MEMBANGUN
KOPERASI MAHASISWA
BERBASIS
IDEOLOGI KOPERASI
Disampaikan pada agenda Pendidikan Tingkat
Lanjut (DIKJUT) Perkoperasian yang dilaksanakan oleh Koperasi Mahasiswa STAIN
Pekalongan, Jawa Tengah, 09 Nopember 2013
A. Pendahuluan
Kata koperasi sesungguhnya pernah diperdengarkan hampir pada
setiap orang yang minimal pernah mengenyam pendidikan di tingkat SD (Sekolah
Dasar). Kalau kemudian apresiasi dan animo berkoperasi masih tergolong rendah,
hal ini mungkin disebabkan oleh ke-belum tahu-an terhada konsepsi dan kebaikan koperasi
secara utuh. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah masih minimnya “fakta
nyata” yang membuka mata dan
mengabarkan kepada setiap orang betapa dahsyatnya koperasi ketika
di kelola dengan benar sebagaimana cita-cita dasarnya.
Disatu sisi, hal ini mungkin
berita tak menggembirakan, tetapi dalam bahasa “semangat juang”,
kondisi ini akan dibaca sebagai “peluang kebaikan” yang menginspirasi gairah
untuk segera melakukan “perubahan”.
Apalagi pada diri kampus terdapat tri dharma perguruan tinggi, khususnya yang ke-3 yaitu “pengabdian pada
masyarakat”, sehingga secara moral dunia kampus punya tanggungjawab atas
realitas koperasi yang belum menggembirakan ini. Tentu, yang paling relevan di
tingkat mahasiswa adalah Kopma (Koperasi mahasiswa).
Fakta sejarah
menunjukkan, gerakan mahasiswa berhasil
membuat “perubahan” dalam sejarah dan perjalanan negeri ini.
Kita ingat bagaimana orde baru lahir berawal dari gerakan
mahasiswa dan gerakan mahasiswa pula yang kemudian berhasil melahirkan orde
reformasi. Pertanyaan menarik saat ini ditujukan kepada segenap
pegiat/aktivis koperasi mahasiswa adalah bagaimana komitmen insan kampus (cq.
Mahasiswa) melakukan “reformasi apresiasi dan animo masyarakat terhadap
koperasi?”.
Dalam tinjauan rasionalitas,
mahasiswa adalah insan unggul dengan kapasitas yang melekat pada dirinya.
Dengan kadar intelektualitas, mahasiswa berkemampuan mencerna realitas, memetakan
persoalan dan menyusun solusi integratif
ber-visi jelas dan tegas. Disamping itu, dengan kualitas empati sosialnya,
mahasiswa memiliki kemampuan menghimpun
ragam sumber daya dan menyatukan ragam perbedaan ke dalam satu aktivitas
kolektif berdimensi pemberdayaan.
Persoalannya adalah terlalu berlebihankah pembacaan tentang kapasitas
mahasiswa?. Sebab hal ini mempengaruhi rasionalitas berharap perubahan lahir
dari buah tangan mahasiswa.
B. Keunikan
Kopma
Sebagai koperasi, Kopma
memiliki keunikan yang tidak terdapat pada koperasi-koperasi lain pada umumnya,
yaitu tentang umur keanggotannya. Kebanyakan dari Kopma di Indonesia menetapkan
status keanggotannya hanya sebatas ketika masih berstatus mahasiswa, walau hal
ini sesungguhnya kurang tepat bila ditinjau dari salah satu
prinsip koperasi, yaitu sukarela dan terbuka. Namun, faktanya adalah ketika mahasiswa
menyelesaikan study-nya, maka berakhir pula hubungan dengan kopma-nya. Kondisi
ini mempengaruhi dinamika kopma, baik secara organisasi maupun
secara perusahaan. Dalam bahasa umum, kaderisasi di lingkungan kopma yang belum stabil berakibat langsung dengan
kualitas kopma tersebut. Ironisnya, belum adanya standarisasi baku
yang bisa dijadikan pedoman minimal membuat kopma tumbuh dan berkembang sesuai
zaman nya masing-masing. Artinya, di satu periode tertentu kopma bisa mungkin berkembang
pesat ketika terdapat kader unggul
(yang lagir secara alamiah) dan di saat yang lain kopma bisa mengalami
penurunan kuantitas dan kualitas aktivitas saat
kadernya mengalami penurunan semangat.
Hal ini diperkuat dengan adanya “pembacaan” bahwa kopma
adalah sebatas “media belajar”, sehingga naik turunnya
semangat ber-kopma di pandang sebagai sesuatu yang wajar dan
cenderung dimaklumi.
Dalam niat yang ingin
berkembang dan mewujudkan satu koreksi bijak terhadap realitas
koperasi yang kurang berkembang di tengah masyarakat, maka komitmen pengelolaan
kopma yang profesional adalah sebuah kebutuhan dan juga pra-syarat.
Sebab, pembangunan sebuah karya itu membutuhkan proses bertahap dan
berkesinambungan serta semangat yang senantiasa terjaga untuk melakukan
perbaikan dan perbaikan secara terus menerus. Untuk itu. pola kaderisasi
adalah kunci keberhasilan menuju cita-cita besar kopma
membangun ketauladanan karya.
C. Mengubah Berbasis Ketauladan
Dalam banyak diskusi di
berbagai tempat, ke-belum tahuan sesungguhnya merupakan faktor penyumbang
terbesar atas kebelum-berdaya-an koperasi sebagaimana cita-citanya. Kebanyakan
masyarakat masih memandang koperasi tidak ada bedanya dengan PT,CV,UD dan lain
sebagainya dimana pertumbuhan modal dan keuntungan sebagai basis
pergerakannya. Akibatnya, materialitas dan pertarungan kepentingan sempit
sering menjadi peghambat dan bahkan penghancur
kebersamaan yang terbangun di koperasi. Sebenarnya hal sama juga sering terjadi
di lingkungan non-koperasi dimana “kerja sama” hancur karena
perdebatan kepentingan yang tidak menemukan titik tengahnya. Hanya saja, kemitraan
yang terbentuk di lingkaran non-koperasi memang sering berawal dari
kepentingan ekonomi semata (baca: material growth minded),
sehingga bukanlah sesuatu yang mengherankan bila mereka terpecah juga oleh
karena persoalan material juga.
Idealnya, ketika kebersamaan
yang terbangun di koperasi berawal dari semangat untuk meningkatkan kualitas
hidup dalam arti luas (bukan hanya ekonomi semata), maka spirit
kesetiakawanan dan moralitas kebersamaan akan lebih dominan dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang timbul. Itulah sebabnya, koperasi selalu mengedepankan
musyawarah untuk mencapai mufakat di dalam mencapai tujuan-tujuan bersama. Penjelasan ini semakin menguatkan bahwa
kelesuan dunia koperasi di negeri ini berawal dari ke-belum tahuan dan atau
ditinggalkannya “jati diri” sebagai nafas koperasi dengan sengaja.
Hal ini memerlukan koreksi bijak dan harapan
tertambat pada dunia kampus sebagai agen perubahan, khususnya
koperasi mahasiswa yang dihuni oleh generasi muda yang masih idealis dan memiliki
energi membentuk sebuah perubahan yang lebih berpengharapan. Satu
hal yang menjadi catatan “ketauladanan” adalah syiar yang paling
efektif dan koperasi adalah ideologi yang memiliki ruang praktek terukur dan tersistematis dengan manfaat nyata
dan progressif. Artinya, ketika Kopma ingin memerankan diri sebagai agen
perubahan, maka hal pertama yang dilakukan adalah mewujudkan sebuah
kopma yang tata kelolanya berbasis jati diri koperasi. Dengan demikian,
karya akan menjadi bukti nyata dan bahan efektif
mengedukasi dan menginspirasi semangat
membangun koperasi di lingkungan masyarakat. Hal itu tidak semudah membalikkan
telapak tangan dan memerlukan waktu. Akan tetapi, konsistensi berproses menjadi
syarat mutlak yang harus ada di keseharian kopma. Mungkin kah?
D. Membangun Kopma Berbasis Ideologi Koperasi
Koperasi adalah kumpulan orang
yang otonom dan indipenden untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi,
sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama
dan mereka kendalikan secara demokratis. Ada beberapa catatan penting dari
defenisi ini, antara lain: (i) pemenuhan aspirasi dan kebutuhan; (ii) ruang
juangnya bukan persoalan ekonomi saja, tetapi juga sosial dan budaya; (iii)
perusahaan adalah alat/media untuk mecapai tujuan. Secara singkat, koperasi
adalah sebuah organisasi yang concern pada keterbangunan orang,
sehingga fokusnya adalah bagaimana membangun hidup yang lebih berkualitas. Hal
ini tentu agak berseberangan dengan faham yang memandang koperasi harus fokus
pada pertumbuhan modal dan atau keuntungan yang mengaibatkan ukuran kualitas
sebuah koperasi pada rasio-rasio ekonomi semata.
Sehubungan dengan koperasi
fokus pada keterbangunan orang (baca: peningkatan kualitas hidup), maka
koperasi berproses secara bertahap dan berkesinambungan dengan mengedepankan “pendidikan”
sebagai senjata ampuh menumbuhkembangkan kemanfaatan
berkoperasi bagi segenap unsur organisasinya. Dalam hal ini, keterbangunan perusahaan
koperasi dipandang sebagai bagian dari efektifitas penyelenggaraan pendidikan
anggota, karena hakekat aktivitas perusahaan adalah refresentasi
kebutuhan dan aspirasi mayoritas anggota. Dengan
demikian, eksistensi perusahaan koperasi akan memiliki hubungan erat dengan
eksistensi anggota. Oleh karena itu, kebesaran sebuah koperasi akan sangat tergantung
pada pertumbuhan kesadaran anggota dalam mengambil tanggungjawab untuk ikut membesarkan
organisasi dan perusahaan melalui partisipasi aktifnya. Inilah yang disebut
sebagai kebersamaan produktif.
Sebagai bagian dari gerakan
koperasi, Kopma pun demikian. Langkah-langkah pembangunannya harus me-referensi
pada aspirasi dan kebutuhan yang berkembang di kalangan anggota. Pola bottom-
up semacam ini akan membuat kopma
lebih memiliki daya tahan dan sekaligus berpeluang untuk berkembang
karena keterserapan aspirasi akan melahirkan ikatan emosional dan tanggungjawab
moral dalam melakukan pembelaan terhadap kopma. Untuk itu, kopma perlu melakukan
aktivitas-aktivitas yang minimal mengarah pada 2 (dua) hal;
(i)
keterbangunan
organisasi dan kelembagaan yang mengakar. Hal ini merupakan modal utama kopma, sebab
basis pengembangan koperasi itu terletak pada anggota. Untuk itu, pertumbuhan
kuantitas anggota yang di ikuti dengan upaya-upaya peningkatan kualitas anggota
dalam berkoperasi, menjadi penentu seberapa banyak manfaat yang akan lahir dari
koperasi. Untuk itu, penyelenggaraan
pendidikan dan keberlanjutan informasi kepada anggota seharusnya tidak hanya
saat seorang mahasiswa akan menjadi anggota, tetapi juga dilanjutkan re-fresh
dengan berbagai pola pendekatan yang dinamis.
(ii)
keterbangunan
perusahaan. Perusahaan dalam koperasi adalah
alat untuk mencapai cita-cita bersama. Untuk itu, keterbangunannya harus lekat
dengan kebutuhan dan aspirasi anggota. Artinya, aktivitas perusahaan harus
dekat dengan keseharian anggota. Sebagai inspirasi saja, kopma itu di huni oleh
insan yang sedang menuntut ilmu di sebuah kampus, dimana sebagian ada yang kost
dan sebagian lagi ada yang tidak kost. Hal ini merupakan sumber inspirasi dalam
menyusun rancang aktivitas yang ditawarkan dan dimintai persetujuan anggota
untuk diselenggarakan kopma. Sebagai gagasan tambahan, pembangunan perusahaan
kopma bisa dilakukan dengan 2 (dua)
model yang dijelaskan secara singkat berikut ini :
a.
Pembangunan
dan Pengembangan berbasis Pertumbuhan Simpanan Anggota dan Daya Dukung Rektorat.
Setelah teridentifikasi jenis aktivitas berbasis kebutuhan dan aspirasi
anggota, kopma kemudian mewujudkannya dengan mengoptimalkan tabungan/simpanan anggota. Untuk
mengakselerasinya, kopma bisa melakukan komunikasi produktif dengan pihak
rektorat baik dalam konteks daya dukung maupun dalam konteks permohonan bantuan
fasilitas berjangka yang edukatif. Kalimat “berjangka dan edukatif” adalah
sebentuk pengingat bahwa hakekat koperasi itu adalah kemandirian kolektif yang
indipenden dan otonom. Oleh karena itu, kopma tidak boleh menggantungkan diri
pada keberpihakan atau bantuan dari pihak rektorat, tetapi harus bertumpu pada
kemampuan meng-kolaborasi ragam potensi yang melekat pada anggotanya.
b.
Berbasis Efisiensi
Kolektif . Pendekatan ini menekankan kolektivitas dengan pembentukan
budaya berjama’ah. Pendekatan ini dilakukan lewat optimalisasi potensi yang
sesungguhnya melekat pada anggota yang berstatus mahasiswa, seperti kebutuhan
akan ketersediaan warung makan, foto kopi, , laundry, internet dan lain
sebagainya. Faktanya, disetiap kampus selalu tumbuh aktivitas usaha berbasis
kebutuhan mahasiswa yang dimiliki dan di kelola oleh perorangan atau perusahaan
sehingga mendefenisikan lingkungan kampus mengandung ragam potensi adalah benar.
Lewat pendekatan berbasis efisiensi kolektif, segenap mahasiswa
diajak membangun komitmen menyatukan tempat men-transaksikan
kebutuhan-kebutuhannya pada usaha yang dibangun bersama-sama, seperti
penyelenggaraan makan berjama’ah dengan model swa kelola. Dalam hal ini, semua
anggota membayar sebagaimana mereka membayar di warung-warung tempat mereka
biasa makan. Selanjutnya, efisiensi atau selisih total dana dan biaya yang
diperlukan untuk mengolah makanan tersebut di akumulasi dan dijadikan sebagai
modal untuk membangun aktivitas lanjutan yang dibutuhkan anggota (misalnya :
laundry dengan konsep mencuci bersama). Demikian selanjutnya sampai terbentuk
aktivitas-aktivitas yang menjawab kebutuhan para anggota. Pada pendekatan ini, tidak
diperlukan penyetoran uang secara sengaja (seperti pembayaran SP atau
simpanan wajib secara rutin), tetapi dilakukan secara alamiah. Kunci dari
pendekatan ini adalah “konsistensi komitmen” dari segenap
anggotanya. Oleh karena itu, disarankan pembentukannya dimulai dari kelompok
anggota dalam skala kecil dulu. Misalya, satu kelompok yang terdiri dari 50
orang anggota menyelenggarakan program “makan
bersama”, sementara kelompok anggota lain menyelenggarakan “mencuci
bersama”. Demikian selanjutnya dan pada akhirnya di satukan sehingga terbentuk
ragam aktivitas yang bernilai manfaat nyata dan bisa langsung di rasakan dengan efisiensi kolektif yang
kian meluas seiring bertambahnya anggota yang terlibat.
E. Membangun
Kesadaran Relevansi Aktivitas Kopma dan Masa Depan
Disatu sisi, ketika kopma
berbasis kebersamaan berhasil diwujudkan, di saat yang sama sesungguhnya kopma
sedang membentuk mesin reputasi dan bahan kampanye efektif kepada segenap masyarakat tentang dahsyatnya ber-koperasi.
Saat hal itu mewujud, maka kopma akan bisa melakukan koreksi bijak
terhadap praktek-praktek koperasi yang masih abai dengan jati diri
dan asik dengan perburuan pertumbuhan laba.
Untuk mewujudkan hal ini,
tentu memerlukan komitmen kuat dan pengorganisasian yang terencana, terukur dan terantisipasi. Untuk itu, pembentukan kader handal
adalah sebuah kebutuhan mutlak, sebab organisasi tidak boleh berhenti dan harus
berjalan secara kontinue. Untuk itu, perlu ditemukan alasan rasional mengapa menjadi kader kopma adalah sesuatu
yang manarik dan fantastif, sehingga setiap orang termotivasi untuk
berkontribusi secara optimal. Dalam kesadaran semacam ini, Setiap unsur
organisasi (pengurus, pengawas dan anggota) akan mendefenisikan ber-kopma
adalah sebuah kebutuhan.
Sebagai sebuah inspirasi dalam
membentuk rasionalitas alasan adalah mengkaitkannya
dengan masa depan yang cerah. Dalam hal ini, proses belajar di kampus difahami
sebagai pembentukan hard skill dan proses yang berlangsung di
kopma adalah proses pembentukan soft skill. Selanjutnya, semua
anggota kopma di motivasi untuk menyongsong masa depan lewat kombinasi hard
skill dan soft skill. Mendefenisikan proses yang
berlangsung di kopma relevan dengan
pembentukan soft skill sesungguhnya cukup beralasan. Lewat berkopma,
setiap orang akan terlatih berorganisasi, terlatih untuk hidup bersama di
antara ragam perbedaan karakter dan masa lalu, terlatih untuk berani
bergagasan, terlatih membangun koneksitas, terbangun keahlian berkomunikasi dan
bernegosiasi, terlatih dalam hal kepemimpinan,
manajamen, kewirakoperasian dan banyak hal lagi yang menjadi penguat bahwa
semua proses yang berlangsung di kopma sangat relevan dengan kecerahan masa
depan. Hal ini perlu di sosialisasikan dan di edukasikan secara terus menerus sehingga keterlahiran
para militansi kopma akan menjadi lebih memungkinkan.
F. Penghujung
Bagi mahasiswa yang visioner dan memiliki empati sosial
tinggi, kopma adalah media strategis yang maknanya sangat tidak terbatas, baik
dari sisi pengembangan ideologi koperasi sebagai pembentuk keadilan
ekonomi,sosial dan budaya, juga implikasi nyata bagi keterbentukan kapasitas diri yang
akan menjadi bekal di era pasca kampus. Perjuangan
Kopma tidak terbatas tentang bagaimana berkoperasi saja, tetapi kopma juga merupakan
media strategis dalam membentuk karakter bangsa yang mencintai
kebersamaan, membudayakan saling tolong menolong, membudayakan gotong royong
dan kesetiakawanan. Pada akhirnya, kopma adalah media tepat untuk membangun
sebuah kualitas hidup dan perdamaian dalam arti seluas-luasnya.
Demikian tulisan sederhana ini
disampaikan, semoga meninspirasi semangat untuk ber-kopma. Sukses selalu untuk
kita semua dan jadilah manusia yang berguna bagi manusia lainnya. Bravo Koperasi...Bravo Kopma.
GALLERY
GALLERY
Posting Komentar
.