi. Negosiasi dalam proses menumbuhkembangkan kemitraan mutualisme dengan para pelaku ekonomi lain maupun dengan koperasi lainnya akan menjadi lebih mudah dan terbuka. Sebab, bergabungnya pangsa pasar identik dengan mobilisasi potensi pasar loyal dan hal ini menjadi impian siapapun.
Guna untuk lebih mengefektifkan manajemen satu pintu, maka penggabungan manajerial ini sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Koperasi-koperasi yang tergabung setidaknya memiliki kultur/ budaya yang relatif sama, misalnya gabungan antar KUD (koperasi unir desa), antar KPRI (koperasi pegawai republik indonesia ), gabungan antara koperasi mahasiswa dan lain sebagainya. Hal ini semata-mata untuk lebih mempertimbangkan tingkat efektivitas dan efisiensi dalam merumuskan pola pendekatan.
b) Manager yang dipilih betul-betul mempunyai kapasitas, kualitas dan sejarah masa lalu yang jelas dan terdeteksi secara rigit (baik keberhasilan yang telah pernah dicapai maupun kegagalan yang pernah tak terhindarkan). Disamping itu, unsur kedekatan dengan Tuhan juga hal yang tak boleh dilupakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan. Dengan demikian, keputusan pemilihan betul-betul didasarkan pada pertimbangan terbaik dari perspektif logika dan juga perspektif ketuhanan.
c) Mengingat bahwa 1 (satu) orang manager mengelola banyak koperasi, maka kewaspadaan pengurus & badan pengawas perlu tetap dijaga. Untuk mempermudah kontrol dan mengukur tingkat rasionalitas program serta peluang ketercapaiannya, maka manager wajib mempresentasilkan dan meminta persetujuan kepada pengurus dan badan pengawas tentang program bulanan atau triwulanan yang akan dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk masing-masing koperasi dan bukan bersifat gabungan.
Posting Komentar
.