MENUMBUHKEMBANGKAN KOPERASI BERBASIS PELUANG | ARSAD CORNER

MENUMBUHKEMBANGKAN KOPERASI BERBASIS PELUANG

Senin, 22 Oktober 20120 komentar


Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan IKM di Liingkungan Penghasil Tembakau/Cengkeh Bagi Pengurus/Pengelola Koperasi dan Kelompok/UKM”, diselenggarakan oleh 
Disperindagkop Kab.Banyumas, 23 sd 25 Oktober 2012 di Purwokerto, Jawa Tengah


A.  Pembuka 
Sebelum lebih jauh membicarakan peluang, ada baiknya sekejam me-refresh pemahaman dan pemaknaan tentang koperasi, sehingga dalam mengintrpretasikan setiap peluang ke dataran teknis tak lepas dari perspektif nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Dengan demikian, koperasi akan tumbuh dan berkembang dalam koridor jati diri yang terjaga.

Koperasi didefenisikan sebagai kumpulan orang yang berkomitmen hidup bersama dalam memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya. Setelah melakukan penyatuan kepentingan, koperasi menjalankan perusahaannya lewat distribusi peran proporsional. Dengan demikian, apapun yang dicapai oleh koperasi merupakan hasil tindakan kolektif dari segenap unsur organisasi. Kebersamaan berlabel produktivitas  semacam ini memang unik dan di ke-unikan itu pula sumber keunggulan koperasi. Idealnya, ragam aktivitas berbasis kebutuhan anggota membuat apapun yang dijalankan koperasi akan terus berkembang, sebab apa yang dilakukan koperasi merupakan refresentasi (perwakilan) dari kepentingan mayoritas anggotanya.

Oleh karena itu, dalam ranah telusur logika sesungguhnya peluang koperasi berkembang sangat terbuka. Kalau kemudian dalam ranah realitas belum sesuai harapan, maka hal tersebut bukan karena kesalahan konsepsinya tetapi di karenakan belum tertemukannya formula efektif dalam mengelola kebersamaan yang di isi orang-orang multy karakter dan latarbelakang berbeda-beda.
Disatu sisi, ragam karakter orang bisa bermakna potensi dan bakat yang mungkin dikembangkan koperasi, disisi lain hal ini bisa menjadi blunder ketika tidak dikelola dengan cara yang tepat. Namun demikian, satu hal yang menjadi catatan, di dalam koperasi orang adalah penentu sedangkan modal adalah pembantu. Atas dasar itulah, pembangunan koperasi sesungguhnya adalah tentang pembangunan orang  yang lewat ragam pendekatannya (baca: ekonomi, sosial dan budaya) menciptakan hidup anggota yang lebih berkualitas.  Inilah yang di identikkan dengan kesejahteraan dalam arti luas sebagai tujuan berkoperasi.


B.  Serupa Tapi Tak Sama
Dalam teknik perhitungannya, SHU dan laba memang sama-sama menghitung selisih antara pendapatan dan biaya. Namun demikian, dari sisi spiritnya dua istilah tersebut memiliki perbedaan nyata. Dalam istilah “Laba”, pembeli diposisikan hanya sebagai konsumen, sedangkan tentang bagaimana proses bisnis berjalan sepenuhnya dikendalikan oleh pengusaha tersebut. Sementara itu, dalam istilah SHU terdapat makna filosofis dimana anggota yang merupakan pemilik dan sekaligus pelanggan koperasi terlibat dalam proses penyusunan kebijakan penentuan besaran pendapatan dan juga besaran biayanya. Dalam nuansa demokratis, tujuan-tujuan operasional  semua unit layanan koperasi tersusun sebagai hasil kesepakatan bersama. Dalam bahasa radikal, bukan tidak mungkin kalau “margin” keuntungan ditetapkan hanya untuk menutup biaya operasional saja atau bila dilakukan penambahan “margin” diluar memenuhi biaya operasional hanya di peruntukkan mendukung investasi yang akan dikembangkan, seperti perluasan pelayanan dan atau penambahan jenis unit layanan yang memang dibutuhkan oleh mayoritas anggota. Pembacaan semacam ini lah yang menjadi pembenar bahwa berkoperasi sesungguhnya tidak meng-arus utamakan pertumbuhan modal, tetapi lebih pada pertumbuhan makna dari kebersamaan yang terus ditumbuhkembangkan lewat pola-pola yang dinamis. 

Oleh karena itu, partisipasi anggota di unit-unit layanan koperasi bukanlah semata-mata persoalan transaksi kebutuhan saja, tetapi juga intrepretasi  (baca: penterjemahan) dari rasa memiliki ke dalam tindakan nyata. Disinilah relevansi antara pertumbuhan koperasi dan peningkatan kesejahteraan anggota terbangun secara bertahap dan berkesinambungan.    


C. 3 (Tiga) Langkah Besar Dalam Membangun Koperasi
Kebersamaan dalam koperasi memiliki kompleksitas yang dalam penataannya memerlukan pola yang tepat. Ragam perbedaan harus dikelola dengan cara yang bijak sehingga tidak menimbulkan perpecahan.  Secara  garis besar ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilakukan setelah sebuah koperasi terbentuk, yaitu :

  1. Membangun persepsi yang sama. Ini adalah hal yang pertama kali harus dibangun dalam sebuah koperasi melalui sosialisasi dan edukasi (pendidikan). Oleh karena itu, idealnya setiap orang harus diberi pemahaman tentang apa, mengapa dan bagaimana berkoperasi. Dengan demikian, bergabungnya setiap orang ke koperasi dilandasi oleh; (i) keyakinan kuat tentang nilai-nilai kebermanfaatan dari  kebersamaan dan; (ii) kesadaran  mengambil peran proporsional sebagai cara untuk ikut membesarkan tanggungjawab.
  2. Menyatukan Kepentingan. Setiap orang yang bergabung di koperasi pasti membawa kepentingan yang sangat memungkinkan berbeda satu dengan lainnya. Oleh karena itu, proses peng-identifikasian yang dilanjutkan dengan penyatuan kepentingan perlu diselenggarakan guna meminimalisir pergesekan berkepanjangan.
  3. Pemilihan aktivitas. Setelah melalui proses penyatuan kepentingan maka akan terdefenisi kepentingan kolektif yang mewakili kepentingan mayoritas unsur organisasi koperasi. Dengan demikian, aktivitas apapun yang dipilih sebagai turunan defenisi “kepentingan bersama” itu memiliki relevansi kuat dengan kesejahteraan semua orang dalam makna luas.

D.  Relevansi Aktivitas Usaha dan Kesejahteraan Anggota
Sebagai organisasi dan perusahaan berbasis orang yang berkumpul untuk kebahagiaan bersama, maka aktivitas apapun yang dijalankan koperasi selayaknya memiliki relevansi kuat dengan keinginan mayoritas anggotanya.  Hal ini dimaksudkan agar anggota memiliki ikatan emosional kuat atas apapun yang dikembangkan oleh koperasi dan memiliki gairah tinggi untuk berpartisipasi secara proporsional dalam menumbuhkembangkannya.

Sekejap menilik realitas,  banyak anggota bertransaksi di toko lain padahal koperasi juga menyelenggarakan unit layanan toko. Banyak anggota yang memanfaatkan unit simpam pinjam (USP) hanya untuk meminjam dan tidak pernah digunakan untuk menyimpan. Sebagian petani sawah anggota KUD juga menjual hasil panennya kepada tengkulak, padahal KUD menyelenggaraan pembelian gabah hasil panen petani. Demikian juga saat KUD menyelengarakan Toko Saprotan tetapi anggotanya membeli ke toko saprotan lain. Kenapa hal semacam ini terulang di keseharian koperasi???  

Secara nalar, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkannya, antara lain :
1.       Anggota tidak memahami koperasi besar karena partisipasi anggotanya, sehingga kesadaran untuk berpartisipasi terlalu sulit diharapkan.
2.       Proses pengambilan keputusan menyelenggarakan usaha-usaha tersebut tidak melalui proses muyawarah yang melibatkan anggota, sehingga anggota tidak merasa memiliki ikatan emosional atas keberadaan usaha itu.
3.       Performance usaha tersebut yang mungkin kurang layak mulai dari tampilan, harga , pelayanan, sistem pembayaran, jarak dan lain sebagainya.
4.       Anggota tidak merasa diperhatikan dalam arti koperasi telah mewujud menjadi lembaga mandiri yang didukung terselengaranya agenda dan aktvitas koperasi yang kurang relevan dengan kepentingan anggotanya.
5.       dan lain sebagainya.

Apapun musabab sesusngguhnya, tetapi fakta itu merupakan pekerjaan rumah (PR) yang memerlukan penyelesaian konstruktif sehingga koperasi yang meng-anggota bisa terwujud. 


E. Menakar dan Mengoptimalkan Peluang
Dalam tinjauan peluang, sesungguhnya pada koperasi telah melekat peluang saat koperasi itu pertama kali berdiri. Dalam konteks pemasaran, kumpulan orang merupakan kumpulan kebutuhan yang berarti juga kumpulan peluang. Apalagi ketika koperasi  menerapkan prinsip sukarela dan terbuka, maka pertumbuhan jumlah anggota identik pula dengan peningkatan peluang.  

Melalui komunikasi intensif, ragam peluang berbasis kebutuhan anggota akan terpetakan, baik peluang berdimensi konsumsi maupun yang berdimensi produktif.  Dari pemetaan ini selanjutnya memasuki tahap penentuan pilihan aktivitas. Sebagai catatan, ketika melakukan pemetaan pada sisi peluang berdimensi konsumsi, maka spirit yang diusung adalang “mencerdaskan” penggunaan pendapatan. Artinya, aktivitas usaha berbasis kebersamaan ini harus berorientasi pada penciptaan efisiensi kolekif, sehingga anggota merasa lebih diuntungkan.  Sementara itu, pada tindaklanjut peta kebutuhan berdimensi produktivitas anggota, maka sepatutnya koperasi mengambil tanggungjawab dalam pemberian support manajemen, teknologi, akses pasar dan akses permodalan.  Pada mekanisme dan pemilihan aktivitas yang demikian, maka relevansi aktivitas koperasi dengan kepentingan anggota menjadi begitu nyata. Pada titik inilah kesejahteraan anggota linier dengan pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Inilah yang didefenisikan sebagai kebersamaan berlabel prroduktif, dimana bergabungnya setiap orang akan memberi implikasi positif bagi perkembangan dirinya maupun perkembangan organisasinya. Dengan demikian, anggota tidak akan menjadi korban eksploitasi strategi yang diterapkan oleh koperasi. Sebaliknya, setiap aktvitas koperasi akan didukung oleh segenap anggota karena mereka menyadari bahwa apapun yang dilakukan koperasi sesungguhnya adalah untuk peningkatan kualitas hidup mereka.

Dalam memanfaatkan peluang, koperasi juga harus menjunjung tinggi etika dimana aktivitas koperasi jangan sampai melindas apa yang sudah dijalankan oleh anggotanya, kecuali anggota tersebut melakukan praktek-praktek eksploitatif yang merugikan sebagian besar anggota koperasi lainnya. Koperasi jangan sampai bersaing dengan anggotanya, karena koperasi hadir untuk memperkuat kapasitas anggotanya. Sebaliknya, anggota juga tidak boleh egois sehingga mengorbankan kepentingan mayoritas anggota lainnya. Kode etik semacam ini lah yang merupakan contoh lain dari kebijakan dan kebijaksanaan yang selalu di usung oleh koperasi.

Namun demikian, koperasi secara kelembagaan bukan di haramkan untuk mengembangkan peluang lainnya di luar kepentingan anggotanya secara langsung. Misalnya, koperasi berada di lingkungan yang terdapat peluang pengembangan sebuah usaha potensial. Kalau memang anggota melihat dan menyepakati hal itu sebagai sesuatu yang harus ditindaklanjuti bersama, mengapa tidak?. Hanya saja, dalam proses pengelolaannya tetap memegang tegung nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi sehingga koperasi tidak kehilangan jati dirinya dan kemudian terjebak pada praktek eksploitatif.


F.  Penutup
Peluang datang bisa darimana saja, tetapi pemanfaatan dan pengelolaannya  harus memiliki orientasi yang tegas yaitu menumbuhkan kebermanfaatan berkoperasi, khususnya bagi anggota.  Relevansi antara aktivitas usaha koperasi dengan peningkatan kualitas hidup anggotanya juga merupakan hal penting bagi keterbangunan koperasi yang meng-anggota.

Sebagai catatan akhir, perusahaan koperasi memiliki ragam ke-unikan yang juga merupakan sumber keunggulannya. Untuk itu, dalam menyusun berbagai strategi pengembangan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi harus tampak jelas dalam setiap rumusan teknis dan pedoman pelaksanaan. Dengan demikian, organisasi dan perusahaan koperasi akan mewujud sebagai  alat perjuangan “peningkatan kualitas hidup” anggotanya baik secara ekonomis, sisal dan budaya.

Demikian tulisan sederhana ini disusun sebagai stimulan dalam menyemangati berkoperasi. Semoga “berkoperasi” akan menjadi gaya hidup yang akan membuat dunia lebih baik  sebagaimana tema peringatan tahun koperasi dunia tahun 2012. Amin.




GALLERY
MuhammadArsadDalimunte's diklat 24 album on Photobucket
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved